Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANDA pagar atau tagar #2019GantiPresiden menghangatkan situasi politik menjelang pemilihan umum tahun depan. Dalam sejumlah kesempatan, partai oposisi memanfaatkannya sebagai kampanye. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menganggap gerakan tersebut manipulatif belaka. Kepada Raymundus Rikang, Wayan Agus Purnomo, dan Stefanus Pramono, pada Kamis pekan lalu, Moeldoko menjelaskan strategi pemerintah menghadapi serangan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden resah menyaksikan perkembangan #2019GantiPresiden?
Presiden happy-happy saja. Kami tak khawatir terhadap gerakan tersebut.
Apakah pernah ada instruksi khusus menjawab gerakan itu?
Presiden cuma meminta kabinetnya berkonsentrasi pada pekerjaan sampai titik darah penghabisan, jangan terpengaruh situasi politik tertentu. Tagar itu hanya bisa dijawab dengan kinerja, bukan dengan kompetisi di media sosial. Menjawab tagar itu memang perlu, tapi performa jauh lebih penting.
Faktanya, Presiden pernah mengeluh capaian dan kinerja pemerintah belum disampaikan ke masyarakat secara optimal....
Ketika saya pertama kali diterima Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Staf Kepresidenan, beliau mengatakan hal yang sama. Kami akhirnya membuat sosialisasi dengan pamflet, mencetak buku putih soal capaian dan kinerja pemerintah, serta mendorong fungsi kehumasan di setiap kementerian agar lebih proaktif menyampaikan capaian kepada masyarakat. Komunikasi kami masih belepotan.
Belepotan bagaimana?
Tim komunikasi Presiden sebenarnya solid dan personelnya banyak, tapi kurang terorganisasi dengan baik. Walhasil, ketika ada isu besar, kami masih saling menunggu siapa yang harus pertama kali merespons. Selain itu, suatu isu sering muncul tiba-tiba, membuat kami kaget.
Apakah tak ada protokol menjawab isu strategis?
Tak semudah itu. Kadang kebijakan yang dibuat kementerian belum terkomunikasikan kepada kami tapi sudah keburu disambar masyarakat. Padahal kementerian teknis yang memahami latar belakang kebijakan itu.
Contohnya?
Kebijakan soal daftar mubalig dari Kementerian Agama. Latar belakang kebijakan itu adalah kementerian dan perusahaan negara minta daftar penceramah. Sebab, banyak sekali penceramah di perusahaan pelat merah yang radikal dan keras. Jadi daftar itu sangat internal. Tapi, begitu dirilis, langsung bikin geger. Saya juga terkaget-kaget melihat respons publik.
Bagi oposisi, apa pun kebijakan pemerintah tetap dianggap keliru....
Memang ada sebagian kecil seperti itu, tapi suaranya nyaring, konsisten. Meskipun jumlahnya kecil dan cuma nyaring di media sosial, mereka sangat noisy. Perebutan ruang udara begitu luar biasa. Semua punya caranya sendiri-sendiri. Ada yang sistematis, masif, tidak malu-malu, dan tidak takut dosa.
Pemerintah terganggu?
Ya, terganggu. Seperti nyamuk, bila berdengung terus di telinga, jadinya tidak enak. Ha-ha-ha….
Bagaimana menangkalnya?
Kami mengangkat teman-teman yang suaranya juga bising. Ha-ha-ha…. Itu kan hukum alam. Teror lawan teror. Gerilya lawan gerilya. Noisy lawan noisy.
Siapa teman yang bising itu? Ali Mochtar Ngabalin?
Ya, kira-kira begitu. Ha-ha-ha…. Daripada kami tutup-tutupi. Saya hanya ingin mengatakan bahwa jangan sampai suara kecil itu lama-lama dipakai dan diyakini kebenarannya. Saya memastikan kritik itu tidak benar. Data dan capaian kinerja pemerintah bisa dipertanggungjawabkan.
Kesannya, pemerintah tak siap dan tak kompak menghadapi serangan dan kritik masyarakat.
Saya tidak malu-malu mengakui bahwa kami gagap. Tapi kami pelan-pelan menyusun dan mengenali manuvernya. Karena dulu tentara, saya menghitung musuh punya apa, kami punya apa. Itu kalau dalam pertempuran. Sedangkan dalam konteks ini, saya tidak menempatkan mereka sebagai musuh, tapi sebagai partner demokrasi. Ha-ha-ha….
Apakah kendala komunikasi pemerintah itu justru yang membuat citra #2019GantiPresiden makin kuat?
Itu perkara branding saja. Mem-branding ke arah manipulatif itu gampang. Justru sulit manakala mem-branding sesuatu yang benar dan faktual.
Jadi tagar itu manipulasi?
Ya manipulatiflah. Itu memanipulasi waktu dan perasaan. Ha-ha-ha….
Mengapa bisa cepat sekali mengena ke masyarakat?
Itu belum terukur. Banyak kelompok yang masuk kategori silent majority, tapi tidak kelihatan. Namun, begitu kelompok non-silent majority bergerak sedikit saja, mereka langsung terlihat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo