Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPEKAN terakhir, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bertemu dengan sejumlah ketua umum partai selain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dia juga bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang tidak didukung NasDem dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Kepada Tempo di kantor Partai NasDem, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu malam, 24 Juli lalu, Surya menjelaskan soal langkah politik yang ditempuhnya dan hubungannya dengan partai koalisi pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin, termasuk soal renggangnya hubungan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Menjelang Megawati dan Prabowo Subianto bertemu, Anda mengundang ketua-ketua umum partai koalisi.
Ini soal soliditas partai-partai pendukung Jokowi yang harus kita jaga. Pemerintah ini kan harus kuat agar bisa men-deliver gagasan politik kepada masyarakat. Para ketua umum partai ini kan bukan baru kenal setahun, sudah 15 tahun sedikitnya. Ini spontanitas saja. Awalnya kan pertemuan satu per satu. Lalu ada yang minta kumpul-kumpul. Kami atur waktunya, dan jadilah kami ketemu.
Kabarnya, pertemuan itu terkait dengan menteri di kabinet dan pemilihan pimpinan MPR periode mendatang.
Tidak ada. Itu hak prerogatif Presiden sepenuhnya. Ini juga untuk mendukung imbauan Jokowi supaya kita kembali bersatu. Bangsa ini baru melalui proses pemilu serentak untuk pertama kali. Kita lihat terjadi polarisasi, fragmentasi. Jangan terlalu lama ekses yang kita lalui dari sebuah kompetisi.
Pertemuan itu tidak melibatkan PDI Perjuangan.
Tidak sempat diundang. Itu mbak saya kan lebih senior dari saya. Ha-ha-ha.... Si Cantik lagi sibuk mengurus kongres. Saya tahu itu. (Surya mengakui kerap memanggil Megawati dengan sebutan “Cantik”.)
Kami mendapat informasi bahwa hubungan Anda dengan Megawati renggang.
Hubungan kami baik. Memang, pertemuannya tidak sesering dulu. Itu harus diakui.
Anda kabarnya juga menolak kehadiran Gerindra dalam koalisi pemerintah.
Itu bukan urusan kami. Itu hak Presiden. Presiden juga belum pernah membicarakannya dengan kami. Tapi kalau you tanya kami, saat ini yang dibutuhkan adalah keutuhan, soliditas. Untuk membangun soliditas, keputusan strategis harus disepakati bersama.
Anda menganggap koalisi pendukung Jokowi tak perlu ditambah lagi?
Jokowi memulai pemerintahannya periode pertama dengan dukungan hanya 46 persen. Sekarang sudah 60-an persen.
Anda juga mengundang Anies Baswedan, yang kemudian menimbulkan kritik dari partai koalisi lain.
You boleh percaya boleh tidak. Saat mengantarkan Jokowi, di Bandar Udara Halim Perdanakusuma sewaktu mau ke Jepang, Anies meminta waktu ketemu saya. Anies itu salah satu deklarator Nasional Demokrat, organisasi kemasyarakatan yang saya rintis. Ada juga Ahok (Basuki Tjahaja Purnama, lawan Anies dalam pemilihan Gubernur DKI 2017). Dua-duanya saya anggap adik. Saya sudah lama berkomunikasi dengan Anies. Kami saling bercerita.
Terkait dengan pemilihan presiden 2024?
Dia ini gubernur daerah khusus yang terpilih melalui proses demokrasi. Saya ingatkan dia soal latar belakangnya sebagai akademikus, intelektual. Saya ingatkan juga perjuangan ayah dan kakeknya untuk bangsa ini. Saya bilang dia harus menjadi milik semua orang. Saya ingatkan juga soal pluralisme.
Setelah pertemuan, Anda bilang mendukung Anies untuk 2024. NasDem sudah ancang-ancang mencalonkan Anies?
Tidak otomatis. Dia punya potensi, tapi tergantung dirinya. Dia harus diterima banyak kalangan. Saya bilang, saat ini, dia belum mengeluarkan seluruh potensinya.
Ada partai koalisi yang kecewa terhadap pertemuan Anda dan Anies.
Tidak apa-apa. Semua sepakat rekonsiliasi, kan. Namun, kalau kita baru memuji orang tapi banyak yang kecewa, gimana nasib bangsa ini? Masak, kita tidak boleh tersenyum kepada mereka yang dianggap lawan politik? Kalau begitu, saya bilang bangsa ini sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo