Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAMA sekitardua jam meja makan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dipenuhi gelak tawa. Sang tamu, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto, begitu menikmati nasi goreng yang dimasak sahibulbait.
“Luar biasa nasi gorengnya, saya sampai nambah,” kata Prabowo dalam jumpa pers seusai pertemuan di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, itu, Rabu, 24 Juli lalu. Menanggapi pujian tandemnya dalam pemilihan presiden 2009 itu, Megawati berseloroh bahwa nasi gorengnya bisa meluluhkan hati laki-laki. “Politik nasi goreng itu ampuh,” ujarnya.
Setelah makan nasi goreng, Prabowo dan Megawati berbincang empat mata selama sekitar setengah jam di ruang tamu. Dua petinggi PDI Perjuangan dan Gerindra yang mengetahui isi pertemuan itu bercerita bahwa Megawati sempat menanyakan soal radikalisme yang kian marak di negeri ini. Topik lain adalah kemungkinan bergabungnya Gerindra dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Menurut dua sumber itu, Megawati menyiapkan “karpet merah” seandainya Gerindra, yang berbeda kubu pada pemilihan umum lalu, jadi bergabung.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat menerima Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (tengah) di kediamannya di Jalan Teuku Umar
Sumber yang sama menyebutkan Prabowo menjawab bahwa meningkatnya gerakan radikal disebabkan oleh ketimpangan ekonomi. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus ini mengatakan cara mengatasi radikalisme itu adalah menurunkan tarif listrik dan membuat murah harga bahan kebutuhan pokok. Dua -sumber tersebut menuturkan, tanpa menyebut nama, Prabowo mengatakan memiliki orang yang tepat untuk mewujudkan hal itu.
Dimintai konfirmasi soal isi pertemuan Megawati-Prabowo, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengungkapkan, Megawati sepaham dengan gagasan Prabowo tentang ketimpangan yang menjadi akar radikalisme. Menurut Eriko, Megawati juga berjanji menyampaikan solusi dari Prabowo kepada presiden terpilih, Jokowi. “Isu kebangsaan dan ekonomi memang menjadi fokus bersama dua partai nasionalis ini,” ujar Eriko. Namun dia tak mengetahui apakah isi pertemuan itu terkait dengan rencana koalisi.
Seusai pertemuan, Megawati mengatakan akan membantu menyampaikan ide-ide Prabowo apabila bertemu dengan Jokowi. Meski begitu, ia juga menyarankan Prabowo mendiskusikan masalah kesenjangan ekonomi dan kebangsaan itu langsung dengan Jokowi. “Saya yakin pasti diterima dengan baik,” ucap Megawati.
Pertemuan Megawati-Prabowo digelar sebelas hari setelah Prabowo bertemu dengan Jokowi di Stasiun Mass Rapid Transit Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu, 13 Juli lalu. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan persamuhan tersebut sebenarnya akan dilangsungkan sebelum pertemuan di Stasiun Lebak Bulus. “Ibu Mega meminta pertemuan Prabowo-Jokowi berlangsung lebih dulu,” ujar Hasto.
Tak sampai satu kilometer dari rumah Megawati, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh juga menggelar jamuan untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di kantor partai itu. Surya bercerita bahwa agenda bersama Anies bukan dadakan, tapi sudah dirancang sejak 27 Juni lalu. Waktu itu, keduanya bertemu di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, ketika mengantar Jokowi yang hendak berangkat ke Osaka, Jepang. “Anies yang meminta waktu bertemu,” ujar Surya kepada Tempo, Rabu, 24 Juli lalu.
Setelah jamuan makan, keduanya mengadakan jumpa pers. Waktu itu, Surya menyatakan dukungan kepada Anies jika maju menjadi calon presiden pada 2024. Ia menilai Anies merupakan salah satu tokoh yang memiliki keterampilan memimpin. “Tapi pernyataan itu tak otomatis mendukung sebagai calon presiden, lo,” ucap Surya. Merespons Surya, Anies, yang diusung Gerindra saat maju dalam pemilihan kepala daerah Jakarta 2017, mengatakan masih ingin berfokus mengurus Jakarta.
Seorang petinggi partai banteng yang dekat dengan Megawati mengatakan penyebab kerenggangan itu adalah perpindahan sejumlah kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan menjadi kader NasDem.
Dua hari sebelum bertemu dengan -Anies atau Senin, 22 Juli, Surya juga mengundang para ketua umum partai koalisi kubu Jokowi ke kantor NasDem. Ketua umum yang hadir adalah Airlangga Hartarto dari Golkar, Muhaimin Iskandar dari Partai Kebangkitan Bangsa, dan Suharso Monoarfa dari Partai Persatuan Pembangunan. Hanya wakil dari PDI Perjuangan yang tak datang.
Megawati menjelaskan, PDI Perjuangan tak hadir dalam forum yang diselenggarakan Surya karena ia sedang pergi ke luar kota. “Kami sedang menghadapi rapat kerja daerah untuk menyiapkan kongres partai,” kata Megawati. Sebagaimana Megawati, Surya menyebutkan PDIP absen karena pengurus partai banteng sedang berfokus mengurusi acara internal. “Si Cantik sedang sibuk kongres,” ujarnya. “Cantik” merupakan panggilan Surya kepada Megawati.
ABSENNYA Megawati Soekarnoputri dalam rapat di kantor NasDem menimbulkan kabar bahwa hubungan Megawati-Surya Paloh merenggang. Seorang petinggi partai banteng yang dekat dengan Megawati mengatakan penyebab kerenggangan itu adalah perpindahan sejumlah kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan menjadi kader NasDem.
Ketua Bidang Hukum PDIP Trimedya Panjaitan menyebutkan perpindahan tersebut ditengarai akibat adanya ancaman dari pihak Kejaksaan Agung apabila mereka menolak bergabung ke NasDem. Korps Adhyaksa kini dipimpin Muhammad Prasetyo, yang pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari NasDem. Trimedya mengaku kerap mendapat cerita dari kader di daerah tentang dugaan ancaman kasus dari kejaksaan bila menolak berpindah partai.
Menurut catatan Trimedya, setidaknya ada dua kepala daerah–masing-masing di Lampung dan Jawa Tengah–yang diusung PDIP telah menjadi anggota NasDem. “Kepala daerah itu diintip dosanya, lalu diminta pindah partai,” ujar Trimedya, yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum DPR.
Gerah dengan perpindahan itu, sejumlah pengurus PDIP yang dipimpin Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto mendatangi Surya dan mempertanyakan peran Jaksa Agung dalam perpindahan mendadak kepala daerah yang dicalonkan PDIP ke NasDem. Tentang pertemuan itu, Hasto tak membenarkan ataupun membantahnya. “Materi yang dibahas biarlah menjadi urusan internal, tak perlu dibahas ke luar,” ujarnya.
Prasetyo tak merespons pertanyaan konfirmasi Tempo yang dilayangkan lewat pesan pendek. Beberapa kali panggilan telepon pun ditolaknya. Namun, dalam kesempatan wawancara dengan wartawan pada September 2018, Prasetyo memastikan pengusutan perkara tak bisa diintervensi kepentingan politik apa pun. “Perkara akan berproses terus sesuai dengan fakta dan bukti yang ada,” ujar Prasetyo. Waktu itu, kejaksaan disorot karena Wali Kota Manado yang juga kader Partai Demokrat, Vicky Lumentut, beralih menjadi kader NasDem di tengah penyidikan kasus bantuan penanganan banjir yang ditangani kejaksaan.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai pertemuan tertutup di kantor DPP NasDem, Jakarta, 24 Juli 2019
Wakil Sekretaris Jenderal NasDem Willy Aditya membantah tudingan bahwa partainya menggunakan tangan kejaksaan untuk menarik kader partai lain. “Pak Surya Paloh tidak pernah ikut campur urusan hukum,” ujarnya.
Kerenggangan hubungan itu juga tampak saat perayaan ulang tahun Megawati ke-72 di rumahnya pada 23 Januari lalu. Surya, menurut seorang pejabat yang hadir dalam acara itu, menjadi salah satu tamu Megawati. Menerima ucapan selamat dari Surya, Megawati hanya menemaninya sebentar. Setelah itu, Megawati tak menemui Surya lagi sampai pria berumur 68 tahun itu pamit.
Hasto mengatakan Megawati sangat bergembira tatkala ada tokoh yang datang ke rumahnya dan memberikan ucapan selamat. Ihwal Surya tak ditemani sampai pamit dari rumah Megawati, Hasto tak mau mengaitkan perilaku itu dengan sikap politik tertentu. “Kalau politik cuma dilihat dari gaya orang per orang, bisa pecah republik ini,” ujarnya. Sedangkan Surya menilai hubungannya dengan Megawati tak ada masalah. “Tapi harus diakui bahwa frekuensi pertemuan kami memang berkurang,” tuturnya.
PERTEMUAN Surya Paloh dengan para ketua umum partai selain PDI Perjuangan ikut menyinggung pembagian kursi dalam koalisi di kubu Jokowi. “Ada pembahasan kursi pimpinan MPR sedikit-sedikit,” kata pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Suharso Monoarfa. Menurut dia, pertemuan itu juga membahas soliditas koalisi.
Keutuhan Koalisi Indonesia Kerja, yang terdiri atas PDI Perjuangan, Golkar, PKB, NasDem, dan PPP, belakangan goyah. Situasi tersebut bermula dari jatah kursi pemimpin Majelis Permusyawaratan Rakyat yang diincar oleh Golkar dan PKB. Seorang sekretaris jenderal partai pendukung Jokowi mengatakan para koleganya sesama sekretaris jenderal sempat membahas draf kesepakatan kursi Ketua DPR dan MPR pada akhir 2018. Dalam draf itu tertulis, apabila partai-partai pengusung Jokowi menguasai pemilu legislatif, jatah Ketua DPR diberikan untuk partai peraih suara terbanyak pertama, lalu MPR untuk peringkat kedua.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kursi Ketua DPR merupakan hak partai pemenang pemilu, dalam hal ini PDI Perjuangan, yang meraih 19,33 persen suara. Aturan dalam Undang-Undang MD3 itu cocok dengan draf kesepakatan di antara para sekretaris jenderal partai koalisi.
Berbeda halnya kursi Ketua MPR yang masih berkabut. Dalam Undang-Undang MD3, pimpinan MPR diusulkan dalam bentuk paket. Golkar, yang meraih 12,57 persen suara—peringkat kedua dalam pemilu legislatif—merasa berhak menjadi Ketua MPR. “Kami mempunyai suara terbanyak kedua, jadi wajar kalau menginginkan kursi ketua,” tutur Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Paulus.
Meski jumlah suaranya di bawah Golkar, PKB tak surut mengidamkan kursi Ketua MPR. Anggota Dewan Syura PKB, Maman Imanulhaq, mengatakan partainya ingin memimpin MPR karena punya agenda tersendiri. “Kami ingin merebut MPR dalam rangka menjaga amendemen konstitusi dan garis besar haluan negara,” ujar Maman.
Perebutan kursi Ketua MPR di kubu Jokowi makin sengit setelah beredar kabar bahwa salah satu posisi yang dipertimbangkan bakal menjadi milik Gerindra adalah pemimpin MPR. Ini bagian dari negosiasi seorang utusan Jokowi untuk mengajak Gerindra mendukung pemerintah. Kabar itu muncul menjelang pertemuan Jokowi dan Prabowo. Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Andre Rosiade mengaku mendengar tawaran jabatan tersebut. Tapi dia memastikan partainya belum mengambil keputusan soal kemungkinan berkoalisi dengan pemerintah Jokowi.
Adapun Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tak menutup kemungkinan berkoalisi dengan Gerindra. Partainya memiliki garis dan konsep politik yang sama dengan Gerindra sehingga terbuka peluang bekerja sama. “Ada ruang kerja sama di parlemen,” ujarnya. Namun Hasto mengatakan masuknya Gerindra bergantung pada keputusan Jokowi. “Pak Jokowi kan sudah menyatakan soal itu akan dibahas dengan para ketua umum.”
Kemungkinan Gerindra bergabung dengan koalisi Jokowi ditolak partai pengusungnya. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyebutkan anggota koalisi tak perlu ditambah. Dua pengurus NasDem mengatakan Surya Paloh mempertanyakan rencana tersebut. Wakil Sekretaris Jenderal NasDem Willy Aditya menuturkan, bosnya tak ingin kompetisi pemilu diakhiri dengan politik dagang sapi alias bagi-bagi kursi menteri.
Meski demikian, dua pengurus dari dua partai pendukung Jokowi yang mengetahui bursa menteri menyebutkan NasDem juga meminta sejumlah pos menteri, antara lain Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Jaksa Agung. Ihwal pos menteri, termasuk untuk NasDem, Surya mengatakan partainya mendukung apa pun keputusan Jokowi sebagai presiden terpilih. “Itu hak prerogatif Presiden,” ujarnya.
Belum juga diputuskan Jokowi, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan tak akan menolak jika diminta kembali memimpin di Korps Adhyaksa. “Jangan tanya saya, nanti ge-er lagi. Saya bagaimana Presiden saja. Kalau ditunjuk lagi untuk pengabdian bangsa, ya, tentu saja boleh,” ucap Prasetyo.
Keinginan NasDem memperoleh posisi Jaksa Agung di periode kedua pemerintahan Jokowi diperkirakan bakal alot. Ketua Bidang Hukum PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan berharap pos itu tak diberikan kepada tokoh yang terafiliasi dengan partai politik tertentu. Sejumlah pengurus partai koalisi yang ditemui Tempo juga berharap Jokowi menunjuk Jaksa Agung dari kalangan profesional atau jaksa karier.
Menanggapi dinamika di partai koalisinya, Jokowi menunggu pertemuan dengan semua pemimpin partai politik. “Bertemu komplet saja belum,” ujarnya. Meski demikian, ia memastikan kekuatan koalisi yang terdiri atas lima partai di Senayan dan lima partai di luar parlemen sudah cukup. “Kalau tanya kekuatan, sudah cukup.”
RAYMUNDUS RIKANG, STEFANUS PRAMONO, DEVY ERNIS, HUSSEIN ABRI, BUADIARTI UTAMI PUTRI, ANDITA RAHMA, DEWI NURITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo