Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK terasa, sudah separuh hari Payya membabat rumput dan ilalang. Dengan parang sepanjang lengan, pria 75 tahun itu membersihkan pengganggu pohon-pohon sawitnya. Sesekali ia menegakkan punggung, mengurangi rasa pegal. Tengah hari itu, ia telah membereskan sehektare kebun miliknya.
Kelapa sawit perlu perawatan ekstra. Tanaman ini bisa tumbuh mantap bila area di sekitarnya bersih, tanpa rumput dan ilalang. Tentu saja, pupuk yang cukup juga diperlukan. Karena itu, sepekan sekali Payya membersihkan kebunnya di Desa Badak Mekar, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Sawit kini menjadi tanaman favorit karena harganya terus menanjak, berbanding lurus dengan tren kenaikan harga minyak mentah. Lazimnya, selain untuk minyak goreng, sawit dipakai buat memproduksi biodiesel, bahan bakar pengganti ketika harga minyak bumi sedang naik. Harga memuncak pada Maret 2008, menembus US$ 1.200 per ton. Ketika itu, harga minyak mentah dunia US$ 100 per barel.
Payya bersama puluhan petani di Kalimantan Timur kepincut genitnya harga sawit. Pria kelahiran Polmas, Sulawesi Barat, ini dulunya petani pisang. Sejak dua tahun lalu, ia banting setir. Ketika itu, pemerintah Kalimantan Timur pun menggalakkan tanaman penghasil minyak sawit alias CPO ini. Mereka menargetkan sejuta hektare lahan sawit hingga 2013. Kelak, sepanjang kiri dan kanan jalan poros Balikpapan-Samarinda-Bontang akan menjadi rimba sawit.
Awalnya, Payya menerima 120 bibit sawit dari pemerintah provinsi untuk satu hektare kebunnya. Petani lain juga dijanjikan pupuk dan obat-obatan pembasmi rumput. Hatta, pemilik 6 hektare kebun sawit di sebelah Payya, juga mengikuti program sama. Dinas Perkebunan Kecamatan Muara Badak mencatat hingga kini telah terbuka 800-an hektare perkebunan sawit rakyat. Sekitar 550 hektare merupakan sawit bantuan anggaran negara.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Timur H.M. Nurdin, 297 perusahaan perkebunan mengajukan izin membuka lahan sawit baru dengan total luas 2,8 juta hektare. Dari jumlah itu, perusahaan yang telah mengantongi izin dan mulai menanam baru 97 perusahaan dengan lahan seluas 758 ribu hektare. Di Kalimantan Timur sudah terbangun 14 pabrik kelapa sawit, tersebar di enam kecamatan, dengan kapasitas produksi CPO 735 ton tandan buah segar per jam.
Menjelang panen sawit dari kebun milik petani seperti Payya, harga sawit dunia justru sedang meredup. Di tempat lelang Rotterdam, Belanda, harga sawit dunia menunjukkan tren menurun tajam sejak pertengahan Juli 2008. Pada Januari 2009 harganya tinggal US$ 440 per ton—kurang dari separuh pada harga puncak, Maret 2008. Penyebabnya, pabrik biodiesel Eropa menolak minyak sawit sebagai bahan baku dengan alasan kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan baru. Akibatnya, pasokan ke industri tradisional seperti pabrik makanan dan petrokimia membanjir.
Toh, Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Derom Bangun optimistis, harga akan segera kembali menanjak. Ia menunjuk data pertengahan November 2009, ketika harga di Rotterdam naik ke level US$ 690 per ton atau Rp 6.500 per kilogram. Pada triwulan pertama tahun depan, ia memperkirakan, harga berada di US$ 700-750 per ton.
Selanjutnya, menurut Derom, harga masih berpotensi naik lagi seiring dengan peningkatan permintaan. ”Memang terjadi volatilitas tapi harga tidak akan bergerak di bawah harga minyak mentah,” katanya. Permintaan minyak sawit untuk biodiesel, kata Derom, masih ada kendati negara-negara di Eropa menolak.
Tahun depan, Derom memperkirakan, produksi sawit Indonesia akan meningkat 19 persen menjadi 22,3 juta ton. Tentu hal itu bergantung pada beberapa faktor, termasuk cuaca. Kalau El Nino terjadi, ia menjelaskan, bisa ada pengurangan produksi.
Hasil analisis Rabobank berbeda. Dalam riset pasar komoditas pertanian yang dirilis pada 6 November lalu, mereka memperkirakan harga masih akan menurun dalam beberapa bulan ke depan. Penyebabnya faktor fundamental: permintaan lebih kecil dari pasokan. Beberapa kontrak bisa jadi ditunda akibat perekonomian dunia yang masih lesu. Analis komoditas Rabobank, Oscar Tjakra, mengatakan peningkatan produksi tahun depan akan banyak dipakai industri pengolahan makanan, terutama di India dan Cina.
Payya tentu saja tak paham dengan informasi permintaan-pasokan sawit dunia. Ia pun belum mengerti cara menjual hasil panennya tahun depan. Pengetahuannya sebatas membabat rumput dan ilalang serta memupuk saban enam bulan. Ia juga tahu, hasil panennya akan segera dipotong buat mencicil biaya bibit.
Pria renta itu berharap harga sedang tinggi ketika kebun sawitnya dipanen tahun depan. Jika harapannya terkabul, ia mengatakan, ”Saya bisa segera naik haji.”
Produksi CPO Dunia
Negara | Tahun | (juta ton) |
Indonesia | 2004 | 12,38 |
Malaysia | 2004 | 13,97 |
Thailand | 2004 | 0,76 |
Negara-negara lain | 2004 | 3,88 |
Indonesia | 2005 | 13,97 |
Malaysia | 2005 | 14,80 |
Thailand | 2005 | 0,80 |
Negara-negara lain | 2005 | 4,11 |
Indonesia | 2006 | 16,05 |
Malaysia | 2006 | 15,88 |
Thailand | 2006 | 0,86 |
Negara-negara lain | 2006 | 4,35 |
Indonesia | 2007 | 17,37 |
Malaysia | 2007 | 15,82 |
Thailand | 2007 | 1,02 |
Negara-negara lain | 2007 | 4,59 |
Indonesia | 2008 | 19,20 |
Malaysia | 2008 | 17,74 |
Thailand | 2008 | 1,16 |
Negara-negara lain | 2008 | 4,95 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo