Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Telepon Gelap Predator Santri

Pesantren Nurulhuda di Garut mendampingi para santri yang menjadi korban kekerasan seksual. Memasukkan materi kesetaraan gender dan kekerasan seksual ke kurikulum.

30 April 2022 | 00.00 WIB

Ernawati Siti Syajaah (kiri) memberi ceramah saat tabligh akbar kepada santri Pondok Pesantren Nurul Huda, serta siswi MTs dan MA Nurul Huda di Garut, Jawa Barat, 22 April 2022. TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Ernawati Siti Syajaah (kiri) memberi ceramah saat tabligh akbar kepada santri Pondok Pesantren Nurul Huda, serta siswi MTs dan MA Nurul Huda di Garut, Jawa Barat, 22 April 2022. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Kekerasan seksual menimpa sejumlah santri di Pondok Pesantren Nurulhuda di Garut.

  • Pengelola Pesantren Nurulhuda melindungi para santri yang menjadi korban kekerasan seksual.

  • Pesantren Nurulhuda dianggap cukup terbuka ketika menghadapi kasus kekerasan seksual.

PANGGILAN telepon gelap diterima oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurulhuda di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, tak lama setelah Dita—bukan nama sebenarnya—bersekolah pada pertengahan 2020. Laki-laki di ujung telepon mendesak pesantren itu mengeluarkan Dita. Jika permintaan tersebut tidak dituruti, foto telanjang santri itu akan disebarkan di media sosial. Guru dan pengasuh Pesantren Nurulhuda, Ernawati Siti Syaja’ah, langsung menebak bahwa laki-laki itu adalah pelaku kekerasan seksual terhadap Dita.

Ernawati mendiskusikan ancaman tersebut dengan sejumlah pengelola pesantren. “Kami bersepakat melindungi santri tersebut,” kata Erna—panggilan Ernawati—kepada Tempo, Jumat, 22 April lalu.

Saat Dita pertama kali masuk ke pondok itu, ayahnya berpesan kepada Erna, menantu Kiai Muhammad Nuh Addawami, pemilik Pesantren Nurulhuda, agar anaknya tidak dibolehkan bertemu dengan siapa pun. Ia lantas menunjukkan foto seorang laki-laki yang dilarang keras menemui putrinya. Namun ayah Dita tidak mau menjelaskan alasan di balik larangan itu.

Belakangan, Erna membujuk Dita bercerita tentang laki-laki di foto itu. Janji Erna untuk membantu Dita membuat remaja putri tersebut mengaku bahwa dia pernah berhubungan seks dengan pria yang menjadi gurunya saat duduk di sekolah menengah pertama itu. Peristiwa itu direkam oleh si guru SMP yang mengancam menyebar rekaman mereka jika Dita tak berhubungan lagi dengannya.

Persetubuhan dengan anak-anak adalah bentuk kekerasan seksual. Setelah mendapat izin Dita, Erna membicarakan peristiwa itu dengan sejumlah pengurus pesantren. Mereka setuju tidak mengizinkan tamu yang ingin membesuk Dita.

Cecep Jaya Karama, suami Erna, mengatakan ayahnya, Muhammad Nuh Addawami, juga menyatakan sanggup melindungi Dita. “Abah bilang akan melapor ke Kapolres kalau ada yang macam-macam,” ujar Cecep. Namun teror terhadap Dita tak berhenti. Panggilan telepon gelap kembali mampir ke Pesantren Nurulhuda.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus