Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Kekerasan seksual menimpa sejumlah santri di Pondok Pesantren Nurulhuda di Garut.
Pengelola Pesantren Nurulhuda melindungi para santri yang menjadi korban kekerasan seksual.
Pesantren Nurulhuda dianggap cukup terbuka ketika menghadapi kasus kekerasan seksual.
PANGGILAN telepon gelap diterima oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurulhuda di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, tak lama setelah Ditaâbukan nama sebenarnyaâbersekolah pada pertengahan 2020. Laki-laki di ujung telepon mendesak pesantren itu mengeluarkan Dita. Jika permintaan tersebut tidak dituruti, foto telanjang santri itu akan disebarkan di media sosial. Guru dan pengasuh Pesantren Nurulhuda, Ernawati Siti Syajaâah, langsung menebak bahwa laki-laki itu adalah pelaku kekerasan seksual terhadap Dita.
Ernawati mendiskusikan ancaman tersebut dengan sejumlah pengelola pesantren. âKami bersepakat melindungi santri tersebut,â kata Ernaâpanggilan Ernawatiâkepada Tempo, Jumat, 22 April lalu.
Saat Dita pertama kali masuk ke pondok itu, ayahnya berpesan kepada Erna, menantu Kiai Muhammad Nuh Addawami, pemilik Pesantren Nurulhuda, agar anaknya tidak dibolehkan bertemu dengan siapa pun. Ia lantas menunjukkan foto seorang laki-laki yang dilarang keras menemui putrinya. Namun ayah Dita tidak mau menjelaskan alasan di balik larangan itu.
Belakangan, Erna membujuk Dita bercerita tentang laki-laki di foto itu. Janji Erna untuk membantu Dita membuat remaja putri tersebut mengaku bahwa dia pernah berhubungan seks dengan pria yang menjadi gurunya saat duduk di sekolah menengah pertama itu. Peristiwa itu direkam oleh si guru SMP yang mengancam menyebar rekaman mereka jika Dita tak berhubungan lagi dengannya.
Persetubuhan dengan anak-anak adalah bentuk kekerasan seksual. Setelah mendapat izin Dita, Erna membicarakan peristiwa itu dengan sejumlah pengurus pesantren. Mereka setuju tidak mengizinkan tamu yang ingin membesuk Dita.
Cecep Jaya Karama, suami Erna, mengatakan ayahnya, Muhammad Nuh Addawami, juga menyatakan sanggup melindungi Dita. âAbah bilang akan melapor ke Kapolres kalau ada yang macam-macam,â ujar Cecep. Namun teror terhadap Dita tak berhenti. Panggilan telepon gelap kembali mampir ke Pesantren Nurulhuda.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo