Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Trauma yang Bergerak Lincah antara Lirisisme dan Narativisme

Puisi-puisi Deddy Arsya mengeksplorasi trauma sejarah masyarakat Minangkabau. Deddy mampu bergerak rileks antara masa silam dan masa kini. Ia mampu menguraikan kisah dengan ungkapan-ungkapan padat serta merinci peristiwa dengan citraan-citraan menarik. Ia juga mampu mengolah pengaruh penyair sebelumnya dan menemukan yang khas miliknya.

11 Januari 2020 | 00.00 WIB

Deddy Arsya di Bukittinggi, Sumatera Barat, Desember 2019. Dyan Arsya
Perbesar
Deddy Arsya di Bukittinggi, Sumatera Barat, Desember 2019. Dyan Arsya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUISI Indonesia sepanjang 2019—terlebih yang telah dibukukan—belum beranjak jauh dari puisi Indonesia tahun-tahun sebelumnya. Banyak penyair masih mengolah bentuk-bentuk yang telanjur mapan, yang memang belum kehilangan pesona. Puisi lirik, misalnya. Sejumlah penyair menggarap puisi-prosa atau puisi naratif atau yang serupa haiku atau yang sekadar jungkir-balik dalam keruwetan metafora. Beberapa dari mereka mengolah kembali bentuk warisan penyair pendahulu. Atau bersiasat dengan mengarahkan fokus perhatian pada yang, mungkin, belum banyak digarap penyair lain. Misalnya sains dan sejarah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus