Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kisah begawan ciptaning

Direktur TVRI Ishadi Soetopo Karto Sapoetro mendadak diganti. diduga pernyataannya terlalu keras dan mengkritik tpi. para karyawan menangis. ia akan menduduki kepala litbang DEPPEN.

15 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak seperti biasanya pergantian pejabat, pemindah Direktur Televisi Ishadi ke pos lain diikuti suasana emosional. Para karyawan menangis, para pengamat bertanya-tanya, dan berbagai isu beredar. TVRI, lelahmu, kantukmu menahan dingin, ketegangan menunggu waktu panjang dan perih hati mendengar makian dan kritikan. 25 tahun kumerasakan itu, rasa yangtelah menyatu dalam tubuh dan jiwa. TVRI selamat tinggal...ku akan mengingatmu setiap kali aku melewati gedung ini. Penggalan sajak itu dibacakan sendiri oleh penggubahnya, bekas Direktur TVRI Ishadi Soetopo Kartosapoetro. Saat itu, Rabu pekan lalu, berlangsung acara perpisahannya dengan karyawan TVRI, di aula TVRI Jakarta. Rona kesedihan terlihat jelas pada wajahnya ketika kilatan puluhan lampu kamera menerpa. Sejumlah karyawan tampak emosional. Tak kuasa menahan tangis saat harus bersalaman dengan bekas direktur mereka. "Saya tiba-tiba merasa kehilangan sesuatu. Pak Ishadi sangat dekat dengan kami," tutur seorang karyawan. Ishadi yang menjabat kedudukan Direktur Televisi sejak 1987, digantikan Abdul Azis Husain, Kepala Stasiun TVRI Pusat. Sementara Ishadi akan menempati pos baru, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Media Elektronika, yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Penerangan. Acara perpisahan yang berlangsung di TVRI Yogya sama mengharukannya. Ishadi melihat kota ini amat istimewa, sehingga ia menyempatkan diri untuk datang, berpamitan dengan bekas anak buahnya. Yogya memang punya kesan mendalam baginya. Dari kota inilah ide-ide Ishadi sebagai Kepala TVRI setempat (1985-1987) mencuat ke permukaan dan diperhitungkan orang. Ide-idenya yang menonjol: Khasanah Dunia PustakaMDBO MDNM(semacam resensi buku), Profil Budayawan, yang menampilkan riwayat dan kehidupan para budayawan, dan, Tanah Merdeka, sebuah acara yang dimotori para pelajar dan mahasiswa. Dan prestasi di Yogya ini, sedikit banyak, yang membuat Ishadi dipromosikan menjadi Direktur Televisi. Kesedihan pada perpisahan Ishadi di TVRI Yogya, Sabtu malam pekan lalu, terasa lebih dalam. Lagu "Selamat Datang di Yogyakarta" ciptaan Geronimo berkumandang, saat Ishadi memasuki halaman TVRI. Begitu turun dari mobil, Ishadi -- bak prajurit pulang dari medan perang -- dielu-elukan ratusan karyawan. Mereka berebut berrsalaman, dan berpelukan. Tak ada lagi tali birokrasi yang mengikat mereka. Pemandangan langka yang dramatis. Demikian pula saat berlangsung acara perpisahan di aula TVRI Yogyakarta yang dipadati karyawan. Berkali-kali terdengar pekikan "Hidup Pak Ishadi !" Sejumlah karyawan TVRI mengungkapkan, mereka berat berpisah dengan Ishadi, karena banyak yang menganggap Ishadi bukan sekadar atasan, tapi teman dalam suka dan duka. "Pak Is orang yang berhasil membangkitkan kebanggaan kami sebagai karyawan TVRI," ujar Kustilah, karyawati TVRI Yogyakarta. Oleh karyawan TVRI Yogya, Ishadi diberi kenang-kenangan, wayang kulit Begawan Ciptaning (seorang begawan, yang disuruh pergi menyepi ke pertapaan untukmencari pusaka guna memenangkan perang Bharata Yudha). Kepergian Ishadi ditangisi banyak anak buahnya. Padahal kepemimpinan Ishadi bukannya tanpa cela. Seorang karyawan senior mengungkapkan Ishadi terlalu banyak campur tang~an. Misalnya pemilihan bintang sinetron, pengaturan pengambilan gambar, atau hal-hal kecil lain yang bukan urusannya. "Seolah-olah hanya dia saja yang mampu. Anak buah dianggap tak bisa diserahi tanggungjawab," katanya. "Dalam urusan mencari sponsor, Ishadi juga suka jalan sendiri." Penggantian Ishadi memang mengejutkan. "Kami kaget mendengar berita mendadak itu. TVRI kan sedang banyak pekerjaan, kenapa Pak Is musti diganti sekarang?" ujar seorang karyawan TVRI Pusat kepada TEMPO. "Dalam keadaan sulit dana TVRI memerlukan orang seperti Pak Is." Sebuah sumber TEMPO membenarkan penggatian Ishadi, memang mendadak. Ishadi diberi tahu Senin sore, pekan lalu. Sementara acara serah terima harus dilakukan tiga hari kemudian -- Kamis pekan lalu. Padahal TVRI, seperti kata karyawan tadi, memang sedang mempersiapkan hajat besar. Selain persiapan ulang tahun TVRI ke-30 (pekan depan) yang lebih penting lagi, acara berskala internasional, Konperensi Tingkat TinggiNegara-Negara Non Blok September mendatang. Pada bulan November, TVRI juga menjadi tuan rumah sidang umum Asia Pacific Broadcasting Union. Pada Konperensi Non Blok, TVRI ditunjuk menjadi pusat pelayanan jaringan televisiasing yang meliput acara itu. Sumber TEMPO mengungkapkan digantinya Ishadi secara mendadak ada kaitannya dengan sejumlah pernyataan yang dinilai terlampau keras. Beberapa waktu lalu di harian Kompas Ishadi menyatakan keluhannya sehubungan dengan rencana Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) melakukan siaran malam. Lalu di Majalah Matra edisi Agustus 1992 ia dinilai tidak etis, menyerang TPI. Ia mempertanyakan misi TPI, yang porsi pendidikannya masih kecil. Ishadi sendiri membantah, kepindahannya akibat seringnya dia mengeritik TPI. "Saya yakin bukan karena itu. Mereka tahu saya sering membela TPI," katanya.Menurut Ishadi, ia memang sudah masanya diganti. "Tak ada hubungannya dengan tulisan di MATRA," katanya tegas. Disebutkan, umumnya jabatan direktur televisi itu 4 tahun, sementara Ishadi sudah 4,5 tahun. Terlepas benar tidaknya kaitan penggantian Ishadi dengan TPI, di lingkungan TVRI sendiri TPI memang menimbulkan kegelisahan. Kehadiran TPI yang masihnumpang peralatan TVRI, memang sering menjadi gunjingan. Seorang karyawan menuturkan, pihak TVRI mengalami kesulitan kalau mau melakukan siaran pagi hari. "Kita musti negosiasi dengan TPI. Masa untuk memakai peralatan kami sendiri kami harus negosiasi dengan pihak lain," katanya. Yang bikin kesal, karyawan TVRI sering diperintah-perintah oleh orang-orang TPI. Suatu kali seorang karyawan TPI datang ke TVRI, dan dengan sangat beranimengambil peralatan TVRI yang masih tersimpan di gudang. "Mereka main perintah agar kami membongkar gudang itu. Memangnya TVRI ini milik siapa?" ujar karyawan itu. Soal jabatan barunya, Ishadi sendiri enggan berkomentar. "Saya ini bukan apa-apa, hanya seorang Ishadi," ujarnya merendah. Namun ia menyatakan akanbertekad menekuni pekerjaan barunya, bidang penelitian yang tak kalah menariknya dengan pertelevisian. "Mungkin di sana saya punya waktu luang untuk membaca buku atau menulis artikel," ujarnya. Reaksi justru muncul dari para sahabatnya. Sutradara Teguh Karya menyebut ibarat pohon, Ishadi adalah pohon yang besar. "Ia tetap kokoh dan tak bisa tumbang dalam sehari," katanya. Sementara rekannya, Arifin C. Noer mengaku kehilangan seorang manusia dari sedikit manusia yang ada di Indonesia. "Ia orang yang berdedikasi dan mencintai bidangnya." Komentar lain datang dari ahli komunikasi Alwi Dahlan. Ia justru berharap pada Ishadi agar bisa mengubah tempat barunya agar menjadi lebih berbunyi. "Selama ini orang selalu mengira bidang penelitian dan pengembangan sebuahdepartemen tempat Jin buang anak. Saya yakin Ishadi mampu mengubah citra itu," katanya. Menurut Alwi masih banyak hal yang bisa dikerjakan Ishadi. "Kita belum punya Undang-Undang Siaran. Koran saja yang dikelola swasta punya banyak aturan, tapi TVRI yang memakai gelombang kepunyaan masyarakat, yang namanya Undang-Undang saja tidak punya. Tugas itulah yang menanti Ishadi," ujar Alwi. Menteri Penerangan Harmoko sendiri, usai pelantikan pejabat Departemen Penerangan yang baru Kamis pekan lalu, menyebutkan jabatan yang dipegang Ishadi sekarang cukup strategis. "Ishadi diperlukan di sana. Apalagimenyongsong pembangunan jangka panjang tahap kedua nanti, di mana diperlukan banyak pemikiran dan data. Seorang pejabat yang mampu spesialis akan kitakembangkan menjadi generalis," tegasnya. Harmoko dalam kesempatan itu sekaligus membantah keras pergantian Ishadi, ada hubungannya dengan kepopuleran Ishadi yang melebihi pejabat lain di DepartemenPenerangan. "Isu itu nggak ada. Pergantian itu biasa dan sudah dipikirkan masak-masak jauh sebelumnya," tegas Harmoko. Namun yang namanya gunjingan tentu tak sirna walau disebul kuat-kuat. Kaum penggunjing selalu berkata, "Bila tak ada api, tentu tak ada asap." Aries Margono, Ardian T. Gesuri, Sugrahetty Dyan, Andy Reza dan Linda Djalil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus