ORANG tua akur pun bencana buat anak. Ini cerita dari Tokyo, Jepang, yang dilanda keranjingan pachinko. Tergila-gila menyodok bola gila terbuat dari metal seukuran kelereng ini sebelum Perang Dunia II adalah permainan anak-anak. Usai perang, mainan itu diambil alih orang dewasa, dan para bocah malah dilarang. Di seantero Jepang terdapat hampir 18.000 warung pachinko. Dalam sepuluh tahun terakhir bertambah 500 buah per tahun. Permainan ini meski mengenal kalah menang, toh luput dari jangkauan Undang-Undang Judi yang ketat. Tahun lalu total uang disedot dari pecandu pachinko sekitar 126,4 milyar dolar AS. Malahan, menurut sumber kalangan industri, omzet tahunan itu mencapai 160 milyar dolar AS. Jika dihitung dengan hasil penjualan mesinnya, "Pachinko jauh lebih besar dibanding industri baja dan mobil Jepang," kata Kosho Yamada dari Pusat Riset Hiburan. Cuma kalkulasi itu menjadi ompong, sebab tiga perempat dari pemilik kedai pachinko adalah orang Korea. Dan porsi besar labanya dikirim ke Korea Utara. Selebihnya ada orang Cina dan Jepang sendiri. Menurut sumber Reuters, pengeluaran dari sebagian besar warung pachinko mengalir ke kocek kaum Yakuza, sindikat kriminal beken di Jepang. Tapi, ke mana pun melayangnya uang mereka, tampaknya orang Jepang tak peduli. Pokoknya, asoy. Berjamjam hingga larut malam, mereka tenang saja kena garuk sampai 20.000 yen atau sekitar Rp 300.000 untuk sekali main. Ada pula suami istri yang main mirip kesurupan. Begitu akurnya mereka, akibatnya fatal. Mereka lupa telah meninggalkan bayinya dalam mobil di tempat parkir. Terkurung di tengah cuaca bersuhu 55 derajat Celcius, akhir Juli lalu, si bayi mati lemas. Di tempat lain, polisi juga menemukan ada lagi bayi yang bernasib serupa. "Ironisnya, tempat orang tua bayi itu main bernama Heaven (surga), dan dalam waktu yang sama bayi mereka ada dalam neraka," komentar seorang pengusaha. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini