Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sri Tiawati sempat patah semangat menghadapi anak-anak suku Dayak Punan.
Mengidap kanker, Sri Tiawati menggunakan biaya berobat untuk membeli buku.
Ia mengumpulkan dana untuk membiayai muridnya mengikuti ujian paket A.
BERDIRI di depan 12 anak Suku Dayak Punan, Sri Tiawati membagikan buku dan alat tulis pada akhir 2014. Mengajar di Kampung Semeriot, Desa Ujang, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, perempuan itu mencoba memberikan pelajaran layaknya di sekolah formal dengan berdiri di depan mereka. Namun dia sadar, anak-anak itu tidak menyukainya. “Kehadiran saya dan peralatan belajar dibenci anak-anak,” kata Sri mengenang peristiwa itu pada Selasa, 21 April lalu.
Menolak belajar, anak-anak meninggalkan rumah kepala adat. Perempuan 27 tahun itu lalu melaporkan kondisi tersebut kepada para orang tua di Kampung Semeriot. Ia menjelaskan bahwa pendidikan diperlukan untuk menjaga masa depan hutan di wilayah itu. Apalagi luas hutan di sana mencapai 43 ribu hektare. Para orang tua akhirnya menyemangati anak masing-masing untuk kembali belajar. Para bocah kembali berkumpul di rumah kepala adat.
Lulusan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sekatak itu lalu menanyakan cara belajar yang mereka inginkan. Para murid menjawab ingin belajar di hutan. Mengikuti kemauan itu, Sri dan anak-anak berjalan menuju hutan dan berhenti di bawah pohon besar. Tapi anak-anak langsung memanjat pohon sambil membawa buku. Kelas pun bubar, Sri kembali ke Desa Ujang. Begitu pula keesokan harinya, Sri kembali menuruti keinginan mereka belajar di pinggir Sungai Bulusu. Begitu tiba, mereka malah meloncat ke sungai. “Saya marah karena merasa diabaikan oleh anak-anak,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo