Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGEDEPANKAN edukasi, lima perempuan menggerakkan penduduk lokal untuk melestarikan lingkungan. Di Desa Ujang, Kampung Semeriot, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Sri Tiawati membentuk Sekolah Adat Punan Semeriot pada 2014. Pengidap kanker ini tergerak setelah melihat masyarakat suku Dayak Punan kerap ditipu perusahaan yang merebut lahan mereka.
Di Pulau Situ Gintung-3, Tangerang Selatan, Banten, Siti Soraya Cassandra mendirikan Kebun Kumara. Ia menyulap area yang penuh sampah menjadi tempat bercocok tanam dan menghasilkan duit ratusan juta rupiah per tahun.
Irene Mindelwill Sohilait mendapat gelar “Mama Sampah” di Kota Ambon, Maluku. Mendirikan komunitas Green Moluccas, ia mengedepankan pendidikan untuk mengatasi persoalan sampah di kotanya. Irene juga mendidik ratusan anak pemulung di sekolah alam di tempat pembuangan akhir.
Di Desa Pesantren, Jombang, Jawa Timur, Wiwik Subandiah mendirikan Taman Bacaan Masyarakat Alam Riang. Selain memberikan pendidikan, taman baca ini mengedukasi warga setempat agar menghentikan perburuan burung secara besar-besaran. Adapun Anita Resky di Malang, Jawa Timur, mematahkan mitos suleten yang dipercayai sebagian warga sehingga mereka membuang popok bayi ke kali. Membuat Rumah Diapers, ia mendaur ulang popok menjadi pot bunga, tas, dan asbak.
Memulai dari nol, berkali-kali mereka gagal. Keluarga dan penduduk lokal juga kerap menentang aktivitas mereka. Hingga akhirnya orang-orang sekitar ikut bergerak menjaga lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo