Kita Harus Siap Terbakar Motto Gorbachev: "Untuk menunjukkan cahaya kepada mereka, kita harus siap untuk terbakar." Sejarah menghukum mereka yang tiba terlambat. PADA 1956, Gorbachev mendengar adanya pidato rahasia Nikita Khrushchev yang menyerang pengkultusan Stalin. Pidato yang diucapkan tanpa persetujuan politbiro itu punya dampak hebat terhadap Gorbachev. "Ia tertarik dengan keberanian politik Khrushchev yang luar biasa itu," kata Mikhailova. Peristiwa tersebut merupakan titik balik dalam kehidupan Gorbachev, yang baru menanjak 25 tahun. Pidato Khrushchev juga telah mengawali membanjirnya buku-buku dan artikel dalam majalah-majalah yang mengungkapkan kekejaman Stalinisme. Bersamaan di saat itu muncul juga pengertian baru yang mendekati reformasi, apa yang disebut: kebenaran sejarah. Gorbachev, yang termasuk dalam kategori Generasi 60-an atau Shestdesyatniki, sedang dilanda katarsis pribadi, rasa bersalah terhadap keluarga, yang terpendam sejak 1937. Itulah saat ia mulai bisa bicara tentang ketidakadilan yang menimpa keluarganya yang berasal dari "petani menengah". Stalin berhenti sebagai figur bapak, lalu dimulailah masa pencarian bapak yang baru. Ketidakhadiran ayahnya selama lima tahun pada masa remajanya, sebenarnya, dapat menyebabkan Gorby bersikap tak acuh terhadap tokoh-tokoh "bapak". Tapi, ia bukan jenis itu. Terhadap mentornya, atasan-atasan dan orang yang lebih tua, Gorby sangat penuh perhatian. Jangankan menolak, ia justru mengikuti petunjuk-petunjuk mereka. Ia telah menjadi "anak profesional". Politikus muda ini mulai bekerja sebagai deputi pada seksi ideologi Komite Komsomol Kotapraja Stavropol. Ruang kerjanya ada di tengah dan tak berjendela. Sebenarnya sebuah kedudukan rendah, mengingat bahwa ia lulusan fakultas hukum MSU. Tapi, kariernya segera menanjak cepat. Tak lama kemudian, ia menjabat ahli propaganda. Pada usia 29 tahun, ia sudah menjadi pemimpin Komsomol untuk seluruh wilayah itu. Selama 18 tahun, ia bekerja di bawah Fyodor Kulakov, Sekretaris I cabang Stavropol, yang sangat berambisi menjadikan wilayahnya sebagai daerah pertanian yang sukses. Padahal, secara pribadi, bosnya itu kasar, otoriter, dan peminum kelas berat. Sedangkan Gorbachev terkenal sebagai orang yang tak sabaran menghadapi peminum. Pada usia 31 tahun, ketika Kulakov menempatkannya dalam jajaran "kader yang punya hari depan", jalan karier Gorbachev makin tokcer. Ia berada dalam lingkungan "Mafia" yang dikepalai Kulakov. Ketika Kulakov mengambil kuliah lewat korespondensi dari Institut Pertanian Moskow -- untuk memompa kariernya -- Gorbachev pun mengekor. Dengan cara sama, ia belajar di Institut Pertanian Stavropol hingga memperoleh ijazah dalam agronomi. "Kulakov adalah gurunya," kata Gorlov, "dan ia belajar segalanya dari dia." Tapi, Gorbachev bukan tipe penurut, ia selalu obyektif. Tak takut mengkritik siapa pun yang dianggapnya keliru. Setahun sebelum usia 40, ia mencapai kedudukan politik tingkat nasional. Kulakov berhasil mengusulkan kepada Moskow agar Gorbachev menggantikannya di kursi Sekretaris Pertama Stavropol. Sampai-sampai ayah Gorbachev datang ke Stavropol pada hari pelantikan. Orang tua itu ragu apakah Gorbachev "muda" mampu menjalankan tugasnya. "Misha, apakah tidak terlalu cepat buat kamu menduduki posisi yang setinggi ini?" tanyanya. "Mereka mempercayai saya," jawab Gorvachev. "Saya akan berusaha sekeras-kerasnya mengerjakan tugas saya. Saya takkan mengecewakan mereka." Sepuluh tahun Gorbachev menjadi bos partai lokal. Popularitasnya luar biasa. Ia dikenal bisa diajak bicara, tak gampang naik pitam, dan mudah didekati. Kemampuannya mendatangkan inspirasi bagi para bawahannya. Dari rumah Sekretaris Pertama ke kantor partai daerah yang tak jauh jaraknya, ia selalu berpapasan dengan rakyat biasa. Gorbachev selalu menyempatkan diri berbicara dengan mereka untuk menampung keluhan-keluhan. Ia juga memberi izin kepada gereja lokal untuk berfungsi seperti biasa -- sebagaimana yang dikatakan oleh Archbishop Antony yang mulai bertugas di wilayah itu sejak 1975. Sekretaris Pertama dan istrinya itu juga berhubungan baik dengan golongan terpelajar di seluruh wilayah. "Mereka menyukainya," kata Georgi Starshikov, pembantunya yang bermuka singa. "Ia sangat populer. Doyan menari, menyanyi, berdeklamasi, dan paham betul dengan puisi-puisi Lermontov dan Pushkin. Ia suka menyambut dengan hangat tokoh-tokoh kebudayaan yang datang dari Moskow." Kemudian berita tersebar sampai ke Moskow bahwa Gorbachev sangat menentang kebijaksanaan Brezhnev yang menindas seni dan sastra. Kalau ada seniman, sastrawan, atau bintang panggung datang ke Stavropol, ia selalu menanyakan seni-budaya dengan penuh perhatian. "Kenapa mereka memperlakukan Solzhenitsyn dengan buruk?" tanyanya, "padahal, ia penulis pujaan saya." "Lho, mengapa Anda menanyakan itu kepada kami?" jawab para seniman yang ditanya. "Kamilah yang semestinya menanyakan itu kepada Anda." "Kalau kalian megajukan pertanyaan dengan cara itu," kata Gorbachev, "jelas, kalian tak tahu bagaimana sistem bekerja. Saya anggota Komite Sentral Partai, tapi saya tak tahu apa-apa selain garis resmi. Saya tak tahu tentang apa yang sedang terjadi, tapi akan saya lacak." Jarak Moskow dengan ibu kota provinsi tidak diukur dengan kilometer, tapi dengan tingkat kesempatan. Sepanjang sejarah Rusia, makin jauh pemerintahan provinsi dengan tsar, berarti akan lebih kreatif dan dinamik. Gorbachev memanfaatkan jarak itu dengan sebaik-baiknya. Ia melaksanakan percobaan-percobaan dapat menyebabkan kalangan ortodoks terbengong-bengong. Gorbachev sering bertengkar dengan ketua bidang pertanian dan bos pertanian di ibu kota. "Ia melibatkan diri secara pribadi dalam pertentangan itu," kenang Gorlov. Tapi, dengan fakta-fakta yang lengkap, ia selalu mendukung apa yang dikatakannya itu. Tak mudah untuk mendapatkan fakta yang terpercaya. Ia melaklukan kebijaksanaan dengan berbagai cara untuk melindungi para asistennya dari serangan birokrasi. Membujuk mereka kerja keras, mencari fakta. Menunggui mereka sampai jauh malam. Ia memilih mereka yang pandai dan mendorongnya maju. Yang sudah macet pun, masih diberi kesempatan. Tapi, untuk yang tak punya harapan, ia tak segan-segan memecat. Mottonya: "Untuk menunjukkan cahaya kepada mereka, kita harus siap untuk terbakar." Gorbachev merencanakan mengalihkan ekonomi wilayah itu dari pertanian padi ke peternakan biri-biri. Untuk itu, ia memerlukan modal. Akhirnya, ia mendapat izin untuk beraudiensi langsung dengan Sekjen Leonid Brezhnev. Pada mulanya, Brezhnev menolak keras. Tapi Gorbachev lihai. Dengan senjata kutipan-kutipan Pak Sekjen sendiri mengenai perkembangan ekonomi, akhirnya, tembus juga. "Berapa banyak biaya yang kau perlukan?" tanya Brezhnev. "Dua ratus juta rubel," jawab Gorbachev pasti. "Kalau benar-benar pintar, seharusnya ia duduk di Politbiro," pikir Brezhnev. Tak lama kemudian, Gorbachev diangkat jadi calon anggota. Dalam rapat badan tertinggi Partai itu, Brezhnev pribadi yang memperkenalkannya kepada anggota-anggota lain. Sejak itu, kapan saja Brezhnev melihat Gorbachev, ia selalu menggodanya, "Hai anak muda, bagaimana dengan kerajaan peternakan biri-birimu?" Jadi, ternyata, dikirim ke "bagian hangat dari Siberia" justru merupakan jalan ke arah keberuntungan. Bertahun-tahun kemudian, Gorbachev ditanyai oleh rekan-rekannya, "Anda tersembunyi selama bertahun-tahun di Stavropol. Bagaimana akhirnya Anda bisa muncul juga di Moskow?" Jawabnya merupakan refleksi dari realitas struktur kekuasaan politik Uni Soviet, "Oh, banyak sekali jalan dan cara untuk bersembunyi di Uni Soviet." Hanya dengan pergi ke pedalamanlah Gorbachev berhasil menjadi orang yang paling berkuasa di Moskow. Demikian analisa Vladimir Kvint, seorang ekonom, yang juga meneliti struktur kekuasaan di negeri itu. "Hierarki suatu kekuasaan yang mutlak berbentuk bagaikan segitiga terbalik. Hanya satu orang saja yang bisa memutuskan segala-galanya, dialah orang yang ada di puncak," kata Kvint. "Itulah yang terjadi di Uni Soviet sampai periode Brezhnev. Mereka yang tetap berada di Moskow telah termakan hidup-hidup oleh persaingan di kalangan ratusan, bahkan ribuan, yang ingin naik ke atas. Mereka harus saling menunggu, jadi begundal, lemah, dan terkorupsi oleh keadaan." Kvint selanjutnya percaya, apabila Gorbachev terus berada di Moskow, ia hanya akan jadi kerani saja -- persis seperti saudara laki-lakinya. Leonid Brezhnev memerintah di Uni Soviet selama 18 tahun (1964-1982). Dalam periode itulah, Gorbachev berjuang untuk naik ke atas. Brezhnev adalah godfather para koruptor kelas-kelas tinggi. Ia dan pengikut-pengikutnya hidup bagaikan para pangeran pada masa feodal. Ia suka sekali memamerkan kehebatan-kehebatannya. Kepada tamu-tamu luar negerinya, ia memperlihatkan bagaimana villanya (dacha) diperlengkapi dengan sebuah kolam renang seukuran olimpik, yang akan terpampang di muka begitu memijat sebuah tombol. Pesta mabuk-mabukan dengan para gadis muda merupakan kebiasaan yang tak pernah dilewatkan di akhir-akhir pekan di dacha-nya. "Gorbachev tak pernah datang ke pesta-pesta seperti itu," kata Andrev Brezhnev, 21 tahun, cucu Pak Sekjen. "Kakek tak pernah berpikir untuk mengundang Gorbachev ke pesta-pesta seperti itu." Menjelang akhir 1970-an segalanya lancar, baik bagi Kulakov maupun Gorbachev. Keduanya berhasil menelurkan model komputer untuk menuai, yang mendapat pujian dalam Pravda. Kulakov disemati bintang oleh Brezhnev sendiri. Santer terdengar bahwa ia akan menggantikan Pak Sekjen, yang kesehatannya makin mundur. Tapi, tiba-tiba saja nasib Gorbachev melenting ke langit biru. Pada Juli 1978, ia mendapatkan dirinya di panggung tertinggi di atas Lapangan Merah, dikelilingi oleh para super-elite partai. Ia membacakan eulogi penguburan Kulakov, yang meninggal dengan tiba-tiba. Brezhnev tak hadir dalam upacara itu. Pada bulan September, Yuri Andropov memanggilnya untuk bertemu langsung dengan Brezhnev dan tangan kanannya, Konstantin Chernenko. Dua bulan kemudian Gorbachev "terpilih" sebagai Sekretaris Komite Sentral. Namanya tertera paling akhir dalam urutan anggota, tapi ia sedang dalam perjalanan menuju Moskow. Suslov bertindak sebagai pelindung yang membawa Gorbabchev ke Moskow. Tapi, ketika Andropov yang menggantikan Brezhnev mengadakan pembersihan atas korupsi yang dilakukan klik Brezhnev, Suslov, yang mestinya terlibat, meninggal dengan tiba-tiba. Bersama Gorbachev, Andropov memecati seperlima dari para sekretaris wilayah dan menjungkirkan sembilan dari 23 anggota Komite Sentral. Ketika tim dokter menyampaikan bahwa Andropov hanya tinggal lima tahun lagi hidup, ia menyerahkan segala urusan negara, terutama pembersihan atas para koruptor, kepada Gorbachev. Pada akhirnya, Gorbachev-lah yang bertindak atas nama Andropov -- yang sedang terbaring di rumah sakit -- untuk mengurus negara. Ketika Andropov meninggal, para pemimpin tua memilih Chernenko sebagai Sekjen selama setahun. Tapi, tak lama kemudian, Chernenko pun harus pamit dari dunia, dan Gorbachev menjadi pemimpin tertinggi Soviet. Sejarah hidup Gorbachev mencerminkan beberapa tingkah lakunya sebagai seorang negarawan. Kita lihat bagaimana seorang yang pandai dan energetik -- yang hidup pada masa berkobarnya Stalinisme dan bahkan dibentuk dalam sistem tersebut -- sadar, lalu mencoba melawannya. Tapi, ia tak berontak. Ia mencoba hidup untuk bisa selamat dalam lingkungan yang tak bersahabat itu. Ia hanya bersabar dan menunggu saatnya yang tepat untuk berbuat sesuatu. Ia diangkat menjadi bos wilayah, dan ia mulai dengan berusaha memperbaiki keadaan di sana. Sangat mengherankan, 25 tahun kemudian, ia muncul dengan gagasan-gagasan yang hebat dan berusaha merealisasikannya. Ketika pada akhirnya ia memegang kendali pimpinan nasional, ia tahu keadaan negara demikian buruknya. Tapi, gagasan-gagasannya menjadi radikal secara pelahan dan bertahap. "Hanya setelah berada di puncak kekuasaan, ia sadar bahwa reformasi ekonomi tak akan ada artinya kalau tanpa diimbangi dengan reformasi politik. Saya kira, buat dia, proses belajar yang sangat menyakitkan, untuk berubah dari seorang reformis menjadi benar-benar revisionis," kata pakar masalah-masalah komunis terkemuka, Zbigniew Brczezinski. Yang juga menarik adalah melihat kebobrokan-kebobrokan itu, Gorbachev lebih suka bekerja di dalam sistem, ketimbang berada di luar dan menjadi oposisi -- yang tidak akan efektif, tentu saja. Maju ke depan, dalam menghadapi segala kesukaran, telah menjadi tema hidupnya. Dapat diduga bahwa ia akan tetap tegar sampai akhir masa kepemimpinannya. Ia akan terus mendidik, membujuk, memaksa, dan berkhotbah mengenai visi yang dipercayainya. Sambil menengok ke arah para pemimpin dan partai Komunis di Eropa Timur yang sedang tercerai-berai, ia berkata, "Sejarah menghukum mereka-mereka yang tiba terlambat." A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini