Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Cina disebutkan memprotes pengeboran sumur kilang minyak dan gas bumi di Laut Natuna Utara.
DPR dan akademikus menyarankan agar pemerintah menegaskan wilayah yang diklaim Cina itu merupakan perairan Indonesia.
Klaim Indonesia berawal dari Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS.
JAKARTA — Kementerian Luar Negeri menyatakan lokasi pengeboran sumur minyak dan gas alam di Laut Natuna Utara—dulu dikenal dengan Laut Cina Selatan—yang disebutkan diprotes pemerintah Cina, berada di wilayah Indonesia. "Secara faktual, proses drilling sudah selesai, yang dengan sendirinya merupakan perwujudan kedaulatan Indonesia," kata Teuku Faizasyah, juru bicara Kementerian, kepada Tempo, kemarin. "(Berada) di zona ekonomi eksklusif Indonesia."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Faizasyah tidak bersedia menjelaskan lebih jauh dengan alasan belum memiliki cukup rujukan dokumen ihwal kabar protes dari Cina tersebut. Dia juga menekankan bahwa komunikasi diplomatik bersifat tertutup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan aturan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangs, UNCLOS, Zona Ekonomi Eksklusif adalah wilayah sejauh 200 mil laut dari garis pangkal tempat lebar laut teritorial diukur. Di perairan itu, Indonesia memiliki hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi serta konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam. Batasnya dari perairan di atas dasar laut serta dari dasar laut dan tanah di bawahnya.
Menurut Faizasyah, Indonesia menggelar berbagai kegiatan di Laut Natuna Utara, termasuk berunding dengan Vietnam soal zona ekonomi eksklusif. “Kegiatan yang dimaksudkan adalah patroli oleh TNI Angkatan Laut atau oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla),” kata dia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah. Antara/Prasetyo Utama
Sengketa di Laut Cina Selatan kembali memanas setelah dua hari lalu kantor berita Reuters menulis pemerintah Cina mengirimkan protes ke Indonesia. Beijing meminta Jakarta menghentikan pengeboran minyak serta gas alam di Laut Natuna Utara yang diklaim Cina sebagai bagian wilayah sembilan garis putus atau nine-dash line. Cina juga memprotes latihan militer bertajuk Garuda Shield. Berlangsung di Laut Natuna Utara pada Agustus lalu, latihan militer ini melibatkan 4.500-an tentara Indonesia dan Amerika Serikat.
Dalam artikel tersebut, anggota Komisi Pertahanan DPR, Muhammad Farhan, disebut mengetahui surat tersebut. Farhan menyebutkan satu surat dari diplomat Cina kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan jelas meminta penghentian pengeboran di rig lepas pantai karena mereka klaim sebagai perairan Cina. Mereka memprotes latihan militer di surat terpisah.
Syaifullah Tamliha, anggota Komisi Pertahanan DPR, mengatakan pemerintah bisa menjelaskan kepada Cina bahwa wilayah itu merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UNCLOS pada 1982. “Sebagai negara berdaulat, kita harus tegas menyatakan bahwa Natuna adalah wilayah Indonesia,” kata politikus Partai Persatuan Pembangunan itu kepada Tempo.
Menurut Tamliha, Indonesia juga tengah mencoba membicarakan masalah di perairan itu dengan Vietnam, meski belum ada kemajuan berarti. “Kami berharap Pak Jokowi bijak menanggapi hal ini. Ini menyangkut kedaulatan wilayah kita,” ujar dia.
Dave Akbarshah Fikarno, anggota lain di Komisi Pertahanan DPR, yakin Kementerian Luar Negeri sudah di jalur yang benar dalam menanggapi protes ini. “Pemerintah tetap tegas menjalankan rencananya sesuai dengan aturan yang ada,” katanya.
Politikus Partai Demokrat yang juga anggota Komisi I DPR, Syarief Hasan, mengatakan pemerintah bisa mengabaikan protes Cina tersebut. Sebab, hukum internasional telah menetapkan lokasi pengeboran di Laut Cina Selatan itu sebagai wilayah Indonesia. “Pemerintah harus tegas dan menyampaikan bahwa wilayah itu milik Indonesia,” kata dia. Klaim tersebut, dia melanjutkan, perlu didukung kehadiran negara secara fisik, misalnya lewat patroli TNI.
Guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan Indonesia tak perlu menanggapi protes Cina. “Justru pemerintah Indonesia melalui Bakamla perlu mengamankan pelaksanaan pengeboran di rig lepas pantai oleh perusahaan,” ujarnya. Kedutaan Besar Cina tidak menanggapi permintaan wawancara konfirmasi yang dilayangkan Tempo.
DIKO OKTARA | BUDIARTI UTAMI PUTRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo