Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kualitas Udara Dunia 2020: Polusi di Jakarta Tetap Tinggi Selama PSBB

Polutan PM 2.5 dari pembangkit batu bara di Suralaya mencapai wilayah Jakarta selama periode PSBB dan mempengaruhi kualitas udara.

18 Maret 2021 | 09.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Data kualitas udara global IQAir menunjukkan, tingkat polusi PM 2.5 di Jakarta, tetap tinggi selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 2020. IQAir Visual menyatakan Jakarta berada di peringkat lima besar kota di dunia yang kualitas udaranya terburuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kualitas udara di Jakarta tetap dalam kisaran yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya." Demikian laporan yang dikutip Tempo, Kamis, 18 Maret 2020. Angka ini diperoleh dari analisis Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang dapat diakses di situs Greenpeace Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PM 2.5 merupakan partikel mikro yang dapat terbang jauh dan bertahan lama di atmosfer. Laporan Kualitas Udara Dunia 2020 ini mengacu pada data PM 2.5 stasiun pemantau berbasis darat di 106 negara.

Sepanjang 2020, 84 persen dari 106 negara meningkat kualitas udara. Rata-rata karena adanya karantina wilayah global guna menekan penularan Covid-19.

Di Singapura misalnya, polusi udara turun 38 persen ketimbang 2019. Tingkat pencemaran di Wuhan juga turun 18 persen, Seoul 16 persen, dan Delhi 15 persen.

Walau PM 2.5 tinggi, tapi konsentrasi NO2 di Ibu Kota turun 33 persen. Tingkat PM 2.5 dan NO2 di Ibu Kota terus meningkat pada masa PSBB Transisi.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, turunnya NO2 sebagian besar disebabkan merosotnya aktivitas transportasi dan industri selama PSBB.

Pembangkit listrik tenaga batubara di luar Jakarta jadi sumber pencemar udara yang berkontribusi pada tingkat PM 2.5. Salah satunya pembangkit listrik tenaga batu bara Suralaya di Banten.

Menurut Bondan, senyawa NOx dari aktivitas batubara ini dapat teroksidasi untuk membentuk partikel PM 2.5. "Karena lintasan angin yang berlaku, polutan PM 2.5 dari pembangkit batu bara ini mencapai wilayah Jakarta selama periode PSBB dan mempengaruhi kualitas udara di kota."

Greenpeace Indonesia mendesak Pemerintah DKI Jakarta menambah stasiun pemantauan kualitas udara yang dapat mewakili Jakarta secara keseluruhan. Jakarta juga perlu menyediakan sistem transportasi publik terintegrasi serra berkoordinasi dengan pemerintah Jawa Barat dan Banten demi mengendalikan pencemaran udara lintas batas.

 

Lani Diana

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus