Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merevisi keputusan terdahulu yang hanya mengizinkan belajar tatap muka di sekolah pada daerah berstatus zona hijau dari penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Kali ini Kementerian Pendidikan membolehkan pembelajaran offline di wilayah zona kuning.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengatakan pemerintah telah mempertimbangkan banyak hal sebelum melansir keputusan itu. Misalnya, banyak siswa dan guru kesulitan mengikuti sekolah online, pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan akan mengancam banyak siswa putus sekolah karena terpaksa membantu keuangan keluarga di masa pandemi, serta terjadi kesenjangan nilai karena akses teknologi yang tidak merata. “Ada juga peningkatan kekerasan pada anak dan risiko psikososial seperti stres,” kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nadiem, pelaksanaan kebijakan ini tetap mengedepankan prinsip kesehatan dan keselamatan murid, guru, serta keluarga. Dia mewanti-wanti bahwa sekolah wajib kembali tutup ketika daerah berstatus hijau dan kuning berubah menjadi oranye atau merah.
Keputusan Menteri Pendidikan membuka sekolah di zona kuning ini sekaligus merevisi surat keputusan bersama empat menteri. Pada Juni lalu, Menteri Pendidikan Nadiem, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Kesehatan Terawan A. Putranto, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan izin sekolah tatap muka hanya berlaku di zona hijau.
Dalam ketentuan baru ini, ada beberapa kriteria sekolah yang boleh menggelar pembelajaran secara langsung. Syarat utama adalah izin kepala daerah setempat dan persetujuan orang tua murid. Berikutnya, sekolah harus memenuhi daftar periksa dari pemerintah. Poin di check list itu, antara lain, ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, kemampuan mengakses fasilitas layanan kesehatan, kesiapan menerapkan area wajib masker, kepemilikan alat pengukur suhu badan, serta kemampuan memetakan warga sekolah yang tak boleh masuk--misalnya pernah berkontak fisik dengan pasien Covid-19.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Satriawan Salim, mengatakan kebijakan tersebut sangat berbahaya karena murid, guru, dan orang tua siswa berpotensi tertular Covid-19. Ia mengatakan organisasinya sudah menyampaikan penolakan pembukaan sekolah di zona kuning saat Kementerian Pendidikan mengundang mereka berdiskusi, beberapa waktu lalu. “Keputusan ini diambil karena pemerintah pusat enggak bisa memberikan pelayanan di pembelajaran jarak jauh,” kata dia.
Satriawan mengatakan seharusnya pemerintah mengatasi hambatan sekolah jarak jauh, seperti ketiadaan gawai dan koneksi Internet, pada guru dan siswa. Selama belajar di rumah, sejak virus corona merajalela pada Maret lalu, siswa tidak terlayani dengan baik. “Yang enggak ada Internet, belajar sampai ke kaki gunung demi mendapat sinyal,” ujarnya.
Ahli wabah dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, meski di zona hijau, membuka kembali sekolah tetap berisiko memunculkan penularan Covid-19. Menurut dia, status zona hijau dan kuning tidak berarti, karena mobilitas penduduk antar-zona sangat dinamis. “Kalau mau ambil keputusan, jangan berdasarkan warna zona, tapi berdasarkan kondisi sekolahnya. Apakah sekolahnya sudah siap?” katanya, kemarin. Pandu menyarankan agar pemerintah menciptakan kondisi sekolah yang aman dari penularan virus, seperti pembatasan orang, menjaga jarak fisik, memakai masker, dan mencuci tangan.
DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo