Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gus Dur Berniat, Marzuki Berkiat |
Syahril Sabirin bersumpah tak menghadiri pertemuan 11 Februari 1999. Sumpah palsu?
Presiden Abdurrahman Wahid pernah mengutarakan keinginannya mengganti Syahril Sabirin, tahun lalu. Namun niatnya itu tak dapat dilaksanakan. Maklum, Undang-Undang Bank Sentral menyatakan hak mengangkat dan memberhentikan Gubernur Bank Indonesia berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kendati demikian, bukan berarti hal ini tak dapat dilakukan. Jaksa Agung Marzuki Darusman kini punya peluang untuk menggulingkan Syahril Sabirin dari kursinya itu. Soalnya, kesaksian di bawah sumpah Gubernur Bank Indonesia ini dalam persidangan Joko S. Tjandra diragukan kejaksaan. Ini tidak saja berpotensi membuat orang nomor satu BI itu terjerat pidana melakukan keterangan palsu di bawah sumpah, tapi juga membuatnya dinyatakan tersangka dalam kasus penyidikan perkara cessie Bank Bali.
Adalah Firman Soetjahja, bekas Direktur Bank Bali, yang memberi kesaksian berlawanan. Perbedaan itu menyangkut keberadaan Syahril dalam pertemuan 11 Februari tahun lalu. Syahril menyangkal hadir dalam pertemuan di Hotel Mulia itu, padahal Firman bersumpah bertemu Syahril saat itu.
Mana yang benar? Wallahualam. Senin ini, kejaksaan akan meminta Syahril membuktikan keberadaannya di tempat lain pada saat pertemuan itu berlangsung. Selain Firman Soetjahja, ada lagi seorang saksi yang mengaku bertemu Syahril Sabirin dalam pertemuan di hotel di kawasan Senayan, Jakarta, itu. Irvan Gunardwi, bekas Manajer Divisi Legal Bank Bali, mengaku menghadiri pertemuan yang membahas masalah piutang Bank Bali yang tak kunjung cair itu. Bersama Syahril, ada lima orang lain yang disebut-sebut ikut hadir tapi masih menyangkal. Mereka adalah A.A. Baramuli, Tanri Abeng, Pande Lubis, Joko S. Tjandra, dan Setya Novanto.
Apa peran Syahril dalam pertemuan itu? Menurut Firman, saat itu A.A. Baramuli, yang masih menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung, meminta agar Syahril memuluskan klaim antarbank milik Bank Bali yang masih parkir di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Sebab, sudah 76 kali permohonan pencairan piutang selalu ditolak dengan alasan terlambat. Tak ada yang tahu apakah Syahril mengiyakan permintaan Baramuli.
Yang pasti, sehari setelah pertemuan, Bank Bali mengajukan klaim ke BPPN. Ternyata surat tanggal 12 Februari itu menjadi surat tagihan terakhir bank berlambang jempol ini. Bahkan, dalam tempo seminggu terjadi pengubahan surat keputusan bersama (SKB) antara Kepala BPPN dan Gubernur BI, yang membuka peluang pencairan klaim antarbank seluas-luasnya.
Hasil audit investigasi Pricewaterhouse Coopers menyebut pentingnya pertemuan di Hotel Mulia dalam perancangan skenario skandal Bank Bali yang bernilai ratusan miliar itu. Auditor independen ini tak percaya bahwa Syahril tak terlibat dalam kasus ini. Sebab, pencairan dana dari BI melibatkan bagian-bagian antardepartemen di dalam bank sentral.
Pricewaterhouse Coopers melihat, secara pribadi Syahril melakukan campur tangan guna mempercepat pembayaran klaim Bank Bali pada malam hari tanggal 1 Juni. Saat itu Pande Lubis, Wakil Kepala BPPN, datang ke BI dengan membawa dua surat yang ditujukan kepada Syahril. Erman Munzir, Direktur Urusan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan BI, menyiapkan memo untuk menyertai surat tadi dan mengalamatkannya kepada Gubernur BI.
Surat itu ditanggapi Syahril, yang kemudian membuat nota singkat untuk memerintahkan agar pembayaran klaim Bank Bali segera diproses. Kemudahan dari Syahril ini mengherankan. Sebab, sebelumnya dia menolak permintaan pembayaran klaim serupa dari bank lain yang belum diverifikasi. Berapa besar Syahril dapat bagian? Tak ada petunjuk yang mengarah pada perpindahan uang ke rekening Gubernur BI yang dikenal lurus oleh teman-temannya itu.
Jaksa Agung Marzuki Darusman melihat kegiatan kongkalikong yang melawan hukum lahir dalam pertemuan 11 Februari itu. "Lewat strategi persidangan, kita akan dapatkan pengakuan dari Gubernur BI," kata Marzuki dengan yakin. Kecuali Syahril bisa menunjukkan alibinya, Gubernur BI ini akan diperiksa lebih intensif dan ditingkatkan statusnya sebagai tersangka.
Hingga Jumat lalu, Syahril tetap menyangkal kehadirannya dalam pertemuan di Hotel Mulia. "Saya tetap konsisten," kata Syahril seusai diperiksa di Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Soal cessie yang tiba-tiba bisa mulus dikeluarkan, "Itu kan perintah dari yang punya dana. BI sekadar pemegang rekening," katanya.
Tapi, tunggu dulu. Seorang pejabat tinggi di kantor Syahril membisikkan kepada TEMPO, dia tahu betul bahwa Syahril hadir dalam pertemuan di Hotel Mulia. Namun, setelah pertemuan, dia tidak melihat Syahril memerintahkan bawahannya untuk memuluskan pencairan dana Bank Bali. Sampai kapan Syahril akan menyimpan rahasianya? "Pak Syahril akan mengakuinya. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja," kata sang pejabat.
Kalau info pejabat itu akurat, berarti keinginan Gus Dur mengganti Syahril Sabirin akan tercapai. Tapi, soal siapa pengganti yang diinginkannya, tampaknya masih gelap.
Agung Rulianto, Andari Karina Anom, Wenseslaus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo