Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lari berdasar primbon lari berdasarkan primbon

Lasmari melarikan diri setelah berpura-pura membuatkan kopi untuk polisi di rumahnya di desa ngelak. polisi terkecoh oleh sikapnya ketika mengambil sarung di atap rumahnya. konon lasmari hafal primbon. (ina)

19 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAIN kali, kantor polisi harus dilengkapi primbon -- agar bisa melawan bromocorah yang bakal membuat susah. Lasmari, bromocorah itu, dengan tenang mengunjungi rumahnya di bawah pengawalan dua polisi, Sertu Rochin dan Kopda Putut. Hari itu, minggu terakhir bulan lalu, Lasmari memperagakan bagaimana ia merampok harta benda Karsini, seorang nenek di Desa Ngelak. Adapun pulang ke rumah itu dimaksud untuk mengambil senter dan sarung yang sudah digunakan merampok, dan yang sekaligus akan dijadikan barang bukti oleh polisi. Di rumahnya, Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Ja-Tim, keluarga Lasmari menyambut anaknya yang menempuh jalan sesat ini dengan baik-baik. Begitu pula para tetangga. Kepada polisi, Lasmari, yang masih muda tapi sudah menjadi dukun ini, mengatakan bahwa senter dan sarung yang akan diambil ada di langit-langit rumah. Kedua polisi menengok sejenak ke atas. Suasananya memang akrab dan wajar. Akhirnya, borgol di tangan Lasmari dilepas. Mana bisa naik ke langit-langit, dalam keadaan terborgol? Tapi polisi tetap waspada: siapa tahu dari langit-langit, Lasmari akan meloncat dan kabur. Mereka sukses: Lasmari tidak lari. Ia turun membawa sarung -- aneh, ya, sarung berada di langit-langit? Tapi maling ini terbukti jujur. Dan kedua polisi, karena itu, tak menampik ditawari kopi. Lasmari pun pergi ke belakang, membuat kopi. Pernah dengar, ada tahanan dibiarkan pergi membuat kopi? Tapi suasananya memang begitu biasa. Dan dengan biasa pula polisi akhirnya menjenguk ke belakang, setelah kopi yang dijanjikan tak muncul juga. Dan, seperti yang sudah Anda duga, tidak ada Lasmari. Ia kabur dengan "sarung sakti"nya. Biasa, bukan? Penduduk setempat, termasuk Kepala Desa Amadanom, Rusdi -- yang dulu menangkap bromocorah itu -- ramai-ramai mengejar. Lha, dikejar ke mana, wong sudah terlambat? "Yang saya sesalkan, mengambil barang dan menyediakan kopi 'kan bisa orang lain. Kenapa kok Lasmari sendiri," Rusdi bergumam. "Habis bagaimana. Wong sudah lari. Dia itu 'kan bromocorah, ya tentu saja kesit," komentar Kapolsek Dampit, Lettu Wachid. Di mata sang Kapolsek, ini hanya kasus salah perhitungan. Bukan soal salah menjaga, tidak awas, atau yang seperti itu. "Lasmari itu hafal primbon, lho. Sedang kami tidak. Anak buah saya mengejarnya ke arah barat daya," kata Lettu Wachid. Padahal, berdasar perhitungan naga, di hari Jumat Kliwon 27 Juni itu, saat Lasmari hengkang, pengejaran mestinya dilakukan ke arah timur laut. Begitu menurut primbon Jawa. Yah, itulah akibatnya kalau di kantor polisi tidak ada primbon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus