Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lengkap Meriah di Pasar Murah

Produk Cina menyerbu kawasan Pecinan Jakarta dan factory outlet di Bandung. Mutunya di atas barang lokal.

19 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELUAR dari Pasar Pagi Asemka, Jakarta Barat, bungah nian hati Wulandari. Sebuah mobil mainan baru saja dibelinya untuk anak kesayangannya. ”Senangnya dapat barang murah meriah,” kata arsitek lepas ini ketika ditemui setelah berbelanja, Selasa pekan lalu.

Perkara harga, barang-barang di Pasar Asemka memang jauh lebih murah ketimbang di pusat perbelanjaan. Contohnya, ya mobil mainan berpengendali jarak jauh buatan Cina yang baru saja dibeli Wulan. Di toko, harganya Rp 200 ribu. Di Asemka hanya Rp 75 ribu. ”Selisihnya jauh,” kata perempuan Tionghoa itu.

Kawasan Pasar Asemka, yang juga beken dengan sebutan Pasar Pancoran, selama ini memang dikenal sebagai salah satu surga belanja produk impor asal Cina. Koleksinya terbilang lengkap, mulai dari makanan kecil, manisan, mainan anak, perhiasan imitasi, aksesori, hingga keramik dan barang pecah-belah lainnya.

Semua produk itu terserak di ratusan kios yang tersebar di kawasan Jalan Pancoran, Jalan Pintu Kecil, Jalan Petak Sembilan, dan Jalan Petongkangan di Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat.

Kenapa harganya bisa murah? Sebab, rata-rata pedagang di kawasan Pecinan ini tergolong distributor utama yang mengambil barang langsung dari importir. Mayoritas pelanggan mereka adalah pedagang yang membeli barang dalam jumlah besar untuk dijual kembali.

Bukan itu saja. ”Untuk pembelian dalam partai besar atau eceran berlaku harga grosir,” kata Ang Khe Liong alias Andrian, salah satu pemilik kios mainan di Jalan Petongkangan.

Andrian, yang memulai bisnis mainan lima tahun lalu, mengaku 95 persen dagangannya berasal dari Cina. Sisanya produk lokal. Tapi, ”Produk lokal seret jalannya,” ujarnya. Lagi pula, produk asal daratan Tiongkok dinilai lebih kuat dan awet ketimbang produk lokal. Bahkan tak jarang dianggap bisa menyamai buatan Jepang atau Eropa.

Karena itulah ia tak ragu memilihnya. Setiap bulan, empat hingga enam lusin mainan diboyongnya dari sana. Dari jualannya itu, omzetnya kini rata-rata Rp 5 juta sehari.

Chandra Saputra, distributor makanan kecil dan manisan di Jalan Panco-ran, Jakarta Barat, termasuk pedagang yang juga berhasil mendulang rezeki. Sejak dulu keluarganya memang penjual aneka makanan, manisan, dan permen khas Cina.

Menjelang hari raya Tahun Baru Imlek, dagangannya pun laris-manis. Jika di hari-hari biasa 50 kilogram persediaan barang dagangannya baru habis dalam sebulan, mendekati pergantian tahun baru Cina ini dalam seminggu barang sudah ludes terjual. ”Ini lagi ramai-ramainya,” katanya, berseri-seri.

Selain di kawasan Pecinan Jakarta, produk Cina rupanya juga telah lama merambah pasar garmen di Bandung. Booming ini khususnya melanda sejumlah factory outlet (FO) di ibu kota Jawa Barat ini sejak tiga tahun lalu.

Menurut seorang pengusaha FO yang tak mau disebut namanya, 20-30 persen dari jumlah total FO di Bandung hingga kini masih menjual produk garmen asal Cina. ”Produk Cina nggak mungkin hilang,” katanya. ”Bahkan terus bertambah tiap tahun.”

Di gerainya, hampir semua barang yang dijual adalah produk garmen dari Tiong-kok. Dua bulan sekali ia harus terbang ke Negeri Tirai Bambu, memilih produk garmen yang menarik dan mengirimnya ke Indonesia. Jika tak laku, sebulan sekali FO-nya menggelar obral besar.

Pria paruh baya ini juga mengakui mutu produk lokal kalah jauh dibanding produk Cina. Dari segi bahan, produk impor ini lebih baik. Biaya produksi juga lebih murah. Dan yang penting, produk fashion-nya lebih mengikuti tren. ”Pembeli pun lebih bangga pakai produk luar ketimbang produk lokal,” ujarnya.

Suara berbeda datang dari Perry Tristianto. Menurut pemilik FO China Emporium Bandung ini, akibat tingginya biaya pengiriman, produk garmen Cina justru tak lagi diminati para pengusaha FO di Kota Kembang. Perry pun mengaku tertarik pada produk lokal. ”Harganya murah dan kualitasnya jauh lebih bagus,” kata pemilik 15 gerai FO ini.

Senada dengan Perry, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jawa Barat, Ade Sudrajat, mengatakan, 30 persen produk garmen dari Cina sudah kembali tergeser oleh produk lokal. Kini giliran Jawa Tengah dan Jawa Timur yang jadi sasarannya.

DA Candraningrum, Rinny Srihartini (Bandung)

Semua Ada di Sini

Kampung Cina, Kota Wisata Cibubur

  • Fashion Cina
  • Obat dan jamu herbal Cina
  • Perlengkapan rumah tangga

China Trade City Mangga Dua Square (Jakarta Utara)

  • Fashion Cina
  • Akupunktur dan refleksi
  • Obat dan jamu herbal Cina
  • Pusat klinik Cina
  • Sekolah musik Cina

Pasar Glodok (Jakarta Barat)

  • Peralatan elektronik
  • Komputer

Jalan Pinangsia (Jakarta Barat) Perlengkapan rumah tangga

Pasar Pancoran atau Pasar Asemka (Jakarta Barat)

  • Makanan kecil dan manisan khas Cina
  • Mainan anak-anak
  • Perhiasan imitasi dan aksesori
  • Keramik dan barang pecah-belah

Pertokoan Harco Mangga Dua (Jakarta Pusat)

  • Komputer
  • Peralatan elektronik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus