Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhammad Sadad, pemilik Erigo Store, bermimpi mengelola bisnis sendiri sejak duduk di sekolah menengah atas. Namun keinginan pria berusia 28 tahun tersebut baru terwujud pada 2010, saat ia berkuliah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sadad-panggilannya-membuat jenama bernama Selected and Co yang ternyata sudah dimiliki pengusaha lain, sehingga ia mesti menggantinya. Ia lalu mengganti jenamanya menjadi Erigo pada Juni 2013. Selama setahun berjalan, demi membesarkan nama Erigo, dia menggelontorkan kocek puluhan juta rupiah untuk mengikuti pameran demi pameran hingga ke negeri jiran. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Pameran tersebut justru membuatnya merugi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibatnya, ia terpaksa berhenti kuliah. "Saat itu utang gue udah numpuk, gue harus fokus, ini harus gue selesaikan," kata dia. Kegagalan tersebut membuatnya "bangun" dan berfokus mengembangkan produknya hingga menjadi populer di kalangan anak muda milenial. Ketika menyebut jenama Erigo, kesan street style tertancap lekat di benak para milenial, berkat produk celana jins, jaket, topi, dan tas yang laris manis.
Sadad lantas sampai pada titik membutuhkan suntikan modal untuk melakukan ekspansi bisnis. Biasanya dia akan meminjam modal usaha kepada teman-teman atau teman sesama pebisnis. Tapi lama-kelamaan Sadad merasa sungkan. Selain itu, bunga yang ditetapkan atas pinjaman tersebut cukup tinggi.
Salah seorang temannya menyarankan agar Sadad mencari pinjaman modal usaha ke fintech lending yang saat ini kian agresif di Indonesia. "Dia bilang, coba cari peer-to-peer (P2P) lending yang banyak kasih pinjaman dana," kata dia. Sadad menuruti saran temannya tersebut. Dia pun menjajal peruntungan di P2P fintech lending KoinWorks.
Menurut Sadad, keuntungan meminjam di fintech lending adalah prosesnya lebih ringkas dan cepat dibanding meminjam dengan cara konvensional. "Waktu tidak tersita, tidak banyak habis di jalan," kata dia. Selain itu, proses pencairan dananya tergolong cepat.
Modal usaha yang didapatnya tersebut ia manfaatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang meningkat drastis selama Lebaran. Sadad tidak ingin melewatkan momen-momen menjelang Lebaran tersebut. "Untuk menyiapkan produk yang cukup banyak buat Lebaran, gue harus punya dana tambahan karena bikin produk ini bukan kayak bikin permen yang bisa langsung jadi. Butuh waktu berbulan-bulan. Sementara dana tambahan sudah terpakai buat yang lain-lain," kata dia.
Sadad bukan satu-satunya yang berhasil memanfaatkan pinjaman digital untuk mengembangkan bisnis. Pinjaman berbasis aplikasi digital ini kini kian marak ditemui. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan izin bagi 63 perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi (fintech peer-to-peer lending) di Indonesia. Di luar itu, ada 227 entitas yang belum resmi-34 di antaranya dalam proses pendaftaran. Keberadaan fintech lending itu seperti membaca peluang tentang kebutuhan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 1.000 triliun yang belum terlayani lembaga keuangan konvensional.
Sandi Ardianto, pemilik label sepatu Dane and Dine, misalnya, berhasil menjadi salah satu penguasa pasar sepatu lokal online berkat suntikan modal tambahan dari platform serupa. Produknya tidak lagi berupa sneaker saja, karena sudah merambah ke produk ransel.
Menurut Sandi, selama mengembangkan usahanya, ia pernah mendapat pinjaman dari bank konvensional dan investor perorangan. Ia menilai prosedur yang tidak ringkas bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu. Selama itu pula, waktunya banyak tersita. Ketika dana pinjaman turun, jumlah pinjaman yang ia dapatkan tidak besar.
Sandi merupakan salah satu pedagang aktif di situs belanja online Lazada. Ia lalu mengajukan pinjaman di situs tersebut yang bekerja sama dengan KoinWorks. "Saya yakin usaha ini akan berkembang pesat karena pasarnya yang besar di Indonesia, asalkan didanai lebih besar," kata pria tamatan SMA ini.
Sandi tak menyebutkan berapa pendanaan yang ia terima saat itu. Dia menjelaskan, tambahan dana tersebut digunakan untuk memperbanyak stok produk dalam inventorinya. Dana tersebut juga mampu menutupi utang yang membebani neraca keuangannya selama ini. "Saya jadi leluasa mengembangkan produk," kata dia.
Dengan profit yang terus meningkat, risiko kredit macet jadi kian rendah. Menurut CEO KoinWorks Benedicto Haryono, angka kredit macet di perusahaannya sangat rendah, di bawah satu persen. "Risikonya masih sangat bagus," kata Ben-panggilannya.
KoinWorks merupakan start-up P2P fintech lending yang berfokus pada pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Perusahaan yang resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016 ini menghimpun dana masyarakat yang ingin berinvestasi mulai dari Rp 100 ribu. Dana ini lalu dikembalikan lagi ke masyarakat, tepatnya komunitas UMKM, dalam bentuk pinjaman mulai dari Rp 10 juta. Pada Agustus ini, mereka berhasil mendapatkan pendanaan sebesar Rp 230 miliar dari konsorsium pendanaan yang dipimpin Mandiri Capital Indonesia.
Ben mengatakan kehadiran perusahaannya adalah untuk mengatasi kesenjangan kesempatan pembiayaan yang terjadi di Indonesia saat ini. Menurut dia, masih banyak pelaku usaha skala kecil-menengah yang belum terjangkau oleh kredit modal usaha perbankan. "Kami melihat ada jendela untuk memenuhi pembiayaan yang inklusif, selaras dengan semangat gotong-royong," kata dia.
Untuk meminimalkan risiko kredit macet, perusahaan ini sangat ketat dalam menilai profil risiko calon peminjam. "Kami melihat kondisi fundamentalnya, bagus atau tidak," kata Ben. Selain itu, karakter calon peminjam dikaji ketat dengan melihat reputasinya.
Banyak cara dilakukan, misalnya si peminjam memiliki akun Tokopedia, maka akan dilihat antara lain bagaimana responsnya terhadap pembeli dan seberapa besar komplain yang diterima. Apabila calon peminjam memiliki akun Instagram, akan dilihat rekam jejaknya dari komentar para pembeli. "Memang kita tidak bisa menggeneralisasi karakter, yang terpenting adalah seberapa baik reputasi mereka," kata Chairman dan Co-founder KoinWorks, Willy Arifin.
Selain itu, para pebisnis UMKM yang sukses menjadi peminjam dibekali berbagai pengetahuan untuk mengembangkan bisnis lewat berbagai workshop yang diselenggarakan. Materi yang diajarkan dalam workshop antara lain branding class, meningkatkan pemahaman mengenai konten yang menarik, hingga manajemen keuangan. "Tujuannya supaya usaha mereka lebih berkembang lagi, karena banyak di antara mereka yang hanya lulusan SMA dan wawasan mereka masih bisa ditingkatkan," kata Willy.
Ben mengatakan konsep P2P lending yang ia usung secara tidak langsung mengedukasi peminjam untuk berdisiplin sekaligus meningkatkan pemahaman mengenai pengelolaan keuangan yang baik. "Si peminjam tahu bahwa dia didanai oleh sekian orang yang sebetulnya sama seperti mereka-karyawan, anak kuliah-sehingga dengan sendirinya muncul kesadaran untuk mengembalikan," kata dia. Selain itu, perusahaan menerapkan dana proteksi yang bakal digunakan jika ada NPL (non-performing loan) atau kredit bermasalah.
Tak semua UMKM dapat direstui pembiayaannya. Bisnis yang baru saja berjalan selama enam bulan hingga kurang dari setahun, kata dia, dipastikan tidak akan "dipegang". "Ibarat bayi, kalau masih terlalu dini, kami juga takut memegangnya. Ketika mereka berusia satu hingga dua tahun, sedang belajar merangkak, di sini kami hadir karena wilayah ini yang tidak dijangkau perbankan," kata dia. Ketika bisnis sudah berusia di atas dua tahun dan butuh pembiayaan lebih besar lagi, akan dirujuk pembiayaannya ke perbankan.
Dari sisi peminjam atau investor, Willy menjelaskan, ada sebuah agenda semacam Lender’s Gathering yang rutin diadakan dua hingga tiga kali tiap bulan. "Ini adalah ajang untuk semakin mengenal bisnis dan investasi mereka," kata dia. Menurut Willy, jika investor merasa semakin nyaman dan percaya, mereka tak ragu untuk meningkatkan investasinya.
Segmen pasar pengusaha skala kecil-menengah juga dibidik oleh Taralite, yang dulunya bernama Wedlite. Perusahaan yang dulunya berfokus pada pembiayaan pernikahan ini beralih fokus membiayai merchant online. "Market wedding sangat spesifik karena pernikahan itu terjadi sekali seumur hidup, sehingga sangat kecil kemungkinan mereka yang sudah menikah akan meminjam kembali," kata co-founder Taralite, Victor Timothy.
Akhirnya, kata Victor, mereka mengarah pada tujuan pinjaman yang lebih luas, seperti pembiayaan persalinan, pendidikan, renovasi rumah, hingga umrah. Sementara itu, segmennya berubah menyasar merchant online di platform Tokopedia, Bukalapak, dan Lazada. "Misalnya di Tokopedia itu ada mitra toppers–pinjaman untuk pebisnis online Tokopedia, Taralite adalah bagian dari mitra toppers itu," kata dia. Idealnya, pinjaman ini digunakan untuk meningkatkan modal usaha.
Victor mengatakan pinjaman yang diberikan kepada merchant online tersebut bervariasi dari Rp 5 juta hingga Rp 500 juta, dengan platform tertinggi sesuai dengan ketentuan OJK Rp 2 miliar. Bekerja sama dengan platform tersebut, kata dia, membuat kerja menjadi efisien dan mengukur risiko menjadi lebih mudah. "Para calon peminjam akan meminjam dari platform tersebut, yang pasti sudah ada rekam jejak para penjual ini. Misalnya ada fraud atau tidak, berapa jumlah barang yang dipesan per hari, dan sebagainya," kata dia. Selain itu, Taralite menawarkan kemudahan meminjam berupa dua jam proses peminjaman dari aplikasi diterima hingga diputuskan diterima atau ditolak.
Pinjaman digital ini tak hanya menyasar segmen pebisnis, ada pula yang menyasar mahasiswa dengan meminjam sejumlah dana untuk membiayai pendidikan. Seperti yang diusung oleh Cicil. CEO Cicil, Edward Widjonarko, mengklaim sudah mencetak belasan ribu pembiayaan uang kuliah untuk ribuan mahasiswa. Cicil juga memungkinkan mahasiswa mendapat pinjaman untuk membeli fasilitas penunjang kuliah, seperti laptop, atau handphone.
Menurut Edward, mayoritas peminjam Cicil adalah laki-laki, yakni sebanyak 60 persen, yang sedang berkuliah di perguruan tinggi. Sementara itu, pembiayaan tertinggi digunakan oleh para mahasiswa untuk membeli laptop, ponsel, dan perlengkapan olahraga. "Kalau pembiayaan uang kuliah, rata-rata sebesar Rp 5 juta dengan biaya tertinggi yang pernah didanai Rp 14 juta," kata dia.
Agar tidak kecele, Cicil menganalisis berbagai macam variabel dari formulir profil pemohon dan digital footprint pemohon. Ada tiga parameter yang digunakan sebagai basis persetujuan permohonan, yaitu identitas-harus dipastikan benar sebagai mahasiswa aktif. Kemudian kapabilitas finansial-beasiswa, pekerjaan sampingan, analisis tempat tinggal dan perangkat yang digunakan. Dan karakter-analisis tingkat IPK, aktivitas berorganisasi. "Khusus untuk pembiayaan uang kuliah, kami meminta ada penjamin yang dapat membantu pelunasan dan menganalisis kemampuan ekonomi penjamin," kata dia.
Untuk memitigasi risiko NPL, kata Edward, salah satunya adalah dengan mengunci tujuan pembiayaan. "Kami menghindari pemberian dana secara tunai dan selalu melakukan pembelian barang secara langsung atau melakukan pembayaran secara langsung ke kampus yang ditunjuk," kata dia.
Cara serupa juga dilakukan KoinWorks. Perusahaan ini tidak hanya meminjamkan dana untuk meningkatkan bisnis UMKM. Mereka juga meminjamkan dana untuk membiayai kuliah, disebut education loan. Pinjaman ini diperuntukkan bagi pembiayaan kursus singkat atau pendidikan nonformal, dan pembiayaan pendidikan formal seperti uang pangkal atau uang semester universitas. "Kami membayar langsung ke institusinya, sehingga tepat sasaran," kata Ben.
Salah satu yang memanfaatkan pembiayaan pendidikan dari KoinWorks adalah Bagus Juang, yang semula merupakan seorang pekerja konstruksi. Ia memimpikan berkarier di bidang IT, namun terhambat biaya. "Saya ingin belajar di Hacktiv8-tempat pelatihan calon developer. Tapi, lihat biayanya, saya tidak mampu," kata dia.
Bagus lantas meminjam dana pendidikan tersebut. Ia mengatakan diberi kelonggaran enam bulan grace period. "Saya berasumsi bisa bekerja dalam waktu enam bulan dan bisa mengganti pinjaman," kata dia. Prosedur peminjamannya, kata dia, sangat mudah dan ringkas, tidak membutuhkan waktu lama. Bagus kini menjadi salah satu siswa terbaik Hacktiv8 dan bermimpi mendirikan sebuah start-up. "Ingin tahu rasanya seperti apa menjadi bintang seperti di film Silicon Valley," kata dia.
Sementara itu, bisnis Sadad kini menggurita. Bisnisnya tidak hanya ada di online. Produknya sudah tersedia di berbagai department store, memiliki beberapa pop-up store, dengan omzet mencapai Rp 22 miliar. Kisah Sadad hanya satu dari belasan cerita kelihaian seseorang memanfaatkan peluang dari kehadiran fintech lending di Indonesia yang kisahnya dapat dilihat di situs KoinWorks untuk memotivasi para pebisnis lainnya. DINI PRAMITA
Lending Fintech di Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya baru mengeluarkan izin bagi 63 perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi (fintech peer-to-peer lending) di Indonesia. Di luar itu, OJK mencatat ada 227 entitas yang belum terdaftar--sebanyak 34 perusahaan dalam proses pendaftaran. Seberapa besar pasar lembaga utang digital ini? Berikut ini data peminjam sampai Mei lalu.
Akumulasi Jumlah Peminjam (Satuan Akun) 2018
Jawa
Januari : 300.785
Februari : 501.947
Maret : 927.837
April : 1.323.250
Mei : 1.665.219
Luar Jawa
Januari : 29.369
Februari : 44.747
Maret : 104.939
April : 153.532
Mei : 185.413
Agregat (total)
Januari : 330.154
Februari : 546.694
Maret : 1.032.776
April : 1.476.782
Mei : 1.850.632
Akumulasi Jumlah Pinjaman (dalam rupiah)
Jawa
Januari : 2,5 triliun
Februari : 3 triliun
Maret : 3,9 triliun
April : 4,7 triliun
Mei : 5,4 triliun
Luar Jawa
Januari : 423 miliar
Februari : 470 miliar
Maret : 568 miliar
April : 652 miliar
Mei : 714 miliar
Agregat (total)
Januari : 3 triliun
Februari : 3,5 triliun
Maret : 4,4 triliun
April : 5,4 triliun
Mei : 6,1 triliun
Rata-rata Kualitas Pinjaman
Rasio pinjaman lancar : 94,65%- 98,72%
Rasio pinjaman tidak lancar : 0,81%-4,07%
Rasio pinjaman macet : 0,53%-1,28%
Temuan INDEF
- Menyerap tenaga kerja sebesar 215.433 orang.
- Menambah PDB sebesar Rp 25,97 triliun.
- Menambah pendapatan (upah dan gaji) sebesar Rp 4,56 triliun.
- Penyaluran kredit mencapai Rp 7,64 triliun yang banyak disalurkan ke sektor perdagangan dan pertanian.
- Meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp 8,94 triliun.
Jenis-jenis Fintech Lending:
- Start-up P2P Lending (Penghubung Antara Peminjam dan Pemberi Pinjaman)
Start-up jenis ini bertindak sebagai marketplace yang menghubungkan para peminjam dengan para pemberi pinjaman. Keuntungan yang didapatkan perusahaan berasal dari komisi setiap transaksi yang ada di dalam platform. Keberadaan start-up ini telah dilegalkan oleh OJK, lewat POJK No. 77 Tahun 2016. OJK juga membatasi nilai maksimal pinjaman yang bisa disalurkan oleh start-up P2P lending, yaitu sebesar Rp 2 miliar.
Contoh: Modalku, Investree, Amartha, KoinWorks,
- Start-up on Balance Sheet Lending(Memberi Pinjaman Langsung)
Jenis fintech lending ini memberikan pinjaman secara langsung dari dana mereka sendiri. Untuk meminimalkan risiko, pinjaman yang diberikan biasanya tidak bernominal besar, dengan tenor atau jangka waktu pengembalian singkat, mulai dari tujuh hingga 30 hari.
Contoh: UangTeman, Julo, TunaiKita, dan Doctor Rupiah
- Start-up Penyedia Kredit atas Transaksi Online
Fintech lending ini memberikan pinjaman untuk pembelian barang secara daring atau online. Perusahaan biasanya sudah menetapkan e-commerce yang menjadi rujukan peminjam untuk berbelanja. Dengan menggunakan jasa fintech lending ini, peminjam dapat membeli barang yang diincar lalu membayar di kemudian hari secara mencicil, tanpa perlu menggunakan kartu kredit.
Contoh: Kredivo, Akulaku, dan Cicil
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo