Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyelenggaran ASEAN Queer Advocacy Week memutuskan untuk memindahkan lokasi pertemuan aktivis Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) se-ASEAN. Pertemuan yang semula direncanakan di Jakarta itu dipindahkan ke luar Indonesia.
Keputusan itu diambil penyelenggara setelah menerima serangkaian ancaman keamanan dari berbagai pihak. “Penyelenggara telah memonitor situasi dengan sangat teliti termasuk gelombang anti-LGBT di media sosial,” kata panitia penyelenggara dalam keterangan tertulis, Rabu, 12 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, keputusan yang dibuat guna memastikan keselamatan dan keamanan dari partisipan dan panitia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menegaskan panggilan kami untuk ASEAN dan pemerintah, untuk menciptakan, berdialog dengan kelompok-kelompok yang terpinggirkan, termasuk mereka yang didiskriminasi berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan karakteristik seks mereka (SOGIESC),” ujar panitia.
Penyelenggara menyebutkan bahwa mereka memiliki visi bersama tentang kawasan ASEAN yang inklusif didasarkan pada keberadaan ruang aman bagi masyarakat sipil dan pemegang hak untuk belajar tentang lembaga tersebut.
Selain itu, untuk membahas masalah yang penting bagi kelompok LGBTQIA+ dan secara kolektif menggunakan hak untuk secara bebas mengekspresikan pandangannya tentang bagaimana ASEAN memajukan atau tidak hak asasi masyarakat.
Menurutnya, ancaman terhadap eksistensi kehidupan dan martabat merupakan bagian dari kenyataan sehari-hari yang dihadapi oleh kelompok LGBTQIA+. Kebencian di dunia maya, serangan langsung terhadap para pembela hak asasi manusia, serta pembalasan terhadap pelaksanaan hak-hak sipil dan politik merupakan masalah yang dihadapi dan harus ditangani oleh pemerintah.
“Kami mendesak mekanisme hak asasi manusia ASEAN untuk memantau dan menanggapi hal ini,” ujarnya.
Panitia mengatakan dalam situasi sulit dengan kebencian membayangi komunitas LGBTQIA+, pihaknya mengandalkan kekuatan kolektif sebagai komunitas pembela hak asasi manusia.
“Kepada para aktivis LGBTQIA+, tetaplah kuat: kekuatan kolektif kita sebagai sebuah gerakan akan menopang aktivisme kita,” kata panitia penyelenggara pertemua aktivis LGBT.