Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol, Geisz Chalifa, membantah adanya budaya “orang dalam atau ordal” dalam penunjukan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) dan pejabat di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta di era Anies Baswedan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tudingan orang dalam Anies di penempatan TGUPP dan BUMD DKI ini disampaikan oleh Anggawira, Eks Juru Bicara pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di Pilgub DKI Jakarta 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Proses asesmen (TGUPP dan BUMD DKI) saat Anies menjadi gubernur itu sangat amat ketat," katanya Geisz ketika dihubungi lewat telepon, Kamis, 21 Desember 2023.
Ia mengatakan, ada lima orang ahli yang menguji seluruh calon tanpa terkecuali melalui pansel. Geisz menyebut kelima orang itu adalah Irham Dilmy, Zaki Baridwan, Maruli Gultom, Adnan Pandu Praja, dan Kepala Biro BUMD DKI.
Menurut dia, saat itu ada beberapa relawan yang gagal lolos setelah diuji. "Gagal tidak bisa diloloskan. Jadi makanya banyak relawan yang marah karena tidak lolos asesmen padahal sudah berjuang," ujarnya.
Sementara itu, kata Geisz, ia berhasil lolos asesmen karena dinilai memuaskan kelima ahli yang menguji. Geisz mengungkapkan adanya pengecekan latar belakang kepada calon relawan sebelum dipilih menjadi TGUPP dan BUMD DKI di era Gubernur DKI Anies Baswedan.
Ia menilai, orang-orang yang terpilih menjadi TGUPP dan BUMD DKI kala itu karena memiliki latar belakang dan dianggap mampu membantu 23 janji kampanye Anies Baswedan.
Anies singgung fenomena orang dalam pada debat capres
Sebelumnya Anies Baswedan menyinggung fenomena orang dalam yang ia sebut semakin menjadi-jadi di Indonesia dalam debat capres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 12 Desember 2023. Anies mengatakan fenomena ini terjadi di semua aspek kehidupan.
"Fenomena Ordal ini menyebalkan, di seluruh Indonesia kita menghadapi fenomena ordal. Mau ikut kesebelasan ada ordal-nya, mau jadi guru ordal, mau masuk sekolah ada ordal, mau dapat tiket konser ada ordal, ada ordal di mana-mana yang membuat meritokrasi enggak berjalan, yang membuat etika luntur," kata Anies.
Anies Baswedan mengungkapkan, fenomena orang dalam itu tidak hanya di kalangan masyarakat bawah, tapi juga terjadi di puncak kekuasaan. Hal itu, menurut dia, membuat masyarakat kemudian menganggap fenomena tersebut lumrah.
"Beberapa waktu lalu, beberapa orang guru berjumpa dengan saya mengatakan,'Pak di tempat kami pengangkatan guru-guru didasarkan ordal, kalau tidak ada ordal, enggak bisa jadi guru enggak bisa diangkat'. Lalu, apa jawabannya,'Atasan saya bilang wong yang di Jakarta saja pakai ordal kenapa kita yang di bawah enggak boleh pakai ordal'," ujarnya. "Negeri ini rusak apabila tatanan itu tidak hilang," kata Anies.
TIKA AYU