Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Anies soal Konflik PSN Rempang: Solusinya Bicarakan dengan Masyarakat Sampai Tuntas

Anies Baswedan berkomentar soal konflik agraria Proyek Strategi Nasional (PSN) Rempang Eco-city saat kampanye terbatas di Batam, Jumat 19 Januari 2024

19 Januari 2024 | 13.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Batam - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan berkomentar soal konflik agraria Proyek Strategi Nasional (PSN) Rempang Eco-city saat kampanye terbatas di Batam, Jumat 19 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anies mengatakan, permasalahan Rempang harus diselesaikan dengan cara pembicaraan tuntas dengan masyarakat lokal Rempang.

"Semua terkait program warga harus ada pembicaraan sampai tuntas,” kata Anies kepada awak media usai meninjau Pasar TOS 3000 Jodoh Batam, Jumat, 19 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anies melanjutkan, meskipun pembicaraan dengan warga membutuhkan waktu yang panjang, ia yakin akan ada solusi dari setiap masalah.."Pembicaraan (dengan warga) biasanya panjang, tetapi selalu ada cara sampai titik temu," katanya.

Anies mengkritisi beberapa kali pemerintah Indonesia tidak sabar menghadapi proses yang panjang itu, sehingga terjadi hal yang tidak diinginkan. "Hanya saja sering di sisi pemerintah tidak sabar mengikuti proses. Mau nya cepat-cepat kerahkan aparatnya. Nah justru akhirnya jadi masalah," kata Anies.

Anies meyakini jika proyek Rempang Eco-city dibahas dengan tuntas bersama masyakarat terdampak akan ada solusi. "Padahal kalau dibahas sampai tuntas titik temu Insyaallah bisa terjadi," katanya. 

Sebelumnya konflik agraria PSN Rempang Eco-city memuncak di Kota Batam. Pulau Rempang dengan luar 7.000 hektar lebih itu akan dilakukan pengembangan menjadi kawasan industri. 

Rencana ini digawangi oleh BP Batam yang menjadikan PT Makmur Elok Graga (MEG) perusahan Tomy Winata sebagai pengembang dari pihak ketiga. Investasi total direncanakan mencapai Rp300 triliun. 

Namun, warga lokal melayu Rempang menolak tanah ulayat mereka diambil perusahaan. Meskipun ada ganti rugi dalam bentuk rumah dan tanah. Bagi warga mempertahankan tanah ulayat adalah sudah harga mati. Mereka menilai tanah ulayat bukan soal materiil, tetapi nilai sejarah budayanya.

Sampai saat ini BP Batam terus berupaya membujuk warga agar pindah dan mau direlokasi. Sebagian warga masih bertahan.

 

YOGI EKA SAHPUTRA 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus