SUDAH lama juga Pemda Kodya Payakumbuh bermaksud melaksanakan
peremajaan toko yang ada di kota itu. Sebab kurang lebih dari
600 petak toko di kota itu, nyaris sebagian besar masih bangunan
lama. Artinya sudah begitu sejak Payakumbuh masih jadi kota yang
ibu kabupaten 50 Kota. Tentu saja Walikota drs. Soetan Oesman
ingin mengadakan perubahan, menyusul adanya peningkatan status
Payakumbuh jadi kotamadya sejak 6 tahun yang lalu. Lagi pula
peremajaan macam itu memang dibutuhkan. Toko di pusat pasar
sudah semakin sumpek. Sempit dan di sana sini juga terlihat jauh
dari bersih.
Ide peremajaan sudah dilemparkan sejak 2 tahun yang lalu kepada
para pedagang. Ternyata sambutan ada. Sebab para pedagang di
Payakumbuh tentu saja sadar kota-kota lain di propinsi yang sama
sudah terlibat dalam kegiatan macam itu. Namun meski akur
pedagang tak lupa wanti-wanti berpesan: peremajaan sesuai dengan
kemampuan yang ada.
Bulan Juni tahun silam peremajaan itupun dimulai. Dan syukur
bulan April ini juga sudah selesai. Tahap pertama membangun 67
petak toko baru di atas bangunan lama yang dirubuhkan. Biaya
seluruhnya Rp 96,9 juta. Pembiayaannya sesuai dengan perjanjian
yang ditanda tangani para pedagang adalah liwat kredit investasi
kecil, alias KIK.
Pada mulanya semua berjalan lancar. Sama lancarnya juga dengan
persekot tanda jadi dari pedagang. Begitu juga tanpa banyak
tingkah para pedagang mengungsi ke tempat penampungan yang sudah
disediakan. Meski begitu bulan lalu satu kejutan yang nyaris
ricuh mulai melanda para pedagang. Apa soalnya? "KIK itu belum
juga keluar. "Ini di luar dugaan", kata Walikota kepada para
pedagang yang buru-buru dikumpulkan.
Berita macam itu memang mengejutkan. Bukan saja pedagang, dan
Walikota, tapi juga untuk pemborong. Sebab bangunan sudah jadi.
Nah tentu saja yang terakhir ini tak mau dirugikan. Sebab itu
uang yang digunakan untuk biaya bangunan adalah pinjaman dari
pihak lain pula. Tentu ada bunga yang harus ditutup tiap bulan.
Di depan Walikota, para pedagang tentu membela diri. Sebab
mereka merasa sudah mematuhi aturan permainan yang ada. Jika KIK
macet pedagang merasa bukan soal mereka. Walikota Soetan Oesman
berkilah: "Untuk pengeluaran KIK itu perlu dilakukan survey
ulangan".
Rupanya survey tahun lalu yang dilakukan pihak Askrindo kurang
meyakinkan. Paling tidak untuk BDN yang kemudian mengambil alih
soal pemberian kredit macam itu. Maka Soetan Oesman mencari
jalan keluar. Kepada para pedagang dikemukakan bahwa buat
sementara biaya pembangunan toko baru itu akan dibayar Bank
Pembangunan Daerah. Bukan KIK. Tapi kredit biasa. Jika begitu
bunganya adalah 1 persen dari pinjaman pokok. Masa tenggang tak
ada. Batas lunas 30 bulan. Sedangkan jika liwat KIK, bunga 1
persen dari sisa hutang, masa tenggang 6 bulan dan lagi masa
pelunasan tak kurang dari 60 bulan.
Sebagian besar pedagang merasa berat. Terutama pasal bunga itu
tadi. "Hutang kita tinggal lagi Rp 20 ribu. Masa kita harus
bayar Rp 50 ribu", kata seorang pedagang yang memerlukan
pinjaman Rp 3 juta. Beberapa pedagang lain mengutarakan bahwa
dengan kredit macam itu mereka harus sediakan dua kali lipat
dari rencana semula. "Kita tak sanggup", katanya memperkuat
rekannya yang lain.
Walikota khawatir juga. Sebab ini baru tahap awal dari rencana
peremajaan menyeluruh. Bisa-bisa kemudian para pedagang
menolak, setelah melihat pengalaman itu. "Ini cuma sementara",
kata Soetan. Sebab jika KIK itu keluar kredit kembali pada
status semula. Meski begitu para pedagang memang sulit
diyakinkan. "Kecuali jika bunga BPD 1 persen dari sisa hutang",
kata pedagang yang lain lagi. Ini nyaris mewakili pendapat
sebagian besar pedagang. Dan permintaan yang terakhir ini belum
lagi dijawab. "Itu tak mungkin. Tidak ada preseden dan sistim
macam itu", kata kalangan BPD kepada TEMPO.
Jika begitu jalan keluar yang melegakan memang belum lagi ada.
"Tapi kita tak punya pilihan lain", kata Walikota kepada
Koresponden TEMPO Rabu 6 April yang silam. "Untung saja BPD mau.
Sebab si pemborong itu PT Pembangunan Sumbar masih anak
perusahaan bank itu", kata Soetan menambahkan.
Walikota masih tetap optimis. Tentu ia berharap pedagang
menerima jalan keluar macam yang dikemukakan. Tapi sebegitu jauh
pedagang masih diam. Padahal bulan depan Walikota merencanakan
akan meresmikan toko-toko baru itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini