Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mafia di lingkungan jahiliah

Gerakan mafia di sicilia (italia), dan terbunuhnya jenderal dalla chiesa bersama istrinya. (sel)

5 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALLA Chiesa dan istrinya tak mampu berkelit, ketika tembakan menggelegar di siang bolong itu. Mobil yang mereka tumpangi kehilangan kendali dan berhenti sendiri di suatu jalan Kota Palermo. Seluruh Italia gempar. Jenderal asal Sisilia itu tewas bersama istrinya -- mungkin di tangan para bandit asal kampungnya sendiri. Khalayak umum, termasuk pers, memang menuding Mafia biang keladinya. Tidak kurang Paus Johannes Paulus II, yang tiba di Palermo beberapa minggu setelah malapetaka itu, mengarahkan telunjuknya ke sana -- kendati tidak secara langsung. "Paus mengutuk 'unsur-unsur Mafia' tidak secara khusus," komentar Serge Farrand dari Gamma. Paus sendiri nyaris menjadi sasaran. Beberapa hari sebelum kedatangannya, berkembang desas-desus tentang rencana pembunuhannya. Ini diikuti oleh terpegangnya dua tukang kepruk Jerman oleh polisi Italia. Tapi siapa sesungguhnya para teroris itu? Mengapa begitu cepatnya tertangkap, tanpa bantuan? Ada yang bilang komplotan ini didalangi Mafia 'Baru', atau Mafia 'Pseudo' --sekelompok gangster yang diilhami Mafia tapi menyimpang dari cara-cara dan 'cita-cita' Mafia yang asli. Konon hanya ada satu yang benar-benaran Mafia, di Sisilia sana. Ada yang menyebutnya Mafia 'tradisional', dan mengatakan bahwa justru merekalah yang telah menyebarkan jaring-jaring perlindungan terhadap Johannes Paulus II. Tuduhan terhadap Mafia sebagai pelaku pembunuhan Dalla Chiesa memang cukup beralasan. Jenderal ini terkenal antiteroris -- malah dialah 'hero'-nya di Italia. Tapi segi yang melemahkan tuduhan juga tidak kurang. Konon mereka pantang membunuh wanita. Jadi tak mungkin menjamah istri Jenderal Chiesa. Itulah yang menyebabkan Serge Farland, wartawan itu, ragu: benarkah pembunuhan jenderal itu dilakukan Mafia. "Mereka tidak bersalah!" katanya, kepada salah seorang editor Gamma. Kalimat ini tentu tidak dengan sendirinya diterima sang redaktur: "Cari, dan suruh mereka berkata begitu " instruksinya. "Mustahil," balas Farrand -- teringat prinsip omerta (tutup mulut) Mafia. "Mereka akan bungkam!" Editor lalu mengingatkan sebuah nama: Manlio."Cari dia! Kita akan lihat." *** Manlio, lahir di Palermo sekitar 60 tahun lalu, adalah seorang petualang seperti yang digambarkan film-film avontur Sebagai angbota Legiun Asing Prancis ia pernah bertempur di Dien Bien Phu dan mendapat medali kehormatan. Ia sempat pula menjadi tentara bayaran di Yaman, Rhodesia, dan berbagai tempat lain. "Saya bertemu dengannya dua tahun lalu di Marseille, ketika melacak dunia bawah tanah," tutur Farrand. Manlio berbicara tentang amici, respeknya kepada para pemimpin Mafia yang disebutnya 'manusia keadilan'. Keadilan? Bukankah Dalla Chiesa dan istrinya sudah dibunuh? Dan Mafia menjadi terdakwa? Manlio hanya mengaku mengetahui, 'seseorang' telah memberikan perintah 'laksanakan'. Tapi siapa dan mengapa, ia tidak tahu. Satu hal, yang wartawan kita tahu adalah bahwa Mafia lebih dari yang seperti ditontonnya dalam film-film The Godfather dan Lucky Luciano serta sejumlah episode 'polisi dan bandit' model TV Amerika. Sudah disebut adanya Mafia 'Tradisional' dan Mafia 'Baru'. Lalu ada pula Mafia 'Orang-orang Miskin'. Juga 'Hanya' Mafia, Mafia 'Politik', Mafia 'Klasik', Mafia 'Teguh', Mafia 'Kubur' dan lain-lain lagi. Betapa pun, jenis "komoditi" itulah yang selama beberapa dekade diekspor ke Amerika. Sisilia dan orang-orangnya lantas lebih lengket dengan pengertian yang jelek itu -- karena "profesi" mereka di tanah air mereka yang baru, AS, memang itu pula. Orang Sisilia sendiri tentu boleh mengklaim pengertian lebih benar tentang apa sesungguhnya arti Mafia. *** Di akhir abad XIX tersebutlah nama Don Vito Cascio Ferro. Ialah orang yang mengorganisasikan Mafia 'Modern' di Bisacquino, 15 km dari Corleone. Ia beremigrasi ke AS, tapi dikembalikan ke Sisilia oleh seorang polisi bernama Petrosino -- orang Amerika yang belakangan tiba di Palermo untuk membasmi gerakan Mafia. Ia lantas dibunuh oleh Don Vito. Don Vito sendiri ditangkap kemudian dan dijatuhi hukuman-untuk penggelapan pajak . . . Demikian catatan Farrand. Di bawah Mussolini, pemerintah fasis mencoba melikuidasi Mafia Sisilia. Tak berhasil. Hingga diambil jalan kompromi. Setelah matinya Don Vito, Don Calogero Vizzini dari Villalba, Provinsi Caltanisseta, menjadi bos baru. Tak ada yang luar biasa selama kekuasaannya. Ia digantikan oleh Don Guiseppe Genco Russo -- yang terpilih menjadi walikota Mussomellias sebagai calon Partai Kristen Demokrat . . . Partai ini memang telah membuat persetujuan dengan Mafia: Mafia akan mendukungnya dalam pemilihan, dan sebagai imbalannya Mafia harus "diservis". Pada usia 80, Don Guiseppe ditahan. Di Corleone, Dr. Michelle Navarra menggantikannya. Wakilnya adalah Luciano Liggio. Dan yang menjadi komandan carabinieri (polisi) setempat tak lain Dalla Chiesa, jenderal yang terbunuh itu. Calon jenderal ini (waktu itu) adalah polisi yang disegani, dan dalam buku catatan hariannya secara sistematis ia menuliskan nama-nama anggota Mafia. Ia juga membeberkan bagaimana Liggio mengorganisasikan Mafia 'Paralel'. Lalu berlangsunglah pembunuhan terhadap kelompok Navarra, pemimpin Mafia 'Modern' itu, oleh Liggio, wakil Navarra di Mafia 'Modern' dan sekaligus pendiri Mafia 'Paralel'. Itu terjadi di 'segi tiga maut' Corleone Bisacquino-Prizzi. Sejak saat itu pula Danau Marineo populer dengan julukan 'Danau Darah'. Liggio sendiri tetap kalem. Dengan tenangnya ia mengorganisasi penyelundupan rokok, narkotika, dan penculikan. Juga bergerak di bidang bisnis bangunan. Untuk memudahkan pengurusan izin proyek-proyeknya, ia mengutus seorang asli Corleone, Vito Ciancimino, untuk main politik di Palermo. Orang ini mula-mula menjadi anggota Dewan Kota. Kemudian wakil walikota untuk urusan PU. Dan akhirnya walikota. Ini membuat Liggio leluasa bergerak -- dan membutuhkan 20 tahun bagi polisi untuk bisa menangkapnya. "Mereka bahkan tidak memiliki foto diri Luciano Liggio barang selembar pun!" menurut si wartawan. Negara Italia harus menanggung biaya pembinaan industri konstruksinya selama 20-25 tahun. Sementara pemerintah dibuat kempas-kempis, berbagai perusahaan konstruksi Sisilia justru sebaliknya. Semua perusahaan yang berada di bawah kontrol Mafia terus melanjutkan pembangunan jalan-jalan, gedung-gedung dan sejenisnya -- dengan merugi. "Rugi di atas kertas!" tulis Farrand. "Itu justru memberi kesempatan kepada mereka untuk 'mencuci' uang gelapnya melalui perusahaan-perusahaan yang dibiayai dengan uang yang diperoleh secara tidak sah." Juga menghalalkan mereka untuk hidup dengan gaya orang kaya tanpa merasa dicurigai. Mereka terbebas dari pertanyaan tentang asal usul modal. Dan jawaban "warung kopi" yang diberikan terhadap pertanyaan: kok bisa menjadi kaya dalam sehari semalam? "Menang undian harapan adalah alasan yang gampang diterima, sementara membangun jalan-jalan -- kendati rugi -- hanya sebagai memuaskan 'nafsu' masa kanak." Di Palermo, orang tidak akan bertemu dengan tokoh puncak Mafia. Ia harus bertemu dahulu dengan 'teman-teman dari teman-teman" yang bersedia membantu, Dan kalau sudah bertemu dengan cecere itu, sering pertanyaan akan dijawab dengan kelakar. Dan tukang kepruk sudah siap menanti sebuah anggukan samar. 'Teman dari teman-teman' yang ditemui Farrand sendiri mengingatkannya kepada seorang penyanyi, Pino Marchese -- yang tubuhnya ditemukan dalam "bola-bola di dalam mulut dan tubuhnya, di dalam keranjang sampah plastik, di garasi mobilnya." Mengapa? "Karena ia memperkosa seorang perawan, dan cewek itu berasal dari keluarga miskin." Ketika sang wartawan ingin bertemu dengan gadis itu dan orangtuanya yang malang, salah seorang dari 'teman dari teman-teman', Francesco namanya, dengan terheran-heran berkata: "Siapa yang pernah mendengar seorang penyanyi memperkosa perawan?" Padahal dia pula yang pernah bercerita pada sang wartawan, bahwa penyanyi itu "terlalu banyak bercerita, atau terlalu banyak bertanya." Akhirnya wartawan kita bertemu dengan orang yang dicarinya. Masih ingat? Redakturnya menyuruhnya menemui orang bernama Manlio, dan dari sana ke orang lain lagi. Atas permintaan yang bersangkutan, tidak diberikan indikasi usia, tampang mau pun pekerjaan tokoh itu di sini. Duduk di sekitar meja kerjanya adalah Franeesco, Ivano, Manlio dan Farrand sendiri. Tanpa rekaman dan tanpa gambar. "Mafia Tradisional dan Romantik tidak membunuh Jenderal Dalla Chiesa," kata orang itu. Malah sang jenderal "tak perlu takut, karena atas perintah intelijens Amerika ia bekerja sama dengan Mafia dalam perluasan kudeta oleh Valerio Borghese, selambat-lambatnya pada 1967." Saat itu, katanya, Dalla Chiesa menjadi kepala carabinieri di Palermo. Berkenaan dengan kudeta itu, kata putus diberikan oleh Giulio Andreotti, Kepala Negara Italia. Dalam kelompok yang dekat dengan Chiesa, terdapat Pier Luigi Concutelli, Kepala Brigade Hitam yang berpengaruh. Concutelli ada di Palermo ketika kudeta. Dan tidak secara kebetulan. "Concutelli dijatuhi hukuman pcnjara karena membunuh Jaksa Occorso." Ada bukti? tanya Farrand. Orang tersebut mengatakan: Giorgio Almirante, pemimpin sekelompok pengikut Mussolini Baru, mcngemukakan beberapa hal dalam majalah bulanan veteran Partai Republik Sosialis Italia: "Menyertai kudeta itu, nasib 'malang' menimpanya (Chiesa)." Farrand kemudian bertemu dengan Umberto Liotta, capo kawasan yang paling angker di Palermo. Capo juga berarti kepala dari daerah yang paling ditakuti yang disebut capo pula. Karena pengaruh Amerika, sering pula ia dipanggil bos. Namun panggilan lokal untuk capo ini adalah 'Zu Umberto'. Zu berarti paman dalam bahasa Sisilia. Dalam hirarki Malia sedikit di bawah Don. Mereka bertemu di sebuah restoran kecil. Ketika Zu masuk, restoran segera senyap. Dan sebelum menuju ke meja Farrand, Zu memperkenalkan wartawan itu kepada hadirin. "Ini berarti, sejak saat itu aku aman di jalan -- berada di bawah lindungannya," tutur si penulis. "Setiap gangguan bisa berarti tantangan pribadi terhadap Bos, dan dapat dihukum setimpal." Zu Umberto adalah penanggung jawab kamtib di daerah kekuasaannya -- tanpa pejabat resmi bisa ikut campur. Ada contoh. Ada dua maling yang mencuri keranjang seorang ibu. Si ibu mencoba mempertahankannya. Dan akibatnya pipinya terluka oleh pisau penjahat itu. Menurut hukum Mafia, merampas adalah halal. "Tapi melukai, apalagi secara berat, dan terlebih-lebih wanita, tak dapat dimaafkan," kata Farrand. Dua hari kemudian kedua maling itu tergeletak tak bernyawa di jalan Palermo. Hukum keadilan Mafia tradisional tak gampang dipahami orang awam. Bos Mafia dari Licata, Don Scozzari, punya seorang pembantu. Setelah mengabdi dengan setia bertahun-tahun, ia menyatakan keinginannya meninggalkan organisasi itu. Don Scozzari menolak. Tapi orang itu bandel, dan tetap meninggalkan kumpulan gang-nya. Sebagai balas dendam, Don dengan berbagai cara menghalangi bekas deputinya itu memperoleh pekerjaan tetap. Ini menimbulkan kemarahan bekas anak buahnya itu -- dan suatu hari, selepas menghadiri kebaktian di gereja, sang Don ditampar. DI antara orang banyak ada yang tertawa. Sementara orang mengharap-harap akan ada apa-apa terhadap si penampar, yang terjadi malah sebaliknya. Yang tertawa justru yang esoknya kedapatan tewas, tak jauh dari gereja. Logikanya: si penampar punya alasan untuk marah, sementara yang tertawa dianggap lancang campur tangan terhadap soal yang ia tidak tahu bagaimana jelasnya. Usai santap, di meja makan Zu Umberto berkata: "Tanpa wawancara, tanpa gambar." "Tapi Zu," kata Francesco, teman Farrand tadi, "nenek si Prancis ini orang Sisilia." Farrand buru-buru mengoreksi: "Buyutku, persisnya. Ia lahir di Palazzo Adriano." Zu yang beranak sembilan ini segera mengomentari: "Itu kan di kawasan 'segi tiga maut' tidak tahu? Namanya?" "Di Grado." Zu, Francesco dan Ivano saling bertukar bisik. Kemudian sama-sama tergelak. Zu mengucapkan beberapa potong kata dalam bahasa Sisilia. "Selamat datang di keluarga besar," Francesco menerjemahkan. "Salah seorang sepupu anda, di Grado dari Palazzo Adriano, sempat mendekam di penjara Ucciardone. Sedang yang lainnya menjadi tangan kanan capomafia Bolognetta. Salah seorang adalah teman dekat Zu, yang kini siap berwawancara dengan Anda. Anda boleh mengambil gambar tapi karena kita memerlukan kerahasiaan, ke sampingkan hal itu dulu. Zu seorang komunis, dan penasihat komunal." "Ivano, dia Ivano Acanfora, bekas kepala Kantor Pos Palermo. Dia dulu juga penasihat komunal, tapi dari partai neofasis MSI. Saya sendiri dulu bekas anggota kelompok Partai Republik di DPRD. Tapi kini saya Kristen Demokrat, kendati hati lebih cenderung ke kiri. Sebenarnya kami membawa beberapa gambar untuk anda.... Mengapa anda ingin membuat yang lain?" Seorang capo setempat diperkenalkan pada sang wartawan. Seorang mafioso komunis, yang makan malam dengan anggota Partai Republik sayap kiri, anggota neofasis dan anggota Kristen Demokrat kiri. "Segala-galanya bisa terjadi di Sisilia, di Italia .... " komentar Farrand. Mafia yang asli terbentuk ketika tuan-tuan tanah kaya merasa perlu menyewa sekelompok jagoan untuk menghadapi kaum tani yang memberontak. Rupa-rupanya para jagoan itu realistis dan fragmatis -- dan menjadikan dirinya 'tembok' di antara dua golongan yang saling bertentangan. Yang benar-benar Mafia, yang aslinya, adalah Mafia tradisional, organisasi yang penuh cita-cita melindungi rakyat jelata. Mafia yang 'baru' atau 'pseudo' -- seperti yang disebut oleh pers --sesungguhnya sebuah jaringan kepentingan bisnis. Mereka mengelola perdagangan obat bius dan obat-obat terlarang lainnya ke luar Sisilia. Siapa saja tokoh politik yang menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi kejahatan? "Mereka sebenarnya dikenal umum," kata Francesco. "Ciancimino, bekas walikota Palermo. Lima, bekas anggota Parlemen Eropa. Kedua-duanya anggota Kristen Demokrat. Juga Gunella, pemimpin Partai Republik di Sisilia, dan Guarasi dari Partai Sosialis Italia. Keduanya anggota Parlemen. Lupakan saja nama D'Acquisto, ketua kelompok agama di Sisilia. Atau Martellucci, walikota Palermo sekarang." "Ada anekdot tentang dia," Francesco melanjutkan. "Setelah pembunuhan Jenderal Chiesa, walikota itu langsung saja menghadap pihak berwajib -- tanpa dipanggil -- menyatakan dirinya tak ada hubungan dengan pembunuhan itu." Jadi, brengsek semua bukan? "Untung tidak," kata Francesco. "Mari saya ingatkan Anda. Secara spontan dan terbuka saya mengundurkan diri dari Parlemen karena mengutuk korupsi. Anda tahu, bukan, banyak politisi yang berbuat serupa? Banyak orang jujur di Sisilia ini. Umumnya mereka Mafia tradisional, dan sikap mereka seperti saya. Yang membedakannya: Zu komunis dan Ivano fasis. Sebagai orang-orang terhormat, kami memahami satu sama lain." Zu menambahkan: "Saya dapat mengatakan bahwa ketenangan relatif setelah pembunuhan Chiesa adalah ketenangan sebelum datangnya badai. Segera akan ada lagi pembunuhan-pembunuhan. Tapi kini korbannya para politisi korup, yang mencoba menutupi aktivitas ilegalnya dengan memberi suara bagi pemberlakuan peraturan-peraturan yang baik. Batas sebenarnya sudah sampai, di Sisilia." *** Kini tentang Francesco 'Si Wabah' Augelo sendiri. Bagaimana melukiskan dirinya? Dia sederhana. Ia kunci pembuka semua pintu, menurut Farrand. Kini ia menjadi wartawan berbakat yang menyelenggarakan program kebudayaan di radio swasta niaga. Beberapa tahun lalu Francesco berhasil mengorganisasikan kemenangan bagi Partai Republik di daerah pemilihan Corleone -- dengan dukungan Mafia -- yang belum pernah diraih sebelumnya oleh partai tersebut di sana. Menjadi pemimpin Partai Republik di DPRD, ia mengundurkan diri pada 1979, sebagai protes terhadap beberapa kegiatan partainya yang dianggapnya tidak pantas. Kemudian mengundurkan diri sama sekali dari kancah politik. Dan sejak itu pula dukungan terhadap partai itu merosot kembali. Francesco menyenangi lelucon-Iclucon gaya Sisilia. Tak ayal sang wartawan sendiri jadi korbannya. Dalam kunjungan ke pekuburan Mafia, Farrand ditemani Francesco dan dua orang lain yang tak dikenalnya dan tidak diperkenalkan kepadanya. Pekuburan terletak di kawasan pegunungan dekat Corleone. Tak seorang berbicara selama perjalanan. "Francesco memberungut kepadaku, sementara dua temannya menghindari menatapku," cerita Farrand. Dalam perjalanan pulang ke Corleone, tiba-tiba Francesco, sambil menyetir, berkata: "Kami memberi Anda jari dan Anda mengambil tangan. Ini kesalahan serius, dan harus menjadi pelajaran bagi yang lain!" "Siapa yang lain?" Farrand dag dig dug. "Mereka yang katanya percaya pada Santa Claus, tapi setelah datang ke mari lalu membawa cerita bohong ke negerinya. Itu harus menjadi pelajaran. Anda ingin melihat pekuburan Mafia? Nah, Anda perolehnya! Ngomong-ngomong, Anda punya anak berapa?" Ketika Farrand menjawab 'tidak ada', Francesco menimpali: "Bagus. Kami tidak senang melakukan terhadap seorang ayah." "Melakukan apa?" seru sang wartawan makin berdebar. "Kira-kirakan sendiri," jawab Francesco. "Tuhan!" kata Farrand. "Tapi kesalahan apa yang telah kulakukan? Apa yang Anda kehendaki dapat Anda katakan padaku, dan saya dengan senang dan tenang akan hengkang. Di samping itu mengapa itu harus dilakukan? Kita dapat kembali ke hotel, mengepak barang-barangku dan pergi sekarang juga. Dan saya berjanji tidak akan bercerita apa pun kepada siapa pun." "Tidak. Sudah terlambat! " "Dan Manlio. Ingatkah Anda Manlio? Ia berjanji menjamin keselamatanku. Dan jika ia . . ." Dan segera Farrand sadar apa yang pernah dilihatnya di film-film. Dengan beberapa kekecualian, yang lainnya sekarang ini memang mirip: kata-katanya, alasannya .... Tapi bukankah Zu Umberto telah menjaminnya? Setidaknya, itulah yang diharapkannya ...." Melalui kaca spion kulihat ekspresi pembunuh di mata Francesco .... " Orang yang duduk di sisi Farrand yang pertama-tama mengikik. Diikuti yang kedua dengan ledakan tawa. Francesco membarenginya segera. "Oke, kami akan mengantar Anda ke hotel. Tahukah Anda, temanku, aku dijuluki si 'Wabah'?" katanya. ***** Pada saat lain, di mobil, Francesco berkata pada wartawan kita. "Mereka yang ditahan karena dituduh membunuh Dalla Chiesa . . . bukan kah pembunuh yang sebenarnya -- yang bernomor 6 dan 4, termasuk seorang asing. Yang memerintahkannya seorang tokoh politikus tinggi, pemimpin sebuah partai politik dan pejabat pemerintah Sisilia." Mengapa? "Dalla Chiesa diketahui sebagai kepala sebuah kegiatan operasi besar-besaran terhadap penyelundupan senjata antara Belgia dan Tunisia, dengan Sisilia sebagai pusatnya." DICERITAKANNYA, senjata diangkut dengan but-but kecil dari sebuah pelabuhan ikan, Floridia, dekat Syracuse, dan Mazara del Vallo, dekat Trapani. "Itulah penjelasannya untuk perselisihan penangkapan ikan antara Tunisia dan Sisilia," kata Francesco. Kapal-kapal Tunisia lantas datang ke perairan Sisilia untuk merampas but-but itu beberapa berhasil, dan para awak mendekam di penjara. "But-but itu milik politisi tersebut dan milik perusahaan-perusahaan partainya." Mengapa Pemerintah Tunisia tidak memberikan alasan yang sesungguhnya? "Demi kepentingan tokoh politik yang bersangkutan." Bisa mengemukakan nama-nama? "Kami memiliki semua nama itu. Tapi kami menyimpannya dalam sebuah sampul, yang akan kami sebarkan kepada pers kalau sesuatu terjadi terhadap kami. Kami dapat mengemukakan seorang di antaranya: Giacomo Chiello, perantara orang-orang Belgia dan orang-orang politik Palermo yang terlibat." Kematian Dalla Chiesa diikuti dengan pembersihan terbesar di Sisilia tahun itu. Enam puluh enam orang dipecat, dituduh terlibat berbagai kejahatan di antara mereka ada yang tak bersalah. Di Sisilia pembersihan itu lebih merupakan pameran, komentar Farrand sendiri. Sedang pihak pers lebih menuding segalanya kepada Mafia ketimbang kepada keharusan menata kembali organisasi pemerintahan. Kejahatan-kejahatan keji sering ditimpakan kepada Mafia. Penjahat kejam segera diberi merk mafiosi -- kendati mereka tak ada bau mafia. Pada hal, untuk sejumlah orang-orang Sisilia sendiri, "Mafia yang sesungguhnya tetap Onorata Societa, golongan terhormat." Itu menurut si wartawan. Di "negeri yang terhormat" itu, Francesco dan Ivano menjamin Farrand dari segala marabahaya. "Zu Umberto adalah godfather, bapa pelindungku," tulisnya. Manlio, sang penghubung, juga menjaganya dari jauh. "Sebagai wartawan yang lapar informasi, aku dilindungi dengan baik." Tapi hal itu tidak dengan gampang didapat. Farrand sendiri harus mendekam di kamar hotel Palermo 19 hari -- seperti yang diharuskan Francesco sambil terus dibayang-bayangi. * * * Ciccio Sapienza menerimanya di rumah. Ia bekas picciotto, prajurit Mafia tradisional, dan tangan kanan 'bandit terhormat' Salvatora Giuliano. Hormatnya kepada mendiang bosnya sangat besar: rumahnya pun dibangunnya di samping makam Giuliano. "Anda tidak akan bertemu dengan orang yang begitu terhormat," katanya kepada Farrand ketika mereka mengunjungi makam Giuliano. Lain lagi dengan Giuseppe Cusinella. Ia tidak seberuntung Ciccio. Untuk kesertaannya dalam pembantaian di Portella Delle Ginestre -- 15 mati, 40 terluka -- dengan pasukan Giuliano, ia tiga kali masuk penjara dan satu kali dibuang dari Sisilia. Di penjara ia disiksa, hingga satu tangannya lebih pendek beberapa senti dari yang lainnya. "Saya bertempur bukan untuk membunuh orang, tapi melindungi si miskin dari si kaya," katanya. "Kini saya cacat dan menyesal." Tiba-tiba ia menjadi gusar. "Mengapa pihak berwajib tidak membiarkanku sendiri kini? Dua puluh lima tahun di belakang jeruji, Anda tahu apa artinya? Seluruh hidup! Telah kubayar setimpal! Kuminta sebuah SIM, tapi mereka menolak. Mereka curiga aku akan berbuat kejahatan dengan sebuah kendaraan. Apa salahnya? Tanpa SIM pun aku dapat merampok. Aku memiliki sebuah toko, tapi tak dapat melever barang. Bagaimana aku dapat mengempani anak istri tanpa pekerjaan? Apa pikir mereka? Harusnya tinggalkan aku sendiri!" Anda mafioso, bukan? kata Farrand. "Mafia tradisional adalah keadilan. Keadilan murni!" jawab Giuseppe masih penasaran. "Tapi Anda belum menjawab pertanyaanku", usik wartawan itu lagi. "Anda ingin saya lebih celaka? Mereka akan mengusikku lagi. Foto? Hanya teman-temanku yang boleh memotretku. Puaskah Anda?" Berada di depan rumah Giuseppe Genovese, ini tokoh lain lagi, di Montelepre, sang wartawan agak kecewa. Ia mengharapkan menemui gedung besar dengan penjaga di depannya -- seperti yang biasa terlihat dalam film Amerika. Jawaban yang diberikan juga tak memuaskan Farrand. "Saya mencoba melupakan hari kemarin," kata Genovese. "Beberapa wartawan malah ingin memberi uang, tapi saya selalu menolak." Orang ini menghabiskan 17 tahun 4 bulan di penjara karena, seperti dua yang terdahulu, menjadi anggota gerombolan Giuliano. Ayahnya, Vito Genovese, menetap di AS, menjadi Capo di Tutti Capi -- Kepala dari Kepala -- Cosa Nosra, Mafia-nya Amerika. Abangnya, Nicholas Genovese, yang juga pemimpin Cosa Nostra, sempat 'mencetak' seorang anggota Parlemen. Dalam pada itu Giovanni Mazanobile, 57 tahun, tinggal di sebuah rumah susun yang sederhana di Palermo, dengan istri dan anak perempuannya. Dengan menjadi mafioso ia juga menganggap dirinya 'manusia keadilan'. Giovanni yang satu ini sempat berpangkat kolonel dalam EVIS -- Tentara Pembebasan Sisilia -- dan Giuliano langsung menerima perintah darinya. Pecah kongsi dengan Giuliano terjadi sejak pembantaian Portella Delle Ginestre yang telah disebut. "Mafia mengutuknya (Giuliano) karena kejahatan berdarahnya," kata Giovanni. Baginya Mafia adalah "perkumpulan orang-orang yang mengabdikan diri pada keadilan." *** Di Lapangan Ficuzza berdiri patung peringatan kolonel carabinieri Russo dan temannya Filoppo Costa -- berdekatan dengan tempat kedua-nya dibunuh pada bulan Agustus 1977. Ficuzza adalah commune Corleone, dan bos Ficuzza sekaligus bos Corleone, benteng Mafia. Sang bos bernama Don Vincenzo Catanzaro, 80 tahun. Dua perwira polisi itu praktis diberondong di depan pintu rumah bos itu. Dengan sendirinya Mafia dituding, dan Don Vincenzo dituntut. Hanya ia terbebas oleh alasan sederhana: si pembunuh sengaja memilih tempat itu dalam usaha menghapus jejak. Don tentu bukan orang bodoh yang mau mengotori halamannya dengan perbuatan ceroboh itu, katanya. Mobil yang ditumpangi Farrand dan Francesco berhenti di depan rumah tokoh tua tersebut. Beberapa wanita memandang mereka dengan tatapan aneh. "Ia tidak di rumah," kata Francesco, memandang ke dalam rumah. Dalam perjalanan pulang, mereka menjumpai seorang tua yang sedang menunggu bis. Dan itulah orangnya: Don Vincenzo Catanzaro, yang paling ditakuti dan dihargai di antara para bos Mafia di 'Segi Tiga Maut'. Francesco melihatnya sangat terlambat dan karena itu berhenti 100 meter lebih jauh. "Pada saat itu Manlio dan saya sendiri sama sulitnya keluar dari mobil serentak dengan Francesco," kenang Farrand. Dari tempatnya tegak, si tua bangka itu sulit mengenali Francesco. Yang dilihatnya tentunya cuma tiga orang laki-laki yang keluar dari mobil pada saat yang sama dengan maksud tertentu . . . "Bayangkanlah Anda seorang bos Mafia, mungkin yang paling terkenal di daerah itu. Menghadapi bahaya adalah pekerjaan Anda setiap detik," tulis si wartawan. "Dalam situasi demikian, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di kejauhan dan orang-orang keluar bersama. Apa yang terlintas di benak? Jangan-jangan inilah saatsaat akhir Anda". "Jangan bergerak!" seru Manlio. "Biarkan tangan Anda pada posisinya." Francesco maju perlahan-lahan ke arah Don Vincenzo. Untung, Don mengenalinya," tutur Farrand kemudian. Setelah detik-detik menegangkan itu berlalu, tiga orang "pejalan kaki" keluar dari semak-semak di belakang Don. Merekalah pelindung si tua itu. Dari kejauhan, Farrand dan Manlio melihat Francesco berbicara dengan Don sambil menunjuk ke arah mobil yang berhenti. Tiga 'pejalan kaki' seperti acuh tak acuh membicarakan hal lain. Si tua itu rupanya tak mampu menolak undangan seorang teman seperti Francesco. BEBERAPA menit kemudian mereka menuju ke tempat yang ditentukan Don. Francesco segera bertanya tentang Chiesa. "Mafia tak berminat membunuh jenderal itu," kata Don. "Juga tidak Costa dan Kolonel Russo. Mereka justru pembela kaum miskin dari kesewenang-wenangan si kaya, dan ini bertalian dengan etika kita. Yang bersalah adalah orang-orang politik, para pembonceng. Setiap saya melihat tampang salah seorang di antaranya di TV, langsung pesawatnya saya matikan." Tentang kehidupannya, Don mengatakan ingin menata keluarganya dan mengawasi pelaksanaan keadilan bagi penduduk desa. Mereka berhenti ketika sebuah mobil Fiat putih dan tua muncul dari tikungan, dan membuntuti dari belakang. Di dalam rupanya tiga 'pejalan kaki' tadi. Don Catanzaro berdiri tegak, jaketnya di tangannya, dan mengangguk perlahan untuk mengatakan: 'semua oke'. Manlio tiba-tiba berkata: Ada yang bilang mafioso berasal dari kata Arab, yang berarti 'hebat'." Semua melihat pada penghulu tua itu. Di Prizzi, di salah satu sudut 'Segi Tiga Maut', Farrand bertemu dengan Dr. Mario D'Angelo atau Don Mario. Seperti di tempat-tempat lain juga, capo Sisilia yang satu ini sangat ramah. Wartawan kita bertemu dengannya tiga kali untuk wawancara, dan pada ketiga kalinya bahkan Francesco kaget melihat orang itu mencium Farrand pada pipinya. "Sebuah lagi surat jalan bagiku," komentar yang dicium. Don Mario terkenal pula sebagai pembela rakyat jelata, konon. Ia juga menekankan bahwa hanya ada satu Mafia sedang yang lain adalah para pembonceng dan pengail di air keruh. "Orang-orang itu tidak memahami arti kehormatan!" "Pers Sisilia yang menyebutnya capo di tutti capi (kepala dari kepala), dan bukan aku," tulis Farrand tentang tokoh lain lagi: Don Dino Canzoneri. Ramping dan bergerak seenaknya, beberapa tahun lalu ia diminta Liggio untuk membelanya di pengadilan. Ingat Liggio? Ialah wakil dan sekaligus lawan Dr. Michelle Navarra, pengganti ke-3 Don Vito Cascio Ferro, pendiri Mafia 'Modern'. Pada saat itu pula Don Dino Canzoneri dicurigai memerintahkan pembinasaan seseorang di Prizzi, tempat kelahirannya -- kecurigaan yang juga menimpa Dr D'Angelo yang tadi. "Saya tak dapat memberikan wawancara kepada satu manusia pun," katanya ketika Francesco menjelaskan maksud kedatangan Farrand. "Di samping itu tidak sepatah kata pun dari aku tentang pembunuhan (Jenderal Dalla Chiesa) itu, yang menggemparkan semua kita. Karena kita semua gentlemen! Dalla sendiri gentleman!" *** Kisah keluarga Spatola berikut ini ditambahkan si wartawan. Keluarga ini, katanya, terkenal di Sisilia karena hubungannya dengan 'komplotan Amerika' --peristiwa Michelle Sindona, antaranya. Godfather mereka adalah Don Toto Spatola, 80 tahun, ipar tokoh dunia hitam Amerika, John Gambino, yang meninggal setahun lalu. "Pada penguburan John Gambino hadir pula Frank Sinatra, Sammy Davis Jr . . ." tutur Farrand. Putra sulung Don Toto, Rosario Spatola, yang memiliki rumah yang dijaga ketat di Palermo, dituduh melindungi -- secara gelap -- bankir Amerika, Michelle Sindona. Tidak dijelaskan apa salahnya. Sindona berhasil mendapat vonis 'bebas dengan jaminan' di pengadilan AS yang ditangguhkan. Lalu terbang ke Sisilia dengan menyelundup ke dalam rombongan penyanyi Italia-Amerika. Ia berhasil mengelabui pabean dan pejabat imigrasi, lalu menguap hilang -- ke rumah Rosario Spatola, yang punya koneksi di kepolisian Sisilia. Sindona ke Sisilia bukan untuk ngumpet, tapi ada urusan pribadi, menurut wartawan kita. Dan ia tertembak kakinya oleh Dr. Miceli Crimi (luka ringan saja) lalu kembali ke Amerika. "Lolos dari penculikan," ia mengumumkan. Vincenzo Spatola, adik bungsu Rosario, ditahan di Roma pada 9 Oktober 1979. Dalam kantungnya ada sepucuk surat dari Sindona kepada Guzzi, pengacara. Vincenzo berkata, ia dikhianati oleh Inzerillo, rekanan abangnya di sebuah perusahaan bangunan. Tiba di Roma, para perwira polisi mengenalinya sebagai Vencenzo Spatola. Menggeledah sakunya, mereka menemukan surat itu. Sekitar dua tahun kemudian baru ia dibebaskan dengan jaminan 25 juta lira alias lebih dari Rp 10 juta. Inzerillo sendiri, musuhnya, yang telah menjadi bos organisasi baru, selalu mengendarai mobil yang dipersenjatai. Namun tak ayal sebuah senapan mesin menamatkan riwayatnya pada suatu hari -- ketika ia baru meninggalkan mobilnya untuk membeli sebungkus rokok. Jenis senjata yang membunuhnya adalah Kalashnikov -- tipe senjata yang membunuh Dalla Chiesa. ROSARIO Spatola, si abang, juga ditahan pada 17 Oktober 1979 karena perdagangan obat-obat terlarang dan penggelapan pajak. Polisi juga mengetahui peranannya dalam peristiwa Sindona, tapi belum punya bukti -- toh tetap menahannya. November 1982 Vincenzo, si adik, dihadapkan ke pengadilan dengan tuduhan peristiwa Sindona itu. Vincenzo menyatakan tidak mengenal Sindona, dan tidak ingat identitas ataupun tampang orang yang menitipkan surat kepadanya. "Seperti semua orang Sisilia, saya senang membantu orang, karena itu saya menerimanya," katanya. Vincenzo bertegang bahwa ia tak bersalah, menurut Farrand setelah berhasil menemuinya. Toto Spatola, si godfather, juga menganggap anaknya tidak berdosa. Akhirnya Farrand menemui seorang jaksa, Cappadona. Menurut pejabat hukum yang banyak menangani kasus Mafia ini, tutup mulut atau omerta memang menjadi prinsip semua Mafia, yang 'tradisional' maupun yang 'baru'. "Tapi itu tidak berarti mereka memiliki tafsiran yang sama," katanya. Untuk mafia 'baru', omerta adalah kebutuhan yang sangat vital untuk menutup-mati kegiatan mereka yang belum terungkap. Sedang bagi yang tradisional omerta tidak dipakai untuk menyembunyikan kejahatan. Dalam banyak kasus, memang, Mafia tradisional mendorong anggotanya -- yang tertangkap melakukan kejahatan -- menyerah kepada carabinieri. "Anda bisa lihat", kata si jaksa, "para anggota mafia 'baru' seringkali kaya, sementara yang tradisional acap miskin. Jika ada kekecualian, itu karena mereka sudah kaya sejak awal." Jaksa juga menyinggung anggapan orang bahwa mafia tradisional melanggar hukum justru karena menjadikan dirinya sumber keadilan dan pembuat undang-undang. "Tapi salah untuk menyebut mereka bajingan," katanya. Mafia tradisonal memang memiliki tangan yang panjang dan tangguh. Dan menggunakan pengaruhnya yang berakar untuk menjatuhkan pukulan dalam perang lawan Mafia baru yang masih berlangsung di Palermo -- "yang akan menghasilkan musnahnya organisasi 'pseudo' Mafia," menurut si wartawan. Kesepakatan di antara para pemimpin Malia tadisional tampaknya sudah tercapai. Merasa namanya ikut terbawa-bawa berkenaan dengan pembunuhan terhadap Jenderal Dalla Chiesa, 'pembersihan' akan dilakukan di bagian negeri yang jahiliah itu "Segera, akan tercipta ketenangan di Palermo." Itu menurut Farrand.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus