Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kardus beraneka rupa dan ukuran menumpuk di sudut teras rumah Sanjaya Akmal Arifin di bilangan Sawangan, Depok, Jawa Barat. Di dekat tumpukan kardus itu, terlihat satu sosok robot dengan kepala berbentuk persegi. Tubuh robot itu berlubang di bagian depan. Di dalamnya ada sebuah botol cairan pencuci tangan (hand sanitizer). Cairan di dalam botol itu keluar jika pedal di bagian kaki sang robot diinjak. “Ini pesanan orang, memang dirancang untuk tempat hand sanitizer,” kata Sanjaya, 39 tahun, saat Tempo mendatangi rumah sekaligus bengkel kerjanya, Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain robot itu, Sanjaya memperlihatkan sebuah benda berbentuk peti harta karun bajak laut. Ukurannya sebesar kotak roti meja makan. “Ini order sebuah perusahaan makanan, untuk dijadikan paket hantaran sewaktu Lebaran lalu,” ucap dia. Bukan cuma bentuknya yang unik, peti itu juga dilengkapi dengan gembok yang bisa dibuka dan dikunci. Peti bergembok dan robot itu semakin terlihat menarik karena bahan bakunya ternyata kardus bekas.
Itulah sebagian kecil karya kreatif Sanjaya. Sebelumnya, pria yang sudah hampir empat tahun menggeluti dunia kardus itu pernah membuat karya-karya fenomenal lain berbahan kardus. Pada Agustus 2017, misalnya, Baba—begitu Sanjaya biasa disapa--membuat robot Optimus Prime dari serial Transformer setinggi lebih dari 3 meter. Robot itu dijadikan dekorasi untuk menyemarakkan perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-72 di daerah tempat tinggal Baba.
Dua bulan setelah itu, Baba bersama anak muda di sekitar rumahnya membuat mobil Formula 1 berukuran besar yang bisa berjalan dan dinaiki anak kecil. Karena keunikannya, karya-karya Baba itu sampai diliput banyak media massa. Baba juga pernah membuat arena permainan berukuran raksasa berbahan kardus yang disimpan di sebuah mal di Jakarta. Arena permainan itu berbentuk kastil, perosotan, dan jembatan yang bisa dinaiki anak-anak. “Lewat karya-karya itu, saya memperlihatkan bahwa pada dasarnya kardus merupakan material yang kuat dan bisa dibentuk menjadi aneka jenis barang,” ujarnya.
Perkenalan Baba dengan kardus terjadi ketika ia hendak memberikan hadiah ulang tahun untuk putri sulungnya, Senandung Bumi, pada 2015. Waktu itu, Baba bercerita, putrinya sebetulnya minta dibelikan rumah-rumahan untuk boneka Barbie. Tapi Baba memilih membuatkan rumah-rumahan berukuran besar berbahan kardus. “Ternyata anak saya senang karena dia juga bisa main di dalam rumah-rumahannya itu, bukan cuma untuk bonekanya.” Gara-gara diunggah ke media sosial, ternyata banyak teman Baba yang meminta dibuatkan rumah-rumahan serupa. Baba pun terpikir untuk menjadikan kerajinan kardus ini sebagai usahanya. Jadilah pada 2016 ia mendirikan usaha kerajinan Bumi Kardus.
Bumi Kardus lalu memproduksi aneka mainan anak dengan bahan utama kardus bekas. Dia mendapatkan bahan bakunya dari beberapa pabrik. “Saya pakai kardus bekas kemasan barang-barang produksi pabrik,” tutur dia. Ia lalu membuat aneka bentuk mainan, seperti rumah-rumahan, kastil, mobil-mobilan, roket, dan robot. Kebanyakan pesanan rekan-rekannya. “Jadi, mereka yang menentukan desain, nanti saya coba buatkan.”
Popularitas Bumi Kardus makin moncer. Baba pun sering diundang mengisi pelatihan pembuatan mainan kardus oleh komunitas parenting dan merek-merek besar. Beberapa tahun terakhir, Baba lebih banyak mengerjakan pesanan dekorasi untuk acara-acara, seperti pameran produk, workshop, dan acara internal korporat.
Namun, beberapa bulan terakhir, aneka orderan untuk acara-acara besar itu berhenti gara-gara pandemi Covid-19. Meski begitu, Baba tetap disibukkan oleh pesanan-pesanan dari perorangan berupa mainan anak-anak berbahan kardus. “Justru pada masa pandemi ini permintaan mainan kardus meningkat lagi,” kata Baba.
Ia kini kembali rutin membuat mainan rumah-rumahan, kapal-kapalan, atau mobil-mobilan yang dipesan para orang tua untuk anak-anak mereka. “Mainan kardus ini memang cocok untuk alternatif aktivitas anak-anak selama mereka harus berdiam di rumah gara-gara pandemi.”
Baba menjual mainan-mainan itu Rp 300-400 ribu. Bisa juga lebih mahal atau lebih murah, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan pengerjaan. Tapi mainan-mainan itu dibuat Baba dalam bentuk setengah jadi. Dengan begitu, kata dia, orang tua yang memesan harus merakit mainan itu bersama anaknya sebelum dimainkan. “Salah satu nilai dari bermain kardus adalah kerja sama antara orang tua dan anak. Mainan kardus jadi sarana untuk mempererat ikatan orang tua dan anak,” ujarnya.
Ia pun biasanya membuat mainan itu secara polos agar nantinya anak-anak bisa berkreasi menghias sendiri mainannya. “Sehingga anak-anak punya kebanggaan dan rasa memiliki mainan mereka.” Ketika mainan kardus rusak pun, anak dan orang tua bisa bekerja sama untuk memperbaiki mainannya bersama-sama. “Jadi, proses belajar mainan kardus ini banyak sekali,” kata dia.
Hal lain yang terpenting, menurut Baba, adalah mainan kardus dipastikan aman buat anak-anak. Berbeda dengan mainan dari material lain yang keras, mainan kardus tidak akan melukai anak jika anak berlarian lalu membenturnya.
Baba bukan satu-satunya perajin kardus di Tanah Air. Ada beberapa orang yang juga menekuni kerajinan berbahan kardus dengan ciri khas karya masing-masing. Ada yang spesialis membuat topeng, kostum, mainan anak, atau benda-benda perabotan yang fungsional. Orang-orang kreatif ini membentuk komunitas bernama KardusIN, alias Kardus Indonesia. Pada masa pandemi ini, mereka aktif memberikan edukasi membuat mainan dan kerajinan kardus melalui media sosial. Salah satu yang aktif membuat kelas-kelas daring adalah Uchy Widya, perajin kardus pemilik usaha Mainan Kardus.
Sama seperti Baba, Uchy juga terjun di usaha produksi mainan kardus karena awalnya iseng membuatkan mainan untuk anaknya. Karya Uchy dikenal sejak ia mengunggah hasil kreasinya ke media sosial pada 2015. “Dulu anak saya seneng banget dibuatkan mainan dari kardus,” tuturnya. “Dulu saya bikin alat-alat dapur, televisi, alat transportasi, kamera, dan lain-lain.” Ternyata peminatnya banyak. Bukan hanya membeli, mereka juga ingin belajar membuat mainan dari kardus di rumah masing-masing.
Pada 2017, Uchy digandeng sebuah penerbit untuk menerbitkan buku tutorial tentang pembuatan aneka mainan kardus. Saat baru diterbitkan, bukunya langsung laku hingga 7.000 eksemplar. “Yang bikin saya senang itu karena, setelah itu, banyak orang tua yang melaporkan hasil karya mainan yang mereka buat bersama anak-anak mereka berkat buku itu,” ujarnya.
Di dalam buku itu, Uchy menyediakan pola mainan yang dapat ditiru. Bentuknya pun unik-unik: dari mesin jahit, koper; perabot rumah tangga seperti sapu, magic jar, dispenser air, kompor, dan mixer; hingga tank dan perahu layar.
Nama Uchy semakin terkenal karena rutin mengisi pelatihan yang digelar produk-produk yang berkaitan dengan anak-anak. Dan, meski sudah menerbitkan buku tutorial, tak sedikit orang tua yang ingin membeli mainan kardus buatan perempuan berusia 38 tahun itu. Uchy pun memproduksi aneka mainan kardus secara massal.
Bentuk mainannya, antara lain, berupa alat peraga edukasi sistem tata surya, kamera, kereta api, kitchen set, serta aneka bentuk binatang. “Sampai sekarang produk kamera mainan jadi bentuk yang paling laris.” Semua mainan itu juga dibuat dalam bentuk setengah jadi agar anak-anak bisa belajar untuk merakitnya di rumah.
Pada masa pandemi ini, kata Uchy, permintaan mainan kardusnya meningkat drastis sampai-sampai ia kehabisan stok. “Banyak orang tua yang sudah mati gaya untuk mengisi waktu dengan anaknya selama di rumah. Jadinya, mereka mencoba main kardus. Mungkin supaya anak-anaknya juga tidak terlalu sering bermain gadget,” ujarnya.
Harga mainan kardus Uchy beragam, antara Rp 35 ribu dan Rp 400 ribu. “Biasanya, kalau ukurannya besar dan rumit, lebih mahal, seperti kitchen set.” Meski menjual mainan kardus dalam bentuk setengah jadi, Uchy menyediakan pola gratis yang bisa diunduh dan dicetak oleh para orang tua yang bisa diunduh di situs web Mainankardus.com.
Sementara Baba dan Uchy banyak membuat mainan kardus berupa benda-benda atau bangunan, perajin kardus asal Bandung, Nur Maliyanti, populer berkat kostum-kostum kardus yang unik. Perempuan berumur 36 tahun itu memiliki usaha kerajinan bernama Ibu Kardus yang berdiri sejak 2014. Ia pun memulai menekuni kerajinan kardus berangkat dari membuatkan mainan untuk anaknya. “Saya mulai serius dan menekuni usaha ini sejak 2016 dan berfokus membuat kostum anak berbahan kardus.” Kostum kardus yang diproduksi Nur di antaranya burung hantu, dinosaurus, dan unicorn. Dia menjual produk-produk tersebut lewat akun Instagram @ibukardus.
Menurut Nur, kardus tidak hanya bisa dimanfaatkan menjadi mainan berupa properti atau benda-benda pendukung permainan anak. Kardus juga bisa dibentuk menjadi kostum unik untuk permainan peran (role play). Kostum-kostum ini dirancang dalam bentuk paket setengah jadi. Sebelum dipakai oleh anak, kostum harus dirakit lebih dulu dengan bantuan orang tua. “Dengan cara ini, anak jadi punya kebanggaan bisa membuat kostum yang keren dan dibuat bersama orang tua mereka,” tutur dia.
Untuk membuat produk mainannya lebih menarik, Nur juga merancang kemasan kostum agar bisa dijadikan permainan papan (board games) oleh para konsumennya. Nur menjual kostum-kostum kardus itu seharga Rp 150 ribu per buah. Jika dipakai secara apik, kata Nur, kostum mainan ini bisa awet bertahun-tahun. “Ada yang membeli tiga tahun lalu, masih awet sampai sekarang,” kata dia. Tapi, jika tidak dirawat dengan baik, kostum kardus itu bisa cepat rusak.
Karena sifat kardus yang unik itulah, ia menambahkan, anak-anak bisa belajar menghargai dan merawat mainannya. Apalagi mainan-mainan itu mereka buat bersama orang tuanya. Pekan depan, dia akan meluncurkan produk baru yang ia garap sebagai salah satu merchandise sebuah film lokal. “Karakternya mengambil tokoh pewayangan terkenal.”
PRAGA UTAMA
Kreativitas dalam Mainan Kardus
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo