Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM tiga tahun terakhir, pendapatan bulanan Rumah Sakit Anna Medika Bekasi naik tiga kali lipat. Rumah sakit kelas C tersebut bahkan mampu menambah jumlah mesin cuci darah atau dialiser, dari 8 menjadi 43 unit. Peningkatan terjadi sejak Anna Medika berpartisipasi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Dulu pendapatan kami tak lebih dari Rp 3 miliar sebulan. Sekarang hampir Rp 10 miliar," kata Direktur Utama Rumah Sakit Anna Medika Slamet Effendy kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Slamet bercerita, semula mereka sempat khawatir program JKN akan membebani keuangan rumah sakit dan berimbas pada kesejahteraan dokter. Banyak cerita beredar tentang rumah sakit yang keuangannya seret lantaran ikut program JKN. Apalagi saban bulan nilai klaim mereka mencapai Rp 7 miliar, cukup besar untuk rumah sakit kecil seperti Anna Medika, yang hanya memiliki 140 tempat tidur. "Kami pun berpikir keras bagaimana agar masyarakat tetap terlayani tapi kami juga tak rugi," ujarnya.
Manajemen lalu menyiapkan dana talangan dari modal kerja untuk mereka gunakan ketika klaim pembayaran dari BPJS Kesehatan telat cair. Apabila nominal yang harus ditalangi terlalu besar, mereka meminjam ke bank dengan dokumen tagihan klaim sebagai jaminan. Siasat lain, mengoptimalkan pelayanan yang memberikan margin besar seperti hemodialisis atau cuci darah. Itu sebabnya, menurut Slamet, mereka tak segan menginvestasikan dana lebih untuk pengadaan dialiser.
Beroperasi di daerah padat penduduk seperti Bekasi menjadi kunci utama keberhasilan Anna Medika menjalankan program JKN. "Walaupun margin JKN sedikit, faktor pengalinya banyak," ujar Slamet. Sekitar 80 persen layanan rumah sakit ini diperuntukkan bagi pasien BPJS Kesehatan.
Bukan cuma rumah sakit kelas menengah ke bawah seperti Anna Medika yang melirik potensi ekonomi dari program JKN. Siloam yang selama ini dikenal sebagai rumah sakit kalangan jetset pun mulai serius menggarap pasien BPJS Kesehatan. Presiden Direktur Rumah Sakit Siloam Romeo Fernandez Lledo menargetkan semua rumah sakit Siloam Group nantinya bisa menerima pasien BPJS Kesehatan. "Dari 23 rumah sakit kami, 15 sudah ikut BPJS kesehatan," ujarnya.
Juru bicara BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, mengatakan program JKN memiliki potensi bisnis yang cukup besar bagi industri rumah sakit. Hingga Maret lalu jumlah peserta BPJS Kesehatan sudah 163 juta orang lebih dan diperkirakan setiap tahun bertambah sekitar 30 juta orang. Dia optimistis program BPJS Kesehatan memudahkan manajemen rumah sakit dalam mengelola keuangan. "Dengan biaya tetap, mereka bisa memperkirakan pendapatan dan keuntungan dari awal," katanya.
Satu-satunya masalah, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia Iing Ichsan Hanafi, tarif yang ditetapkan pemerintah masih di bawah nilai keekonomian. "Banyak rumah sakit swasta mengeluhkan arus kasnya terganggu sejak ikut BPJS Kesehatan," ujarnya. Dia meminta pengelola JKN melakukan pembenahan dalam hal tarif.
Membenahi tarif JKN, menurut Iing, akan meningkatkan jumlah rumah sakit swasta yang berpartisipasi. Dengan begitu, target universal coverage atau ketersediaan layanan kesehatan bagi semua warga Indonesia pada 2019 akan lebih mudah dicapai. "Seharusnya pemerintah juga memperhatikan keluhan rumah sakit swasta," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo