TAMPANG Sugiri, bolehlah. Tubuh atletis. Kantung tebal. Sebuah sepeda motor baru, siap membawa ke mana ia mau. Lalu apa yang kurang ? Tak ada, untuk ukuran pemuda Wonogiri, Jawa Tengah. Karena itu, ia ingin kawin. Tapi, tak satu pun cewek mau melirik. Apalagi kecantol. Ini yang tak habis-habisnya ia sesali. Bayangkan, tolong. "Setiap minggu saya berburu," kata Sugiri, 23 tahun. Berburu? "Yah, berburu gadis," sambungnya polos. Januari lalu, rupanya sang pemburu sampai di sebuah warung yang cukup beken di Wonogiri. Jantung Sugiri mendadak dag dig dug. Memang ada burung di sana. Seorang gadis duduk sendirian. Di mata Sugiri, gadis itu begitu menarik. Kulitnya kuning mulus. Tubuhnya sintal bak gitar bikinan Klaten kata dia, Iho. Rambutnya dipotong pendek. Walau tanpa make up gadis ini luar biasalah. Untuk menghemat kata, pokohnya pemuda kelahiran Sukoharjo ini kesemsem, begitu. "Lalu, saya memesan makanan seperti yang saat itu dia hadapi, es soda gembira dan lontong," cerita Sugiri. Kemudian Sug melempar senyum. Gadis itu juga melempar senyum. Dua senyum itu tabrakan. Hati Sugiri pun, katanya, semakin kebat-kebit. Dor, burung ditembak. Bukan dengan peluru, tapi dengan rayuan basa-basi. Burung itu mengepakkan sayap, artinya melambaikan tangan. Berbunga-bunga hati Arjuna Wonogiri itu. Sugiri pun mendekat. Lalu duduk bersebelahan. Cerita pun menggebu: tentang sawahnya yang luas, hasll panen yang bagus. "Pokoknya, saya harus memikat Lina," tutur Sugiri. O, ya, cewek itu maunya dipanggil Lina, entah namanya Erlina atau Marlina. "Dia kelihatan kagum dan memuji saya. Lagi pula, ia tampak cerdas, mengesankan gadis terpelajar," tutur Sugiri lagi. Ah, percaya, Sug. Terus? "Lina mengaku sedang menunggu teman-temannya yang akan rekreasi ke Waduk Wonogiri. Tapi, tak datang-datang." Lantas, ya, Sugiri tak melepaskan buruannya, ia bonceng Lina dengan Honda bebeknya ke Waduk Wonogiri. Wonogiri seakan-akan milik mereka berdua, air waduk yang surut itu seakan lautan biru yang indah. Duli. Menurut cerita Sugiri kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO, mereka betul-betul dimabuk asmara. Berperahu di waduk, saling colek, saling singguk Lina, katanya, sedikit manja. Usai berperahu, ia minta diajari naik motor. Tentu dengan senang hati permintaan Lina dipenuhi. "Saya 'kan bisa pegang bahu dan tangannya," kata Sugiri. Ternyata, Lina mengaku cepat bisa naik motor, dan ia meminta pada Kang Mas Sugiri agar dibolehkan mencoba naik motor sendiri. Permintaan itu dipenuhi. Mula-mula, Lina memang kelihatan kikuk, lalu bisa berlari lebih kencang, lalu melesat. Dan menghilang di tikungan. Dan, Sugiri menunggu berjam-jam, Lina tak juga balik-balik. Sampai pekan lalu, Honda bebek Sugiri tak juga ditemukan walau kasus itu sudah dilaporkan ke polisi. Yang diterima Sugiri hanya sebuah surat, tanpa nama pengirim, apalagi alamat. Isinya: "Mas, motornya masih saya pakai. Maaf, Ya?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini