Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Mencari konsep pembaruan islam

Yogyakarta : tiara wacana, 1987 resensi oleh : a.a. navis.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUDAYA DAN MASYARAKAT Oleh: Dr. Ksntoijoyo Penerbit: Tiara Wacana Yogya, 1987, 166 halaman BUKU ini merupakan kumpulan terpilih yang terdiri atas 10 makalah pada berbagai seminar dan diskusi serta dua tulisan yang pernah diterbitkan. Sebagai makalah sudah tentu sifatnya sangat ilmiah dan padat karena untuk disampaikan pada audiens yang sekualitas. Ke-12 tulisan dalam buku ini dibagi dalam 4 bagian. Tiap bagian dengan 3 judul tulisan. Bagian 1: Pemahaman Dasar: Analisa Sosio-Historik Bagian 11: Humaniora: Proses Kesadaran Simbol Bagian III: Perbenturan Nilai dalam Proses Perubahan Sosial Bagian IV: Sastra Sebagai Simbol. Dari seorang yang berkapasitas banyak, ilmuwan, sejarawan, sastrawan, dan intelektual muslim, karya ini sudah tentu diharapkan dapat memberi jawaban atas permasalahan aktual yang tengah berlangsung. Apalagi ia tampil dengan makalah untuk berbagai seminar, yang lazimnya diadakan untuk memperbincangkan permasalahan yang lagi aktual. Sebagai orang Jawa dan juga sebagai seorang muslim, selayaknyalah kajiannya berkisar pada kehidupan masyarakat Jawa dan Islam di Jawa pula, meskipun kajiannya bertemakan masalah sosial, politik, kebudayaan, dan kesusastraan. Ternyata, Kuntowijoyo cukup cermat membicarakannya dari sudut ilmu dan minatnya. Dalam tulisan yang berjudul Struktur dan Kultur: Kerangka Sosial Transformasi Budaya, misalnya, dengan cermat dikemukakannya persekutuan antara golongan tarekat dan Golongan Karya oleh alasan tertentu. Dari pihak tarekat merupakan upaya perlindungan dari ancaman massa syareat terhadap elitisme tarekat. Di pihak Golkar sendiri merupakan suatu kesempatan untuk mobilisasi politik. Cita-cita tarekat tentang kesalehan individual sesuai dengan konsepsi Golkar mengenai penempatan agama, yakni memberikan agama suatu tempat khusus tetapi terpisah dari lembaga sosial lainnya. Dalam membaca bagian ini saya teringat pada percakapan dengan seorang teman, pengurus Golkar yang fanatik di Sumatera Barat, beberapa tahun yang lalu. Kata saya, untuk memobilisasi kekuatan politik, memanglah taktik yang jitu apabila Golkar menghimpun golongan tarekat. Dengan konsekuensinya Golkar memberikan perlindungan pada gerakan itu. Akan tetapi, secara intelektual, apakah memberi perlindungan pada golongan ini dapat membantu mempercepat tingkat modernisasi dalam pembangunan? Dalam tulisan berjudul Pengkajian Perubahan Kebudayaan: Suatu Analisa Sosial, sesungguhnya pertanyaan saya itu secara tidak langsung telah terjawab, meski dalam tulisan itu tidak disbut-sebut permasalahan Golkar dengan golongan tarekat atau kebatinan itu. Sebagaimana dikemukakannya bahwa tradisi dalam bentuk dualisme budaya, bahkan pluralisme budaya. Dualisme budaya sebenarnya bukan hanya pada kehidupan masyarakat Jawa yang tradisional, yang priayi, atau abangan. Masyarakat Islamnya pun dalam kondisi dan situasi yang sama. Seperti yang dapat kita pahamkan dalam karangan yang berjudul Masjid atau Pasar: Akar Ketegangan Budaya di Masa Pembangunan. Pangkal tolak pemikiran Kuntowijoyo ada pada sebuah hadis Nabi, yakni: "Sebaik-baik tempat ialah masjid-masjid, dan sejelek-jelek tempat ialah pasar-pasar." Dalam karangan ini, Kuntowijoyo mencoba mengkritik tesis Weber dan pandangan difford Geertz yang banyak menguasai pandangan ilmuwan bangsa kita. Bahwa situasi pasar lebih menentukan bagi seseorang daripada panggilan agamanya. Atau reformasi dalam Islam di Indonesia bersumber pada semangat entrepreneurship seperti kaum puritan pada permulaan kapitalisme. Sehingga, lambat-laun semangat kapitalisme yang merasuk ke dalam kehidupan telah menjadikan manusia menganut individualisme, di mana pasar menghendaki keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara apa pun. Meski Islam mendukung tanpa ragu-ragu konsep kekayaan pribadi, seperti yang dikutip dari pendapat Sayed Hossein Nasr, hasil usaha itu hendaklah berdasarkan pada buah kejujuran, bukan dengan cara tipu muslihat sebagaimana yang lazim pada sistem kapitalisme. Dan Kuntowijoyo yakin bahwa sistem ekonomi berdasarkan Islam dapat menjadi antitesa bagi kapitalisme dan dunia modern. Namun, ia mengakui bahwa pandangannya lebih berslfat teoretis daripada empiris, lebih abstrak daripada kongkret. Saya pikir, sebagai sejarawan, analisa Kuntowijoyo pada semua karangannya dalam buku ini patut dipuji. Namun, sebagai cendikiawan Islam, ia tak berbeda dengan umumnya umat Islam, yang secara fanatik atau "hakkulyakin" bahwa agamanya lebih unggul. Ia belum dapatmengemukakan secara empiris dan kongkret keunggulan Islam dalam sistem yang tengah berlaku dewasa Ini. Selama masyarakat Islam belum mampu membuktikan sistem ekonominya lebih baik, maka tesis Weber masih relevan. Karangan tentang sastra seperti termuat dalam Bagian IV saya pikir sangat perlu dibaca, terutama oleh ahli teori sastra, agar pemahaman sastra tidak hanya dibatasi oleh satu disiplin ilmu. Dengan memakai multidisiplin ilmu, sastra akan lebih mudah dipahami, dan sastra Indonesia tidak menjadi terpencil di tanah airnya sendiri. Meski buku ini belum menawarkan suatu konsep sebagaimana lazimnya makalah pada setiap seminar, sebagai karya cendekiawan muslim, secara tidak langsung buku ini memberikan koreksi terhadap banyak hal, terutama bagi masyarakat Islam yang kehilangan peran dalam merumuskan konsep pembaruan pada dirinya sendiri dan pembangunan dalam masyarakat modern. A.A. Navis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus