Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mau membebaskan utang, dicurigai

Bermaksud mau membebaskan utang, sanawi memberi bingkisan yang disebut "nyolak" yang artinya utang bebas. tapi kopral marto, si penerima, salah duga, sanawi disangka mau menyihirnya. (ina)

14 Juni 1986 | 00.00 WIB

Mau membebaskan utang, dicurigai
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEORANG penjual rokok di Madura memberikan bingkisan kepada seorang tentara di bulan Ramadan barusan, seperti hadiah berbuka puasa saja. Ini berbuntut panjang. Yang menerima bingkisan aneh itu anak Kopral Marto, anggota Koramil Sumenep, yang sebenarnya tetangga rumahnya. "Cung, . . . kasihkan ayahmu," kata Sanawi, si penjual rokok. Kopral Marto marah besar. Ia mendatangi Sanawi di Pasar Manding, dan langsung menodongkan pistol. "Kamu main sihir, ya? Ayo, sihirlah pistol ini," bentak Marto, tentu saja setelah ditirukan Sanawi. Pengunjung pasar, yang tahu adegan itu, langsung terbirit-birit. Syukurlah, tak ada bunyi dor. Tapi Sanawi dibawa ke kantor Koramil. Diusut: benarkah ia menginginkan si penerima bingkisan segera meninggal. Sanawi terus terang mengakui, ia jengkel kepada Marto: sudah satu tahun Marto punya utang Rp 30.000 dan sulit ditagih. Karena itulah bingkisan dilayangkannya, tapi ia menolak maksud buruk yang dituduhkan itu. "Haram! Buat apa menyihir orang pakai bilang-bilang segala?" katanya. Menurut dia, "Kalau mau main sihir, cukup sembunyi-sembunyi, yang penting orang yang disihir tiba-tiba celaka." Aparat Kodim ikut campur tangan. Apalagi sekarang Sanawi justru menuduh Marto bikin onar. "Dia dengan pistolnya menakut-nakuti saya dan seisi pasar," katanya. Syukur, persoalan diselesaikan dengan damai. Sanawi berhasil meyakinkan tentara di kantor Kodim itu bahwa bingkisan yang ia serahkan itu, yang dalam budaya Madura disebut nyolak, justru ia maksudkan untuk membuat persoalan tuntas. Tuntas apanya? "Itu pertanda utang Pak Marto saya ikhlaskan. Tak usah dibayar, meskipun sampai ke liang kubur." Untuk itulah ia mengirimkan sejumput kembang dan uang logam seratus perak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus