Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panglima Kodam III/Siliwangi, Ma-yor Jenderal Sriyanto, pantas bersyukur. Terdakwa dalam kasus Tanjung Priok itu, Kamis pekan lalu, diputus bebas oleh majelis kasasi Mahkamah Agung. Artinya, Sriyanto dibebaskan dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Pu-tus-an MA ini menguatkan vonis pengadilan hak asasi manusia ad hoc Jakarta pada 12 Agustus lalu, yang juga membebaskan mantan Komandan Jenderal Kopassus itu.
Putusan majelis kasasi yang diketuai Hakim Agung Iskandar Kamil ini dikecam Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Usman Hamid. "Fakta ini menguatkan tendensi negatif dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia," ujarnya.
Kasus Tanjung Priok terjadi pada 12 September 1984. Ketika itu Sriyanto masih berpangkat kapten dan menjabat Kepala Seksi Operasi II Kodim 0502 Jakarta Utara. Karena ada keributan di Tanjung Priok, Kodim lalu mengirim satu regu untuk membantu polisi dari polres setempat. Aparat hukum itu kemudian menahan empat orang warga.
Merasa tak puas, Amir Biki lalu memimpin massa dalam jumlah besar ke Kodim 0502, menuntut agar kawan-kawan mereka dibebaskan. Permintaan itu ditolak. Terjadilah bentrok. Dalam tuntutan kasus ini di pengadilan, jaksa menyebut Sriyanto bersama-sama Pasukan Artileri Pertahanan Udara Sedang 6 menembaki massa di Tanjung Priok sehingga menewaskan 23 orang, termasuk Amir, dan melukai 54 orang lainnya.
Hamid Bantah Terima US$ 110 Ribu
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Hamid Awaluddin, mem--bantah tuduhan Kepa-la Biro Keuangan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hamdani Amin. Hamdani, salah satu terdakwa kasus korupsi KPU, mengaku pernah menyerahkan uang US$ 110 kepada Hamid, yang saat itu anggota KPU. "Sebelumnya saya dengar ada US$ 105 ribu, tapi saya tidak pernah terima itu," kata Hamid, yang hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi di KPU, Rabu pekan lalu.
Selama menjadi anggota KPU, kata Hamid, diri-nya tidak pernah menerima uang dalam bentuk dolar, ke-cuali uang saku untuk perjalanan ke luar negeri. "Saya ha-nya menerima tunjangan Rp 10,6 juta kemudian ho-nor dalam kegiatan pokja dan THR," ujarnya. Untuk perjalanan dinas ke luar ne-geri, Hamid menga-ku terima uang dolar US$ 3.500 dari pegawai KPU. "Ada tanda terima-nya," katanya.
Lain lagi dengan pengakuan Hamdani Amin. "Saya menyerahkan langsung sesuai dengan perintah Ketua KPU," kata Hamdani, Rabu pekan lalu, di pengadilan tindak pidana korupsi di Jakarta. Bahkan dia memerinci, pemberian itu dilakukan lima tahap, yang diberikan pada tahun lalu. Pertama pada Januari US$ 15 ribu, April US$ 30 ribu, Juni US$ 25 ribu, Agustus US$ 30 ribu, dan September US$ 10 ribu.
Hamdani dan Hamid pun lantas saling bantah dalam soal dana haram di KPU itu.
Ahmadiyah Dilarang di Cianjur
Musyawarah Pimpinan Dae-rah Kabupaten Cia-njur, Jawa Barat, akhirnya me-larang kegiatan Ahmadiyah di wilayah itu. Keputusan di-keluarkan pada Rabu pekan lalu melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Bupati Cianjur Wasidi Swastomo, Kepala Kejaksaan Neger-i Cianjur Deddi Siswadi, dan Kapolres Cianjur Ajun Komisaris Besar Anang Suhardi.
Keputusan pelarangan Ah-madiyah di wilayah Cia-njur itu merupakan buntut aksi penyerangan yang dilakukan sejumlah orang terhadap penganut Ahmadiyah di Kecamatan Cibeber dan Campaka, dua pekan lalu. Menurut Wasidi Swastomo, dengan adanya keputusan itu, segala aktivitas Ahmadiyah dilarang di Kabupa-ten Cianjur. Namun, "Keputus-an ini bersifat sementara sambil menunggu keputusan dari Presiden," kata Wasidi. Disebutkan pula, keputusan itu juga mempertimbangkan rekomendasi Majelis Ulama Indonesia setempat.
Kepala Kepolisian Da-erah Jawa Barat, Inspektur Jende-ral Edi Darnadi, mengatakan bahwa pihaknya telah selesai memeriksa 12 tersangka kasus penyerangan di perkampungan Ahmadiyah di Cianjur Selatan itu. "Kami belum mengetahui motif dan si-apa di balik kelompok aksi pe-nye-rangan itu," kata Edi Darnadi.
Deklarasi Garda Kemerdekaan
Sebuah organisasi antikekerasan, Jumat pekan lalu, dideklarasikan di aula Perpustakaan Nasional RI, Jakarta. Garda Kemerdekaan, begitu namanya, dibentuk untuk menyikapi aksi sekelompok orang yang mengancam dan menteror warga negara lain. Ormas kebangsaan lintas agama ini dike-tuai Ahmad Taufik, dibantu Husen Hashem sebagai sekre-taris jenderal. Motto organi-sasi: Rakyat Damai, Bangsa Aman Sejahtera.
Deklarasi dihadiri oleh be-berapa tokoh agama, dan yang memberikan sambut-an antara lain Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Teten M-asduki, dan pengamat po-litik yang juga mantan pemimpin redaksi harian Sua-ra Karya, Rahman Tolleng.
Salah satu kegiatan yang dilakukan Garda Kemer--de-kaan adalah memberikan perlindungan kepada anggo-ta masyarakat yang meng-alami tindak kekerasan ka-rena per-bedaan pandang-an po-litik maupun agama. Per-lin-dungan itu diberikan tanpa memungut bayaran, se-perti yang tertera dalam ko-de etik ormas itu. "Organisasi kami terbuka bagi siapa saja tanpa memandang suku dan agama," kata Husen Hashem. Pada saat dideklarasikan, s-eratus orang lebih ikut mendukung dengan memberikan tanda tangan di kain putih.
Kocok Ulang Komisi DPR
Anggota dan pimpinan komisi DPR RI akan dikocok ulang. Ini merupakan konsekuensi dari perubahan tata tertib DPR yang disahkan dalam Sidang Paripurna I tahun 2005-2006, pekan lalu. Menurut tata tertib yang baru, susunan dan keanggotaan komisi dibentuk menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggo-ta tiap-tiap fraksi dan ha-rus diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR.
Selain keanggotaan yang bersifat proporsional, konfigurasi pimpinan komisi mendatang pun berubah. Wakil pimpinan komisi yang sebelumnya tiga akan ditambah satu menjadi empat.
Yang bakal ramai de-ngan adanya tata tertib baru ini adalah perebutan posisi pim-pinan komisi. Misalnya, ba-nyak partai-termasuk PDIP dan PPP-mengincar kursi Ketua Komisi V yang meng-urusi pekerjaan umum dan perhubungan. Itu sebabnya, Ketua Fraksi PDIP, Tjahyo Kumolo, buru-buru mengingatkan. "Kami siap kocok ulang, asal jangan berakhir voting, karena akan pecah," ujarnya.
Partai-partai pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dulu tergabung dalam Koalisi Ke-rak-yatan, seperti PAN, PKS, dan Partai Demokrat, pun kali ini berpeluang menduduki kursi pimpinan komisi.
Komplotan Pembunuh TKW Dibekuk
Aparat Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya dan Kepolisian Resor Sidoarjo berhasil membongkar pembunuh tenaga kerja wanita. Komplotan itu terbongkar setelah polisi menggerebek sebuah rumah di kawasan Kecamatan Sedati, Sidoa-rjo, Jawa Timur, Selasa pekan lalu. Rumah itu diduga se-ba-gai tempat menyekap para TKW sebelum dibunuh. "Ope-rasi ini untuk membongkar sindikat pembunuh TKW yang pulang dari luar nege-ri," kata Komisaris Polisi Jumhur, reserse Polwiltabes Surabaya.
Dalam operasi ini, polisi menemukan lima TKW, foto sejumlah calon korban yang akan dibunuh, dan foto tersangka yang masih buron berinisial RF, YD, PK, dan MT. Sementara, hanya dua anggota komplotan, ma-sing-masing Andik, 23 tahun, dan Boy, 20 tahun, yang telah di-bekuk. Keduanya diduga sebagai eksekutor.
Kasus pembunuhan TKW terbongkar setelah polisi me-nemukan Ester Baniwine, TKW asal Desa Ringurara, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, awal September lalu. Saat ditemukan, Ester masih hidup, tapi tubuhnya luka-luka akibat penyiksaan. Dari kasus ini, polisi kemudian mengembangkan ke pembunuhan TKW bernama Masri, yang ditemukan di Sidoarjo, Cicilia di Pasuruan, dan Deby di Jombang. Belum diketahui apa motif pembunuhan TKW ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo