Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Medan Kurusetra di Jagat Maya

Relawan pendukung Jokowi berperang 24 jam melawan pasukan cyber kubu lawan. Bersenjatakan ribuan akun media sosial.

15 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Markas perang alias war room pasukan Jokowi Advanced Social Media Volunteers (Jasmev) mendadak gelap gulita pada suatu malam pertengahan Juni lalu. Sekitar pukul 22.00, listrik di seluruh gedung berlantai lima di Jalan R.P. Soeroso, Gondangdia, Jakarta Pusat, itu mati. Sepanjang malam, para relawan dunia maya pendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini mati kutu, tak bisa membalas serangan para pendukung kandidat presiden Prabowo Subianto di Facebook dan Twitter.

Komandan war room, Dede Budhyarto, sempat ke luar gedung mengecek trafo listrik. Kondisinya baik-baik saja. Lampu-lampu di bangunan sekitar kantor pusat Partai NasDem itu juga tetap menyala. Mantan penyiar radio ini berusaha menahan kecurigaannya. Mendekati subuh, kepanikan mulai terjadi. Listrik tak kunjung menyala, baterai telepon seluler mulai redup.

"Menurut provider, kabel fiber optik yang menuju kantor NasDem itu diputus di beberapa tempat, seperti dipacul," ujar Dede mengenang kembali peristiwa itu di Waroeng Solo, Kemang, Jakarta Selatan, Selasa dua pekan lalu.

Huru-hara di media sosial pun terhenti sama sekali malam itu. Padahal 50 orang relawan yang bertugas shift malam saat itu sedang meramaikan temuan gambar surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira yang menyatakan pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas militer. Hukum viral di media sosial, kata Dede, suatu isu akan semakin ramai diperbincangkan jika disertai gambar.

Tanpa listrik dan Internet, pasukan yang dipimpin Dede tiarap. Mereka yang masih bisa menggunakan telepon seluler melanjutkan ngetweet atau berbagi seadanya lewat ponsel. Yang tak punya ponsel pintar terpaksa manyun saja hingga pagi. Lantai satu di gedung itu pun kelap-kelip oleh nyala layar ponsel para relawan.

Penggerak lain Jasmev, Kurnia Agung Djoemadi, mengatakan serangan malam itu membuat popularitas Jokowi di media sosial jatuh. Maklum, setiap tweet yang dikirim para relawan bisa di-retweet hingga 12 juta kali. Memutus jaringan Internet Jasmev adalah serangan ke jantung kampanye media sosial Jokowi.

Kurnia Agung bertugas menyuplai logistik untuk war room, seperti menyiapkan perangkat teknologi dan menjamin ketersediaan konsumsi untuk para relawan. Sedangkan Dede memimpin aktivitas sehari-hari di dalam war room.

Setiap hari ada 150 relawan yang bekerja dalam tiga giliran: pertama mulai pukul 07.00 hingga 14.00 siang; lalu digantikan shift kedua, yang bertugas sampai pukul 22.00; dan shift berikutnya sampai pukul 07.00. Setiap giliran terbagi dalam tiga kelompok: ofensif, defensif, dan suportif.

Ketegangan selalu muncul selepas subuh. Dede kerap sampai berteriak-teriak memacu agar relawan lebih bersemangat membalas serangan kubu lawan sekaligus mendongkrak lalu lintas percakapan positif tentang Jokowi. Maklum, pasukan cyber salah satu partai pendukung Prabowo Subianto ada yang gencar melancarkan serangan pada pagi hari selepas subuh hingga pukul 09.00. Ini adalah waktu emas di jagat maya, selain pada jam makan siang dan selepas isya. "Serangan berbau SARA sangat masif pada jam ini," ujarnya.

Di antara tim yang ia pimpin, setidaknya ada 15 orang yang secara khusus bertugas melayani tweet war. Mereka tergabung di kelompok ofensif.

Kurnia Agung mengatakan relawan Jasmev selalu diminta menyerang dengan data. Tapi serangan-serangan lawan kerap membuat para relawan terpancing dan pada akhirnya ikut melakukan kampanye hitam. "Kalau ada 10 orang saja enggak tahan, ujung-ujungnya akan ada akun yang dilaporkan sebagai spam dan di-suspend," katanya.

Membungkam akun lawan pun menjadi salah satu strategi memperlambat gerak mereka di layar maya. Tim Jasmev, misalnya, meramaikan gerakan melaporkan akun Triomacan2000 sebagai spam sampai akun itu dihentikan sementara. Tapi tim ini tak bergerak sendiri. Dede sudah menggenggam daftar akun 100 artis ternama yang bersedia mendukung kampanye di dunia maya. Artis-artis ini selalu di-mention, berikutnya mereka akan me-retweet informasi dari para relawan. Dalam daftar itu ada Cinta Laura, Glenn Fredly, Anggun, dan Joko Anwar.

Serangan lain dilancarkan saat musikus Ahmad Dhani muncul di televisi dengan gubahan lagu We Will Rock You milik Queen. Tim Jasmev meminta salah satu relawan bertanya kepada Brian May apakah Ahmad Dhani mendapat izin menggunakan lagunya untuk kampanye. Saat jawaban diterima, tanpa menunggu waktu, tim langsung melancarkan serangan. Ribuan mention masuk ke akun musikus rock itu dalam semalam. "Besoknya Brian May langsung komentar," ujar Kurnia.

Contoh serangan yang kerap dilancarkan, kata Dede, adalah bom tweet. Ini terjadi ketika relawan menghujani akun lawan dengan ratusan bahkan ribuan mention dengan isi kalimat yang sama. Tujuannya membuat ponsel lawan nge-hang karena hujan mention sehingga untuk sementara waktu lawan tak berkutik.

Relawan-relawan ini tak bekerja sendiri. Andi Irman, relawan pendukung Jusuf Kalla yang berkantor di Jalan Jenggala, mengatakan tugas Jasmev memang berperang di dunia maya. Tapi konten-konten yang disebarluaskan dikirim dari banyak sumber, seperti Jenggala, markas tim sukses di Jalan Cemara, dan kelompok-kelompok relawan lain. "Banyak tim yang khusus bekerja memproduksi konten," ucap Andi.

Seperti layaknya perang, kerja tim ini tak luput dari penyusupan. Suatu ketika salah seorang peserta pelatihan media sosial Jasmev mengaku diutus oleh kelompok dari kubu lawan untuk mencari tahu apa yang dilakukan tim ini. Kurnia mengatakan utusan itu terkejut karena Jasmev melarang kampanye hitam dan hanya membolehkan kampanye negatif. "Dia bersimpati dan akhirnya mengaku utusan lawan," ujarnya.

Dede juga pernah mendapati relawan yang dicurigai sebagai penyusup pada hari ketiga Jasmev beroperasi di kantor Partai NasDem. Dede, yang setiap waktu selalu berkeliling mengecek pekerjaan anak buahnya, mendapati dua orang yang justru menulis tweet negatif tentang Jokowi. Ketika ditanya, keduanya gelagapan dan kabur meninggalkan gedung. "Tapi bukan cuma mereka, kan, kami juga menyusupkan mata-mata ke rumah Polonia," kata Dede, tertawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus