Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesalahan pencatatan di Tempat Pemungutan Suara 047, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, membuat geger proses penghitungan suara pemilu presiden, 9 Juli lalu. Sesuai dengan data formulir C1, pada blangko tempat petugas pemungutan suara menuangkan hasil pencoblosan, terlihat ada penggelembungan suara pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Di situ tertulis Prabowo memperoleh 814 suara, sedangkan rivalnya yang ada di nomor urut 2, Joko Widodo-M. Jusuf Kalla, meraih 366 suara. Yang jadi masalah: total suara sah cuma 380.
Indikasi kekeliruan pencatatan itu terungkap lewat tautan c1yanganeh.tumblr.com dua hari setelah pencoblosan, 11 Juli lalu. Penggagas c1yanganeh.tumblr.com, Herman Saksono, mengatakan, setelah kekeliruan itu disampaikan warga ke situsnya, ia meneruskannya ke website pengaduan Komisi Pemilihan Umum. "Saya laporkan karena kesalahannya fatal," kata Herman lewat surat elektronik dari Boston, Amerika Serikat, Ahad pekan lalu.
Karena laporan itu, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay terpaksa menjelaskan angka delapan pada perolehan suara Prabowo sesungguhnya adalah bilangan nol, tapi petugas TPS membubuhkan garis di tengahnya sehingga menyerupai angka delapan. Laporan Herman itu pula yang memaksa KPU menerbitkan Surat Edaran Nomor 1395/KPU/VII/2014 tertanggal 13 Juli. Isi edaran ini di antaranya meminta KPU kabupaten/kota mencermati kemungkinan adanya blangko C1 yang bermasalah dengan melihat situs c1yanganeh.tumblr.com. Ketua KPU Husni Kamil Manik berujar, meski hanya tertulis satu situs, lembaganya menghendaki penyelenggara pemilu mencermati semua temuan kesalahan C1 di media sosial. "Kebetulan hanya situs itu yang kami tulis," ujar Husni, Ahad pekan lalu.
Temuan di TPS 047 itu cuma satu contoh dari 900 laporan yang masuk ke c1yanganeh.tumblr.com. Menurut Herman, laporan kesalahan pencatatan dalam blangko C1 mengalir deras hanya sejam setelah ia menyampaikan ajakan terbuka lewat jejaring sosial Facebook. "Setiap jam ada 30 e-mail yang masuk," kata mahasiswa program doktor ilmu komputer di Northeastern University, Boston, ini. Semua laporan itu hanya nangkring di c1yanganeh.tumblr.com. Herman cuma sekali meneruskan aduan itu ke KPU, yakni saat menemukan dugaan kekeliruan di TPS 047. Laporan yang paling banyak diterimanya mengenai ketidaksinkronan jumlah suara setiap pasangan dengan total suara sah.
Herman bercerita, ide membuat situs itu tebersit setelah ia melihat informasi indikasi pelanggaran yang berserak di media sosial. Pemuda asal Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, ini berpikir informasi itu akan bermakna jika disatukan dalam satu situs. Ia sengaja memakai layanan jejaring sosial Tumblr karena gratis dan tak rumit. Setelah jadi, Herman membuka kesempatan kepada publik untuk mengadu lewat surat elektronik [email protected], yang dibuat khusus menampung laporan.
Setiap laporan yang masuk tak langsung tayang di situs, tapi lebih dulu diverifikasi. Caranya, lajang 33 tahun ini akan mengecek di website KPU untuk memastikan keakuratan data yang masuk ke e-mail-nya. "Butuh lima menit dari membuka laporan hingga siap di-posting," ujarnya. Untuk memverifikasi semua laporan yang masuk, Herman dibantu adiknya, Dian Paramita, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Selama mengelola situs itu, Herman lebih banyak di rumahnya, di Yogyakarta, dengan menggunakan satu laptop dan satu tablet. Kebetulan, saat itu ia sedang pulang kampung karena libur kuliah.
Bukan hanya Herman yang berkonsentrasi mencermati blangko C1 bermasalah. Ada CekJanggalC1.org yang digagas Elisa Sutanudjaja, pendiri Ruang Jakarta alias Rujak.org—lembaga swadaya masyarakat yang berkonsentrasi di bidang data perkotaan. Lalu ada Aliansi Jurnalis Independen yang membuat MataMassa.org, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta Kawal Pemilu yang dibuat lima pemuda Indonesia di luar negeri, yaitu Ainun Najib, Felix Halim, Andrian Kurniady, Ilham W.K., dan Fajran Iman Rusadi.
Elisa ikut jadi relawan Kawal Pemilu, situs yang berkonsentrasi menghitung hasil Pemilu Presiden 2014. Tapi, sebelum bergabung, ia sudah membuat situs CekJanggalC1.org. Alasan Elisa menggagas situs ini hampir serupa dengan Herman. Konsepnya berawal ketika penulis buku ini dongkol menyaksikan saling klaim kemenangan antara kubu Prabowo dan Jokowi serta saling tuding bahwa kubu lain "berselingkuh" dengan petugas pemungutan suara sehingga jagoannya kalah di TPS. "Saya lalu berpikir harus berbuat sesuatu," katanya Kamis dua pekan lalu.
Lewat Facebook, Elisa mengundang pengguna jejaring sosial itu menjadi relawan penghitung suara hasil scan formulir C1 yang terunggah di situs KPU. Di undangan yang dibuatnya pada 11 Juli lalu itu, Elisa menulis tugas relawan, seperti mengamati hasil penghitungan, mencermati kesalahan di blangko C1, serta melaporkan ke surat elektronik miliknya. Lalu laporan itu akan diteruskan ke KPU. "Malam itu terkumpul 200 relawan," ujar alumnus Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan Universitas Pelita Harapan ini. Relawan mulai memasukkan data dua hari berikutnya, karena diberi waktu mencermati data C1 di daerah masing-masing.
Ajakan Elisa menuai komentar ratusan pengguna Facebook, termasuk Ainun Najib dan Felix Halim. Dari sinilah Elisa berkenalan dengan keduanya, lantas mereka mengajak Elisa bergabung ke Kawal Pemilu. "Saya masuk ke grup mereka dan diberi akses sebagai admin," kata Elisa.
Di Kawal Pemilu, Elisa mendapat dua tugas. Selain jadi peng-input data, ia sekaligus mengkoordinasi temuan blangko C1 bermasalah. Elisa mengatakan proses kerjanya tak rumit karena aplikasi Kawal Pemilu terhubung ke CekJanggalC1.org. Adapun relawan dia di CekJanggalC1 tetap menelusuri kekeliruan dokumen C1.
Menurut Felix Halim, Kawal Pemilu membuat sistem pengaduan yang terbuka untuk semua orang. Sistem itu dibuat saat ada relawan Kawal Pemilu menemukan kekeliruan penjumlahan dalam blangko C1. Setelah sistem itu jadi, setiap kekeliruan yang ditemukan dimasukkan ke link pengaduan Kawal Pemilu. Agar memudahkan koordinasi, Danny Wiratama, ketua kelas relawan peng-input data Kawal Pemilu, menjelaskan lebih detail di Facebook KawalPemilu.org. "Karena awalnya temuan kesalahan bercampur dengan informasi lainnya," ujar Danny, Rabu dua pekan lalu.
Semua temuan itu, baik yang berasal dari relawan CekJanggalC1 maupun dari Kawal Pemilu, masuk ke surat elektronik Elisa. Lalu Elisa meneruskan kejanggalan itu ke situs pengaduan KPU. "Saya kirim secara berkala," katanya. Laporan langsung dibalas KPU lewat e-mail. Selain via surat elektronik, Elisa pernah dua kali menelepon KPU Lumajang, Jawa Timur, karena data C1 mereka tak diunggah.
Dalam catatan Elisa, ada sekitar 6.000 indikasi pelanggaran yang dilaporkannya ke KPU. Kesalahan itu beragam, dari salah pencatatan, keliru penjumlahan, dan ada lembaran yang kosong. Kekeliruan yang banyak didapatnya adalah petugas TPS tak cermat mengisi blangko C1. Misalnya, petugas TPS lupa memperbarui jumlah pengguna hak pilih, pemilih tambahan, atau total daftar pemilih ditambah pemilih tambahan. "Karena datanya tak sinkron, seolah-olah ada penggelembungan suara, padahal tidak" ujarnya.
Husni Kamil menyebutkan laporan terbanyak berasal dari Kawal Pemilu. Setiap laporan yang masuk, kata dia, langsung disikapi tim khusus KPU. Menurut Husni, laporan itu segera diteruskan ke penyelenggara di tingkat atasnya agar mengecek dan cepat memperbaiki jika ada kekeliruan. Terakhir kali Elisa mengadu saat bertandang ke KPU bersama Ainun Najib, 5 Agustus lalu. Di situ mereka melaporkan temuannya secara lengkap kepada Husni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo