PEDUSUNAN Barrington, Chicago, jauh dari citra spionase internasional. Namun, itulah yang terjadi pada musim semi 1986. Di kawasan ini, di basis perusahaan Recon Optical, terbongkar drama mata-mata Israel di Amerika Serikat. Peristiwa yang dirahasiakan itu bisa diintip harian The Wall Street Journal, yang kemudian mempublikasikannya beberapa waktu lalu. Recon Optical, sebuah perusahaan Amerika, terlibat dalam menyiapkan sistem pengintai udara Israel yang merupakan bagian dari program bantuan militer AS. Perangkat mata-mata yang disiapkan di Recon Optical meliputi kamera, stasiun darat, dan peralatan sistem komunikasi. Tiga pejabat Angkatan Udara Israel ditempatkan di sini selama setahun lebih. Semua berjalan lancar mulanya. Namun, pada bulan-bulan terakhir, terjadi perselisihan antara Recon dan para pejabat Israel. Agaknya soal biaya proyek. Pada puncak ketegangan, Recon menghentikan kegiatan seluruh proyek dan mengusir agenagen Israel itu. Ketika para pejabat angkatan udara itu berusaha membawa 14 kardus dokumen sewaktu meninggalkan gedung, petugas keamanan Recon menghadang mereka. Bungkusan dokumen itu disita. Isinya ternyata berkas-berkas yang ditulis dalam bahasa Ibrani yang diduga catatan pencurian teknologi canggih kamera pengintai yang mempunyai nilai komersial dan sebenarnya sangat dirahasiakan Recon. Kasus ini dibawa ke pengadilan dengan tuduhan mata-mata -- dibantah keras oleh pemerintah Israel. Tapi, berkat bantuan lobi Yahudi di pengadilan federal New York, insiden ini bisa diselesaikan "di balik pintu". Melalui perdebatan sengit di muka tiga juri dari Asosiasi Arbitrase Amerika, kasus Recon akhirnya dikubur dalam file-file rahasia. Beginilah hasil pemeriksaan para juri pada Februari 1991. Sebenarnya para "hakim" meyimpulkan agen-agen Israel telah menggunakan "muslihat terinci" untuk mencuri rencana Recon tentang kamera pengintai. Terutama rancangan rangkaian semikonduktor yang bisa merekam, menerjemahkan sandi, dan mengirim citra (image) hasil jepretan kamera ke stasiun bumi. Komponen ini adalah inti teknologi pengintaian itu. Dengan komponen ini, hasil jepretan kamera, yang berupa sinyalsinyal gelombang inframerah, bisa direkonstruksi ke bentuk visual. Dari data-data yang dikumpulkan, terbukti bahwa diam-diam pejabat Israel mencuri rancangan-rancangan teknis yang bersifat rahasia. Sebagian dari informasi itu sudah diselundupkan ke Israel. Recon mengklaim pejabat Angkatan Udara Israel meneruskan data-data tersebut ke perusahaan pesaing di Israel. Maksudnya agar perusahaan pesaing itu dapat membuat sistem pengintaian udara. Recon yakin, perusahaan itu pabrik Electro-Optik "El Op", kontraktor yang biasanya melayani pesanan Departemen Pertahanan Israel. Kadang-kadang juga pesanan AS. Direktur Pelaksana El Op, Nathan Sharoni, membantah. "Tidak ada persekongkolan antara Angkatan Udara dan El Op. Tak seorang pun ingin mencuri teknologi Recon," katanya. Dalam operasi gelap selama lebih dari satu tahun itu, pejabat militer Israel yang ditempatkan di Barrington menyelundupkan orang-orang El Op ke dalam proyek Recon. Instruksi ini disampaikan melalui agen-agen intelijen Angkatan Udara Israel. El Op dan militer Israel menyiapkan cerita bohong untuk menutupi rencana sebenarnya, yaitu pencurian yang terbongkar itu. Karena bukti-bukti pencurian, hakim memerintahkan Israel membayar ganti rugi ke Recon US$ 3 juta ditambah bunga terhitung sejak Juni 1986. Dasar tuduhannya menyalahgunakan desain-desain paten Recon. Selain itu, Recon juga dipersalahkan membatalkan secara sepihak kontrak berharga US$ 44,8 juta dengan Israel, setelah cekcok mengenai biaya proyek, yang akhirnya membongkar kegiatan mata-mata Israel. Perusahaan itu juga dihukum karena kecerobohan melindungi data-data tersebut. Meskipun mustahil mengetahui apakah insiden seperti ini telah meluas, kasus Recon bukan satu-satunya contoh spionase Israel di AS. Selama berpuluh tahun, hubungan Amerika-Israel ditandai tidak hanya dengan kerja sama yang erat tapi juga saling curiga. Tahun 1985, Jay Pollard, seorang analis intelijen Angkatan Laut AS, "menjual" bangsanya kepada Israel. Ia menyelundupkan rahasia militer ke pihak Israel dengan bayaran US$ 50.000. Menurut bukti-bukti yang kemudian didapatkan di pengadilan, kegiatan mata-mata Pollard dimulai setahun sebelumnya ketika ia bertemu dengan Kolonel Aviam Sella, pejabat militer Israel. Aviam ketika itu tengah mengikuti kursus rekayasa komputer di Universitas New York. Pollard, yang keturunan Yahudi, menawarkan diri menjadi mata-mata Israel yang disebutkan sebagai kewajiban moral Yahudi. Setelah pertemuan itu, Pollard mulai mencuri berbagai dokumen dari kantornya, dinas rahasia Angkatan Laut AS di Suitland. Selama setahun Pollard menyelundupkan dokumen yang dikategorikan amat rahasia, yang mencakup persoalan yang amat luas, mulai dari fasilitas nuklir di Irak dan Pakistan, kemampuan peluru kendali Soviet, sampai pertahanan antiserangan udara di markas PLO di Tunis. Jumlah dokumen itu, menurut pemerintah AS, kalau disusun dalam satu tempat tingginya mencapai tiga meter dengan lebar hampir dua meter. Kasus ini terbongkar setelah seorang rekan kerja Pollard mengamati bahwa rekannya itu selalu membawa pulang dokumen rahasia ke rumah. Rekan ini kemudian melaporkannya ke FBI. Istri Pollard, Anne Henderson, yang juga keturunan Yahudi, mencoba melenyapkan bukti-bukti dokumen dengan kode "kaktus", tapi gagal. Suami-istri Pollard dijatuhi hukuman pada tahun 1987. Pollard dihukum seumur hidup, dan istrinya kena ganjaran 5 tahun. Harian Wall Street Journal, yang melakukan investigasi tentang spionase Israel di AS, menemukan sejumlah bukti kegiatan intelijen Israel itu. Israel, menurut harian ini, meningkatkan akses untuk mendapatkan dokumen-dokumen rahasia AS sebagai usaha untuk mengumpulkan informasi tentang sebuah proyek intelijen elektronik Pentagon. Di antaranya proyek yang sedang dilaksanakan Recon. Kegiatan mata-mata ini bertujuan melengkapi latar belakang penelitian proyek-proyek penting yang tengah dikembangkan Angkatan Udara Israel. Rafael (Rafi) Eitan, bekas bos mata-mata Israel yang mendalangi operasi Pollard, juga "membina" pejabat senior Amerika. Selain itu, kata seorang pejabat AS, Eitan gagal merekrut pejabat tinggi Pentagon, Noel Koch, untuk bekerja bagi kepentingan Israel. Namun, di sisi lain pihak Amerika juga sudah sejak 1970 menyelundupkan monitor penyadap elektronik ke kedutaan Israel. Menurut seorang petugas hukum dan pejabat intelijen militer, sampai kini mereka masih tetap memasang alat monitor di beberapa rumah warga AS sebagai bagian usaha kontraspionase. Satu antiintelijen ini menggunakan kode "Scope". Tujuannya untuk membaca usaha intelijen Israel di AS. Namun, pejabat Israel di AS dan Tel Aviv yang berkeberatan disebut namanya membantah semua tuduhan kegiatan mata-mata. "Kami tidak melakukan aksi mata-mata di Amerika Serikat, " kata pejabat di kementerian pertahanan di Tel Aviv. Nafsu Israel mempercanggih sistem militernya dan mengambil keuntungan sebesar-besarnya di bidang persenjataan membuat Israel menyebar jaringan spionase. Yang terus-menerus menjadi sasarannya adalah Amerika. Kesempatan bagi Israel terbuka luas. Dengan statusnya sebagai sekutu dan kontraktor yang melaksanakan sistem pertahanan Amerika di Timur Tengah, mudah bagi Israel untuk mendapatkan akses ke lahan persenjataan. Ilmuwan dan pejabat Isarel bergandengan tangan dengan kontraktor sistem pertahanan Amerika dalam proyek-proyek rahasia. Kesempatan bertambah luas dengan adanya perdagangan senjata. Israel mengandalkan penjualan senjata untuk menopang riset industri militernya. Negara ini mempertahankan reputasinya sebagai pedagang penjual senjata tingkat dunia. Israel, misalnya, memasok senjata ke Cina, Afrika Selatan, bahkan ke Pretoria. Amerika Serikat menyadari benar kehadiran maling-maling teknologi dari Israel di hampir semua sektor. Tahun 1986, AS menyelidiki misi militer Israel di New York dan menemukan bukti-bukti spionase. Namun, petugas hukum gagal melakukan tuntutan karena alasan diplomatik. Menurut kepala bea cukai William von Raab, departemen luar negerilah yang menjagal kemungkinan menuntut itu. Tapi Deplu AS membantah. Memang, kata penasihat hukum di Deplu, Abraham Sofaer, banyak pertanyaan tentang sejauh mana batas kekebalan diplomatik, "tapi tak seorang pun dari kami merusak penyidikan." Sebaliknya pejabat Israel menandaskan, industri pertahanan mereka sendiri telah memperlihatkan kemandiriannya dalam mengadaptasi teknologi. Cukup canggih untuk melakukan penemuan-penemuan sendiri. Mereka mengatakan justru Amerika yang mendapat keuntungan dari kemajuan teknologi militer Israel, khususnya untuk Perang Teluk yang lalu. Menurut pejabat AS, Israel senantiasa membangun dua stasiun intelijen. Satu akan diakui bila terdesak, dan satu dirahasiakan. Selama bertahun-tahun sangat jelas terlihat bagaimana aktifnya Israel di negeri sekutunya, Amerika Serikat. Salah satunya, kepala seksi keamanan internal departemen kehakiman John Davitt mengutarakan, "Kami yang bekerja di bidang spionase tahu betul, mata-mata Israel adalah agen intelijen asing nomor dua paling aktif, sesudah Soviet, di Amerika Serikat." Menurut seorang pensiunan pejabat tinggi intelijen militer AS, Israel juga berusaha menggaet pemuda-pemuda Amerika di universitas dan akademi militer, "untuk dimanfaatkan dalam jangka panjang." Dalam beberapa kasus, para intel AS menjegal usaha ini lebih dulu. Mereka mendekati calon-calon korban dan menetralisir keadaan. "Kamu tengah diincar untuk sebuah operasi intelijen asing. Kalau kamu dihubungi, beri tahu kami," begitu biasanya pemberitahuan dari orang-orang Scope. Ternyata, kata sumber ini, kebanyakan target tidak sadar bahwa mereka tengah diamat-amati oleh mata-mata Israel. Namun, tugas utama Scope adalah mengumpulkan kegiatan bawah tanah Israel. Tugas ini sangat terbantu dengan adanya penyadap eletronik yang dipasang FBI di kedutaan Israel dan tempat-tempat lain yang dicurigai. "Tentu saja tindakan memonitor ini secara politis sangat rawan karena kami bersahabat baik dengan orang-orang Israel," kata seorang anggota Scope. Jaringan Scope ditutup pada awal 1970an karena khawatir tindakan para detektif melanggar hukum Amerika. "Jaring yang dilemparkan terlalu luas," kata seorang pejabat AS. Dalam beberapa kejadian, orang-orang Scope "menjemput" orang-orang yang salah. Kasus Pollard adalah contoh klasik pendeteksian dan pencegahan yang dirancang Scope. Israel tetap berpendapat bahwa Pollard adalah bagian dari operasi intelijen yang disusun kantor Kementrian Pertahanan AS sendiri -- tuduhan ini tentunya disangkal kebanyakan pejabat AS. Orang yang tahu banyak jawaban kasus Pollard adalah Rafi Eitan, bekas penasihat perdana menteri untuk bidang agen rahasia dan kontraterorisme. Tapi ia tak mau banyak bicara hingga kini, walaupun sudah bertahun-tahun operasi mata-mata yang didalanginya terbongkar. "Saya tak peduli dan tak mau menyusahkan orang lain," katanya dalam wawancara di rumahnya di sebuah pelosok Tel Aviv. Eitan, 65 tahun, yang bertubuh pendek dan kepalanya botak, menghabiskan hidupnya dengan bekerja sebagai intelijen Israel, antara lain bekas wakil ketua Mossad, dinas rahasia Israel. Karena kedudukannya, ia bisa berhubungan dengan kalangan tinggi di dinas intelijen AS. Namanya populer setelah ia berhasil membantu menangkap penjahat perang Nazi, Adolph Eichmann, tahun 1960. "Rafi Eitan terbilang paling jago dalam bisnis intelijen," kata bekas pejabat senior AS yang mengenal Eitan dengan baik. Selain menjadi kepala "proyek" kasus Pollard pada pertengahan 1980, ia juga menggalang orang-orang penting dalam pemerintahan Reagan dan kalangan intelijen. Setelah kasus Pollard terbongkar, Noel Koch, bekas orang Pentagon yang ikut merancang kebijaksanaan antiterorisme, melaporkan pada atasan. Eitan, katanya, telah mencoba selama beberapa bulan merekrutnya untuk melakukan kegiatan yang dikhawatirkannya sebagai suatu penyelewengan. Eitan memikat Koch dengan memberikan sebuah skema penggunaan uang untuk membebaskan sandera AS di Timur Tengah. Usul itu diberikan Eitan di sebuah rumah di Tel Aviv. Bekas pejabat Pentagon yang lain, Richard Armitage -- kini pejabat di Deplu AS yang pernah menjadi bos Koch di Departemen Pertahanan -- membenarkan bahwa Koch pernah khawatir bahwa Eitan mencoba menyesatkannya. Sayang, Eitan tak mau memberikan komentar soal Koch. Namun, usaha mata-mata Israel belum reda. Seorang pelaku kasus Recon, Motti Harkabi, menurut informasi, tak lama setelah kejadian itu, dipekerjakan lagi di proyek sistem kamera Israel dengan perusahaan lain, Loral Fairchild System di New York. Ketika hal ini dikonfirmasikan ke Harkabi melalui telepon, ia cuma menjawab singkat, "Saya insinyur, bukan mata-mata." Seorang pejabat Amerika memang mengatakan dalam beberapa kasus, kontraktor-kontraktor Amerika tak mempedulikan klasifikasi rahasia untuk negara asing, demi lajunya bisnis. Dengan begitu, ambisi Israel untuk menjadi pesaing utama dalam kecanggihan teknologi militer negeri sahabatnya, Amerika, makin mudah menjadi kenyataan. Usaha-usaha terselubung Israel untuk mencuri di Recon bertepatan dengan minat Israel untuk meningkatkan taktik pengintaian udara seperti yang dikembangkan Amerika lewat JSIP (Joint Service Image Processor). JSIP adalah sistem rahasia yang dimaksudkan untuk mempercepat transmisi data dari pesawat pengintai ke stasiun darat, untuk dibandingkan dengan data yang tersedia. Karena itu, dalam kesaksian pihak Recon, pejabat-pejabat Israel menguber dokumen rahasia yang berhubungan dengan desain final JSIP. John White, eksekutif Recon, dalam kesaksian tertulisnya mengatakan ia tahu Israel sudah memfotokopi desain JSIP tahun 1985 untuk "dicontek" dalam program serupa di Israel, dengan nama RIS (Remote Imaging System). RIS, kata orang-orang Israel, adalah produk kerja keras seorang ahli pertahanan mereka yang menjadi rekanan Kementerian Pertahanan. Namun, seorang pengusaha Amerika yang menangani program JSIP mengatakan, Israel memang pernah mengajukan usulan proyek yang ternyata benar-benar contekan proposal JSIP. Pelaksanaan pembuatan RIS juga diajukan ke beberapa perusahaan yang pernah menangani JSIP. Kalau dicocokkan tanggalnya, kemungkinan menyontek itu terlihat sekali. Proposal JSIP dikirim ke perusahaan rekanan Departemen Pertahanan pada Oktober 1985. Satu dua bulan kemudian, muncul naskah pertama proyek RIS. BSU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini