Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Spionase israel:musuh dalam selimut

terbongkarnya spionase israel di mesir Tiga anggota keluarga yahudi: fares subhi mesraty, 41, maquid fares mesraty, 25, dan faiqah, 17, ditahan pemerintah mesir. mereka mata-mata israel. tugasnya menghimpun informasi militer mesir.

7 Maret 1992 | 00.00 WIB

Spionase israel:musuh dalam selimut
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Faiqah, gadis 17 tahun, bertubuh padat dengan rambut keemasan, ditawan dengan pengamanan ketat di penjara "El Qanaatir" Kairo, Mesir, sejak awal bulan lalu. Di tahanan yang sama mendekam pula ayahnya, Fares Subhi Mesraty, 41 tahun, dan abangnya, Maguid Fares Mesraty, 25 tahun. Maguid dicekal di perbatasan Mesir Israel. Tiga anggota keluarga Yahudi itu ditangkap dengan tuduhan mata-mata Israel. "Mereka mengaku bekerja untuk kepentingan dinas rahasia Israel, Mossad," kata Menteri Dalam Negeri Abdel Halim Moussa kepada wartawan Minggu, 9 Februari lalu. Para diplomat di Mesir tersentak. Ini, kata mereka, pertama kali orang Israel ditahan pemerintah Mesir karena tuduhan mata-mata semenjak Mesir dan Israel menandatangani perjanjian damai tahun 1979. Bukti-bukti yang disita petugas dari keluarga Mesraty memperkuat dugaan adanya kegiatan mata-mata, seperti alat-alat pemalsu paspor dan KTP, paspor palsu, perabot perekam sensitif, laporan keadaan dalam negeri Mesir dan kondisi pasukan di Gurun Sinai, sejumlah deretan huruf dan nomor yang dicurigai sebagai kode, dan beberapa peta yang penuh coretan. Mesraty berkali-kali datang ke Mesir sebagai pengusaha biro perjalanan. Di Kairo, Mesraty tua kabarnya melaksanakan operasi dengan menghubungi agen Mossad lain, David Ovitz, yang sehari-hari berkedok sebagai pedagang mebel. Ovitz, sekitar 50 tahun, ditangkap 12 Februari lalu. Belakangan, setelah Mesraty bersaudara diinterogasi, ditahan pula lima orang Mesir, satu di antaranya perwira bidang komunikasi, yang diduga sebagai kawanan yang telah digarap Mossad. Tertangkapnya orang-orang Mossad ini telah membuat beberapa pejabat di King Soul, kantor dinas rahasia Israel di Tel Aviv, seperti kebakaran jenggot. Mesraty tercatat sebagai "Baha" alias kaki tangan dinas rahasia untuk Timur Tengah. Baha di kawasan ini umumnya Yahudi Arab atau orang Palestina yang sudah menjadi warga negara Israel. Mesraty adalah Yahudi asal Mesratah Libya, yang dibawa orangtuanya bergabung bersama Yahudi lainnya ketika Israel didirikan, 1948. Tugas Mesraty bersaudara menghimpun segala macam informasi tentang angkatan bersenjata Mesir, mulai dari organisasi, strategi persenjataan, tipe kepemimpinan, sampai kondisi mental prajuritnya. Data-data ini diperlukan untuk melengkapi masukan Mossad dari sumber lainnya, seperti media komunikasi umum dan kedutaan. Selama tinggal di Kairo, keluarga Mesraty menyewa rumah di kawasan elite Kairo, Misr el Jadidah. Di wilayah ini terletak kantor kepresidenan, departemen pertahanan, Akademi Militer Mesir yang terkenal itu, di samping perumahan pejabat. Dari sini mereka melakukan tugas yang dititipkan Mossad. Faiqah ditugasi menjaring info dengan menjual kemolekannya. Cara ini dinilai ampuh untuk menggarap wilayah Arab. Saat polisi menggerebek rumah Mesraty, si gadis -- yang dilukiskan pers Mesir sebagai "cantik sekali" -- tengah berbaring di sisi seorang pemuda Mesir. Menurut pengakuan ayahnya, kendali pergaulan Faiqah memang dilepas. Mesraty tidak ingat lagi sudah berapa banyak pemuda yang menginap di kamar anaknya. Faiqah sendiri mengutarakan kepada penyidiknya, "mangsa"nya terbatas anak-anak orang penting Mesir. Sampai-sampai beredar gosip Faiqah mengidap AIDS. Ia kabarnya sempat diperiksa di pusat penelitian medis Amerika di Kairo. Berita ini kemudian dibantah. Selama di tahanan, Faiqah dikabarkan memperlihatkan sikap "beringas", matanya liar dan merokok tak putus-putusnya. Fares Mesraty mengaku putrinya punya peran penting dalam mengumpulkan informasi. Tidak diperoleh cerita tentang abang Faiqah, Maguid Fares Mesraty, yang ditangkap sebelum menyeberang ke Israel dengan paspor palsu. Mesraty mengaku sering bolak-balik Mesir Israel. Tahun lalu ia pulang pergi sebanyak empat kali. Ia, meski mengaku pengusaha biro perjalanan, berhubungan dengan kalangan militer dan pemuka agama Mesir. Ia juga diketahui beberapa kali mengintip pasukan militer Mesir di Gurun Sinai. Konon penyampaian informasi kaki tangan Mossad dilakukan di perkampungan wisata "Sallome" yang terletak dekat kawasan piramide, Giza. Obyek wisata ini memang disukai turis Israel, yang jumlahnya makin hari makin meningkat. Intel Mesir mencurigai seorang pengusaha industri pariwisata di sini. Namanya Said Musa dan tercatat kerap berhubungan dengan orang-orang kedutaan Israel. Beberapa waktu lalu, polisi menggerebek kantor Said Musa dan menemukan berkas-berkas mencurigakan yang sedianya akan dibagikan kepada pemuda-pemuda Mesir. Sejauh ini juru bicara Kedutaan Israel, Meir Cohen, hanya mengatakan "Kami tidak tahu sama sekali soal keluarga Mesraty. Kami menunggu jawaban dari pihak keamanan Mesir." Namun, Duta Besar Israel untuk Mesir, Ephraim Dowek, langsung menghubungi Menteri Dalam Negeri Mesir setelah diumumkannya penangkapan Mesraty. Ia juga mendatangi kantor dinas keamanan tinggi Mesir. Ketika keluar, ia tak bersedia memberikan komentar apa pun. Penyidikan terhadap tiga Mesraty itu masih berlangsung hingga pekan lalu. Sementara ketiganya diinterogasi, menurut media Mesir, Mossad mengadakan rapat penting di rumah peristirahatan musim panas Perdana Menteri Israel. Konon mereka membicarakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk meringankan hukuman terhadap keluarga Mesraty. Di Mesir, ancaman hukuman untuk kejahatan mata-mata sekitar 15 tahun penjara, disamping wajib kerja paksa. Hukuman mati hanya diberlakukan bila negara dinyatakan dalam keadaan perang. Kasus keluarga Mesraty telah menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat Mesir. Koran oposisi Misr el Fataa (Mesir Belia) langsung melempar angket soal kegiatan mata-mata Israel di Mesir ini. Hasilnya, sebagian besar responden menganggap Israel sebagai musuh nomor satu bagi Mesir. Dan di sebaliknya, mereka yakin Mesir tetap musuh besar bagi Israel. Pers Mesir menuduh sikap Israel tak bisa dipercaya. Pers juga mempertanyakan "apa artinya perdamaian Camp David". Perdamaian monumental yang dirintis Presiden Anwar Sadat itu kini terancam. Padahal ini hasil perjalanan berliku. Selama 30 tahun sebelum perjanjian damai itu, pemerintah Mesir menolak kehadiran Israel di Timur Tengah lewat empat perang besar yang mahal dan menelan banyak jiwa. Media massa Mesir juga mengungkit-ungkit kasus Jonathan Polard, 1985, yang memata-matai Amerika untuk kepentingan Kementerian Pertahanan Israel (lihat bagian II). Kesimpulan yang ingin dikemukakan, tak ada persahabatan bagi Israel. Bahkan Amerika Serikat, sekutu yang membelanya matimatinya, kebagian jaringan spionase. Setelah kasus keluarga Mesraty, pemerintah meninjau kembali semua sistem keamanan di pintu-pintu masuk Mesir. Tanpa kecuali, para petugas mempertinggi kecurigaan terhadap setiap turis. Dua bulan lalu, di antara rombongan turis dari Israel, dapat dicekal seorang perwira militer Israel yang berusaha masuk ke Mesir dengan membawa senjata terlarang dan peralatan yang tak lazim dibawa seorang turis. Kecurigaan terhadap Israel di Mesir sebenarnya bisa berakibat fatal. Pernah terjadi bencana akibat kecurigaan semacam ini, Oktober 1985. Seorang pemuda Mesir yang tengah mengikuti wajib militer, Soleiman Khatir, menembak tujuh orang Israel di daerah Raas Barkah, selatan Sinai. Menurut abang Soleiman, adiknya melakukan tindakan kalap itu karena yakin Israel memata-matai militer Mesir dengan cara mengirimkan wanita Yahudi untuk merayu para perwira. Maret dua tahun lalu, Awad Musa Zaarab dan Ibrahim Sabah Ararah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda 1.000 pound Mesir oleh Mahkamah Keamanan Tinggi Mesir. Kedua lelaki Mesir yang mengaku pedagang barang antik itu mengaku melakukan tindakan mata-mata untuk Mossad. Berbagai macam data sudah mereka jual ke dinas intelijen Israel. Mereka juga mengaku merekrut sejumlah pemuda Arab dan Palestina di daerah pendudukan Israel untuk menjadi informan Mossad. Dja'far Bushiri (Kairo) dan Bunga S. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus