Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Dua petugas Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) membenahi tiang baliho bertulisan "Waduk Rambutan 2". Di belakang mereka, terbentang situ 2,4 hektare. Di sekeliling waduk yang berlokasi di Kelurahan Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur, itu tertata jalur dengan paving block yang membatasinya dengan aliran Kali Cipinang Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemandangan serupa juga tampak pada saudara tuanya: Waduk Rambutan 1. Dua situ tersebut cuma terpisah 1 kilometer. Sang abang lebih luas, sekitar 4,6 hektare, serta memiliki fasilitas bangku berbentuk tangga di sisi kanannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duo waduk Rambutan tersebut sempat mangkrak selama tiga tahun. Barulah pada September lalu, Dinas Sumber Daya Air DKI melanjutkan pembangunannya. "Baru jadi akhir tahun lalu," ujar Rahmat, petugas PPSU yang ditemui Tempo di lokasi. Menurut Rahmat, saat musim hujan kemarin, permukaan air di waduk ini sangat tinggi. Tapi tak sampai meluber. "Benar-benar di batasnya."
Keduanya masuk dalam program penataan dengan sistem naturalisasi. Namun, saat Tempo ke lokasi, kemarin siang, penataan berkonsep alami itu belum terlihat. Area taman di sekitarnya masih kosong bertanah merah. Dinding waduk pun dibuat dengan bahan semibeton.
Vina, 31 tahun, mengatakan keberadaan waduk ini cukup efisien bagi warga sekitar. Pasalnya, banjir yang bolak-balik melanda Jakarta tidak menyentuh lingkungan mereka. "Waktu mangkrak mah parah," ujar ibu rumah tangga yang tinggal di RW 06 Rambutan ini.
Nun di ujung barat daya Jakarta, di Jagakarsa, Jakarta Selatan, nasib Waduk Brigif berbanding terbalik. Situ yang direncanakan oleh Bang Kumis alias Gubernur Fauzi Bowo pada 2011 itu masih mangkrak. Rumput liar tumbuh tinggi di area urukan yang juga terendam air dan menjadi tempat main bebek. Rumah jaga di depan lahan proyek tampak kosong, kemarin siang.
Menurut Syaiful, pemilik warung di sebelah waduk, pembangunan waduk ini tak dilanjutkan karena masih ada sengketa dengan sebagian warga. "Padahal dulu katanya mau dibangun waduk dan area rekreasi," kata pria berusia 58 tahun ini.
Alih-alih bermanfaat, Syaiful menambahkan, galian tersebut membawa bala. "Hanya jadi sarang nyamuk, kadang jadi tempat orang buang sampah," kata dia.
Kabar baik bagi warga Brigif, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Juaini Yusuf mengatakan DKI mengalokasikan Rp 1 triliun untuk program penanggulangan banjir tahun ini. Anggaran itu rencananya digunakan untuk melanjutkan pembangunan waduk yang mangkrak, pembebasan lahan bantaran sungai, dan pendalaman waduk serta sungai yang telah ada.
Situ yang akan dilanjutkan pembangunannya antara lain Waduk Pondok Rangon, Waduk Cimanggis, Waduk Lebak Bulus, dan Waduk Brigif. "Waduk Pondok Rangon dan Cimanggis tinggal finishing," ujar Juaini. Namun dia enggan berkomentar soal masalah pembebasan lahan yang menjadi kendala di Waduk Brigif. Situ lain yang juga memerlukan pembebasan lahan adalah Waduk Lebak Bulus dan embung di Kamal.
Program naturalisasi sungai yang digadang-gadang Gubernur Anies Baswedan juga akan dikerjakan tahun ini sebagai bagian dari program penanganan banjir Jakarta. Terdapat lima lokasi yang akan digarap, yakni Kanal Banjir Barat, Ciliwung Lama, Waduk Sunter Selatan sisi timur, Waduk Kampung Rambutan, dan Waduk Cimanggis. "Anggaran Rp 288,49 miliar," kata Juaini lagi. Sementara itu, di pesisir, Dinas SDA berencana membangun tanggul pengaman pantai, pintu air, dan saluran air tambahan untuk mencegah banjir rob. GANGSAR PARIKESIT | INGE KLARA SAFITRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo