Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Membidik Sang Penyidik [JILID II]

Markas Besar Kepolisian Ri Kembali Menjerat Novel Baswedan. Perkaranya Sama: Penembakan Tersangka Pencuri Sarang Burung Walet Pada 2004. Tak Ada Bukti Kuat Keterlibatan Penyidik Kpk Itu. Bagian Dari Kriminalisasi Komisi Antikorupsi.

2 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK polisi mencari-cari kesalahan pemimpin dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Irwansyah Siregar tak lagi leluasa bepergian. Sejumlah polisi mengawasi rumah kontrakan pedagang 38 tahun ini di Jalan Tutwuri Handayani, Bengkulu. Ia juga dikawal ketika berjual-an ikan di Pasar Panorama di kota itu.

Dua tahun lebih tak berurusan dengan polisi, Irwansyah dihubungi Kepolisian Daerah Bengkulu tak lama setelah komisi antikorupsi menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka perkara suap dan gratifikasi. "Yang ditanyakan sama seperti pada 2012," katanya kepada Tempo setelah dimintai keterangan, Senin pekan lalu.

Pada Oktober 2012, setelah komisi antikorupsi menjerat Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka korupsi proyek simulator di Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Irwansyah diminta bersaksi untuk peristiwa yang terjadi delapan tahun sebelumnya. Ketika itu, ia bersama lima orang lain ditangkap anggota Kepolisian Resor Kota Bengkulu karena mencuri sarang burung walet. Polisi diduga menembak para tersangka, yang membuat seorang di antaranya tewas.

Adalah Novel Baswedan yang menghubungkan peristiwa-peristiwa itu. Pada 2004, ia merupakan Kepala Satuan Reserse Kepolisian Resor Kota Bengkulu, unit yang menangkap para tersangka. Delapan tahun kemudian, bertugas di komisi antikorupsi, ia memimpin penyidikan perkara Djoko Susilo dan menggeledah kantor Korps Lalu Lintas Polri. Perkara ini meledakkan hubungan KPK dan Polri, yang membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan: meminta Kepolisian menghentikan pengusutan kasus Novel.

Kini polisi membuka kembali penyidikan atas Novel setelah KPK menyidik dugaan suap dan gratifikasi Budi Gunawan, calon Kepala Polri yang pelantikannya dibatalkan Presiden Joko Widodo karena menjadi tersangka. Sejumlah personel Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri terbang ke Bengkulu untuk memeriksa Irwansyah pada Senin pekan lalu.

Tim dari Markas Besar Polri dipimpin Komisaris Besar Mahendra Jaya, yang pernah menjadi Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu. Mahendra mengangkut semua dokumen pemeriksaan 2012 ke Jakarta. "Sudah diambil alih semua oleh mereka," ujar Komisaris Besar Dadan, Direktur Reserse Polda Bengkulu. Dengan alasan sedang di luar kota, Mahendra menolak memberikan konfirmasi tentang informasi ini.

Perkara Novel merupakan satu dari sejumlah perkara yang dimunculkan setelah Budi Gunawan menjadi tersangka komisi antikorupsi. Ketua KPK Abraham Samad dan wakilnya, Bambang Widjojanto, telah menjadi tersangka perkara yang diusut atas "pengaduan masyarakat". Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, dua Wakil Ketua KPK yang lain, juga dilaporkan ke polisi. Begitu juga sejumlah tokoh pro-komisi antikorupsi.

***

IRWANSYAH adalah saksi yang dianggap penting oleh polisi dalam perkara Novel. Ia, yang semula bersedia diwawancarai di rumah kontrakannya, tiba-tiba membatalkannya karena banyak polisi di sekitar rumahnya. Ia hanya bersedia memberikan pernyataan melalui telepon kepada Tempo, yang ada di sekitar tempat tinggalnya itu. Sejumlah personel Kepolisian terlihat nongkrong di warung, jalan, juga tanah kosong di depan rumahnya.

Menurut tetangganya, polisi berpakaian sipil itu berdatangan sejak pekan lalu. Mereka bergerombol hampir 24 jam, mengawasi rumah dan tamu yang datang. Komisaris Besar Dadan menyangkal anggapan bahwa polisi mengawal Irwansyah. "Tak ada perlakuan istimewa kepada dia," katanya.

Setelah diperiksa Senin pekan lalu, Irwansyah dipanggil lagi oleh polisi tiga hari kemudian. Menurut dia, pertanyaan polisi masih seputar keterlibatan Novel Baswedan dalam peristiwa di Pantai Panjang pada 18 Februari 2004. Syahdan, waktu itu, setelah ditangkap karena mencuri sarang walet di rumah toko Sinar Makmur di Jalan S. Parman, Bengkulu-kini menjadi Kampus III Universitas Muhammadiyah Bengkulu-Irwansyah dan lima temannya dibawa ke pantai.

Di pantai, polisi menembak kaki mereka: Irwansyah, Mulyan Johan, Rizal Sinurat, Dony Yefrizal, Rusliansyah, dan Dedi Nuryadi. Menurut Irwansyah, Novel ada di antara polisi itu. Namun ia menyatakan tak yakin polisi berpangkat inspektur pembantu satu itu ikut memuntahkan peluru. Rizal Sinurat, yang ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Curup, Rejang Lebong, tempatnya menjalani hukuman dalam kasus narkotik, malah mengatakan tak yakin melihat Novel. Rizal mengatakan belakangan mengetahui polisi yang menembak kakinya kerap dipanggil "Sembiring".

Setelah ditembak, para pencuri ini dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Jitra Bengkulu untuk diobati. Dari sana, mereka dibawa lagi ke sel Polresta. Saat di dalam tahanan itulah Mulyan Johan meninggal. "Saya saksinya karena satu borgol dengan dia," ujar Rizal.

Kematian Mulyan Johan menjadi pintu masuk polisi untuk menjerat Novel pada 2012. Ia ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan yang mengakibatkan kematian orang lain. Pada 5 Oktober 2012, pada hari yang sama dengan pemeriksaan Djoko Susilo, sejumlah perwira Kepolisian datang ke gedung komisi antikorupsi untuk menangkap Novel.

Komisaris Besar Dedy Irianto, yang waktu itu menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu, merangsek masuk ke kantor Komisi. Ia datang ditemani beberapa anak buahnya dan sejumlah perwira dari Polda Metro Jakarta Raya. Di luar kantor, seratusan polisi berpakaian sipil mengepung gedung.

Aktivis antikorupsi dan masyarakat sipil yang mendengar informasi itu melalui media sosial berduyun-duyun ke gedung KPK, membentuk pagar betis menghadang polisi. Irwansyah Siregar mengatakan menonton berita pengepungan itu di televisi. Ia teringat kejadian yang sudah lewat delapan tahun dan membuatnya dihukum delapan bulan penjara.

Esoknya, polisi menemui Irwansyah di Pasar Panorama dan memintanya datang ke markas Polda untuk menceritakan kembali kejadian di Pantai Panjang itu. "Saya ceritakan apa adanya," kata Irwansyah.

Menurut informasi dari sejumlah anggota Polda Bengkulu, polisi mencari Irwansyah begitu KPK mulai menyelidiki korupsi Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas yang pada 2012 menjabat Gubernur Akademi Kepolisian di Semarang. Polisi kesulitan melacak Irwansyah, yang kerap berpindah rumah kontrakan. "Akhirnya ketemu di pasar itu," ujar seorang polisi.

Ketika datang ke Polda Bengkulu, Irwansyah bertemu dengan pengacara Yuliswan Ganim di ruang tunggu. Dari obrolan ringan mereka, Irwansyah tahu bahwa Yuliswan sekampung dengan istrinya di Kedurang, Bengkulu Selatan. Setelah tahu maksud kedatangan Irwansyah, Yuliswan menawarkan diri menjadi pengacaranya. "Kami bersepakat karena bersaudara," kata Irwansyah.

Cerita Yuliswan lain lagi. Dialah yang membujuk Irwansyah agar mengadu ke polisi setelah melihat luka tembak di betis kirinya belum pulih betul. Menurut Irwansyah, laporan polisi dibuat pada 12 September 2012, berbeda jauh dengan keterangan Irwansyah yang bersumpah bahwa ia mendatangi Polda setelah hiruk-pikuk penangkapan Novel pada 5 Oktober 2012.

Setelah Irwansyah melapor, polisi mengoperasi kakinya. "Setelah dia dioperasi dan menerima santunan selama pemulihan, kami rasa keadilan itu telah terpenuhi," kata Yuliswan. Menurut dia, setelah operasi itu, polisi semestinya tak mengusut keterlibatan Novel Baswedan. Apalagi, secara yuridis, bukan mereka yang membuat laporan penyidikan Novel.

Pengusutan itu jalan terus karena polisi mendasarkannya bukan pada laporan yang dibuat Irwansyah. Dari dokumen pemeriksaan yang dimiliki Tempo, pelapor tuduhan kepada Novel adalah Brigadir Yogi Hariyanto. Dia polisi petugas piket di Polda Bengkulu. Namun Tempo yang mendatangi tempat itu gagal menemuinya. Polisi bahkan menyatakan tak mengenal nama itu.

Pada 2012, namanya juga tak pernah muncul atau tercatat diperiksa sebagai pelapor tuduhan kepada Novel. Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso, Novel diusut berdasarkan "pengaduan masyarakat". Ia tak menyebut nama ataupun kedudukan, juga hubungan pelapor dengan kasus penembakan 2004 itu.

Juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie, juga membantah kabar bahwa pelapor kasus yang menjerat Novel adalah polisi. "Kamu tanya saja sama polisi yang lapor itu," kata Ronny, Jumat pekan lalu.

Atas dasar laporan Yogi itulah polisi memeriksa anak buah Novel pada saat penangkapan para pencuri sarang walet tersebut. Mereka adalah Joni Walker, M. Zaenur Kosim, Doni Juniansyah, M. Yulius Khausar, Rahmat, Sofyanto, Budimansyah, Ariyal Fikri, Bobby Eltarik, Lazuardi Tandjung, Ramos Sibagariang, J. Manurung, serta Ferry Zaluddin. Dari pencuri, hanya tiga yang diperiksa intens, yakni Irwansyah, Rizal Sinurat, dan Dedi.

***

RIZAL Sinurat tiga kali ditangkap polisi. Setelah bebas dari masa hukuman kasus pencurian burung walet pada 2004, ia ditangkap kembali pada 2012 karena memakai narkotik. Ia ditangkap pada Oktober 2012, di sekitar hari-hari upaya penangkapan Novel. "Saya ditangkap di sekitar kawasan perumahan dosen Medan," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Mendapat saksi penting untuk menjerat Novel, polisi membujuk Rizal agar mau bersaksi. Imbalannya: ia akan dibebaskan dari perkara narkotik yang menjeratnya-tawaran yang menyenangkan. Rizal pun segera dibawa dari Medan ke Bengkulu. Bukan di sel tahanan, ia diinapkan di Hotel Mentari, tak jauh dari Markas Polda Bengkulu. Di sini, ia bertemu dengan Irwansyah dan Dedi, yang tiba lebih dulu di hotel bertarif Rp 200 ribu semalam itu. Mereka menginap di kamar nomor 27, 30, dan 31 selama lima hari pada 9-13 Oktober 2012. Kepada polisi yang tiga kali memeriksanya, Rizal mengatakan tak yakin melihat Novel di Pantai Panjang. "Saya cuma lihat dia sebelum kami dibawa ke pantai," ujar Rizal.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu pada 2012, Komisaris Besar Dedy Irianto, menampik kabar bahwa Rizal ditangkap karena kasus narkotik. Ia mengklaim Rizal menyerahkan diri ke polisi. Setelah menangani kasus Novel, Dedy bertugas di Polda Sumatera Utara dengan jabatan serupa. Akhir tahun lalu, ia bertugas di Lembaga Pendidikan Polisi yang dipimpin Budi Gunawan.

Juru bicara Polda Sumatera Utara, Ajun Komisaris Besar Mangantar Pardamean Nainggolan, mengatakan nama Rizal tak ada di dalam daftar tangkapan Polda sepanjang Oktober 2012. Namun Mangantar buru-buru menjelaskan bahwa tidak semua data orang yang ditangkap polisi teregistrasi di kantornya. "Kalau tertangkap tangan, bisa saja langsung dibawa ke polda lain untuk pengembangan," katanya.

Setelah diperiksa polisi untuk menjerat Novel, Rizal benar-benar dibebaskan dari tuduhan memakai narkotik. Namun, dua bulan setelah itu, ia ditangkap lagi oleh aparat Polda Bengkulu, juga karena menggunakan narkotik. Untuk perkara terakhir, tak ada imbalan apa pun baginya. Ia divonis lima tahun penjara dan kini menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Curup, Rejang Lebong, 88 kilometer dari Bengkulu. Ia ditempatkan di sel isolasi karena mengidap tuberkulosis. "Untuk yang sekarang, saya belum diperiksa lagi," katanya.

Badan Reserse Polri cukup mempelajari hasil pemeriksaan 2012. Selasa dua pekan lalu, mereka menyimpulkan dalam berkas laporan SP.Sidik/86/II/2015 bahwa sangkaan untuk Novel berubah. Karena minim bukti bahwa Novel Baswedan berada di tempat kejadian saat penembakan, tuduhan kepadanya kini menjadi "perbuatan yang menyebabkan luka berat" serta "memaksa keterangan dan pengakuan dari tersangka".

Tuduhan penganiayaan yang menyebabkan kematian hilang sama sekali. Kematian Mulyan Johan terlalu sumir dihubungkan dengan peran Novel. Apalagi Halimah, ibu Johan, telah menyatakan ikhlas terhadap kematian anaknya. "Mengungkit kasus ini sama saja melukai kami kembali," ujarnya.

Polisi pantang mundur. Pemeriksaan kepada Novel dijadwalkan pada Rabu pekan lalu. Namun penyidik yang memilih berkarier di KPK dengan melepaskan jabatan polisinya itu tak hadir di Mabes Polri. "Saya yang memerintahkan agar ia tak usah datang," kata Taufiequrachman Ruki, pelaksana tugas pemimpin KPK.

Dimintai konfirmasi atas tuduhan polisi, Novel tak berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan, "Semestinya penegakan hukum tujuannya untuk kepentingan hukum. Jika penegakan hukum tujuannya untuk yang lain, ya, seperti ini."

Rusman Paraqbueq, Phesi Ester Julikawati (bengkulu), Singgih Soares (jakarta), Sahat Simatupang (medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus