Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEREMPUAN tua berambut perak itu tiba-tiba pingsan. Tubuhnya yang kecil, ringkih, makin terlihat renta. Selera makan Marji'a menguap bersama berita keterlibatan anak kesayangannya, Asmar Latin Sani, 28 tahun, dalam kasus pengeboman Hotel JW Marriott di Jakarta. Sudah 10 hari ini ia tidak pernah lagi dapat menelan nasi. Ia masih tidak percaya jika anak bungsunya dari empat bersaudara itu menjadi tersangka pelaku pengeboman Hotel Marriott, yang menewaskan 12 orang dan melukai ratusan orang lainnya pada Selasa, 5 Agustus lalu.
Temuan polisi kian menghunjamkan perih bagi pasangan Abdul Wahid dan Marji'a. Hasil tes DNA—deoxyribonucleic acid—atas potongan kepala yang ditemukan di lokasi kejadian, lantai lima Marriott, menyimpulkan: mereka identik. Artinya, benar itu memang kepala Asmar. Ini diperkuat dengan keterangan saksi Sardono Siliwangi dan Muhamad Rais, tersangka pelaku peledakan bom di Riau dan Medan, yang mengenali sosok Asmar. Amanda, kakak Asmar, juga mengenali ciri fisik berupa pitak kepala dan tahi lalat di leher kanan adiknya itu.
Bom yang meledak saat jam makan siang itu, kata polisi, berjenis bom mobil. Tapi, dari ceceran tubuh Asmar di sekitar lokasi dan keterangan sejumlah saksi mata, pelakunya diduga menggunakan bom bunuh diri. Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar menyebut Asmar adalah tersangka pelaku dari kelompok Mustofa, yang diduga telah menyiapkan batalion siap mati beranggotakan 10-15 orang. Asmar adalah salah satunya. Mustofa adalah satu dari sembilan tersangka yang ditangkap di Semarang dan Jakarta beberapa waktu lalu, terkait dengan penemuan bahan peledak lebih dari dua ton. Ia juga bekas ketua Mantiqi Wilayah III (Sulawesi dan Filipina Selatan) Jamaah Islamiyah.
Adakah pasukan berani mati itu? Benarkah Asmar anggota Pasukan Khos, pasukan berani mati demi jihad? Menurut Sumber TEMPO yang dekat dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII), Pasukan Khos (khusus) adalah satu unit pasukan yang terdapat di Batalion Badar, nama lain dari Laskar Askari, sayap militer Jamaah yang ditaksir berjumlah 20 ribu di seluruh Indonesia. Di dalamnya terdapat unit pasukan kecil yang kerap disebut sebagai Istimata alias pasukan syahid. Setiap anggotanya terdiri dari orang-orang yang menguasai soal bahan peledak dan memiliki senjata.
Sejarah unit pasukan Istimata ini belumlah berusia panjang. Mereka belum lama dihidupkan, sekitar tahun 1999/2000. Aksi Istimata sebenarnya terinspirasi oleh aksi-aksi bom syahid yang kerap dilancarkan Batalion Izzudin al-Qassam, sebuah kelompok elite dari sayap militer Hamas di Palestina dan Libanon. "Mereka dianggap cukup efektif sebagai media perlawanan dan kemudian kian menjadi populer di kalangan kelompok jihad internasional," kata sumber ini.
Jumlah Batalion Badar hingga saat ini tidak ketahui. Begitu juga anggota pasukan syahid. Namun, sebagai gambaran, setiap anggota laskar yang pernah ke Afganistan bertugas merekrut 10 orang pasukan syahid. Para alumni Afganistan inilah yang memimpin pasukan syahid. Jumlah alumni Afganistan di kalangan Jamaah sekitar 150 orang. Artinya, jika sesuai dengan target, kini tersedia sekitar 1.500 pasukan syahid. Namun, sumber TEMPO belum mengetahui apakah semua alumni Afganistan itu berhasil memenuhi target atau tidak.
Ada versi lain yang lebih telak. Menurut Direktur Program Indonesia pada International Crisis Group, Sidney Jones, Pasukan Khos dan Batalion Badar muncul ke permukaan sejak tahun 2000, pasca-pengeboman empat gereja pada malam Natal di Pekanbaru, Riau. "Satu hari setelah aksi bom di Pekanbaru, tersebar selebaran mengatasnamakan Batalion Badar yang mengaku bertanggung jawab atas aksi bom tersebut," tutur Sidney.
Pernyataan Imam Samudra, salah satu terdakwa bom Bali, sebagaimana dicatat Sidney, juga menarik. Ia sempat memberikan pernyataan bahwa Batalion Badar merupakan bagian dari Jamaah Islamiyah. "Keberadaan Batalion Badar memang diakui Imam Samudra," Sidney menegaskan. Tapi ia tak berani memastikan kaitan batalion jihad ini dengan pengeboman di Marriott. Tetapi, yang jelas, Jamaah Islamiyah mengaku bertanggung jawab atas peledakan bom Marriott tersebut lewat harian terbitan Singapura, The Straits Times.
Sejauh ini Imam Samudra belum bisa dikonfirmasi. Namun, pengacaranya, Qadhar Faisal, mengaku tak tahu soal keterlibatan kliennya itu dengan Batalion Badar. "Indikasi tentang adanya Batalion Badar pun tidak ada dalam perkara Imam Samudra dan terdakwa lain dalam kasus bom Bali," kata Qadhar. Ia menambahkan: dua tersangka pelaku aksi bom Bali yang tewas di lokasi kejadian, Iqbal dan Arsanan, tak dapat disebut sebagai anggota Batalion Badar.
Pengasuh Ngruki juga menampik. Mereka mengaku tak tahu-menahu soal Batalion Badar ataupun Pasukan Khos. Direktur Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Farid Ma'ruf, menyatakan bahwa Laskar Khos hanyalah rekayasa aparat sebagaimana Jamaah Islamiyah. Hal yang sama dikemukakan Sholeh Ibrahim, Kepala Sekolah Kulliyatul Mu'alimin Al-Islamiyah (KMI) di Ngruki. "Bom bunuh diri tidak sesuai dengan syariah Islam kalau dilakukan di daerah yang damai," ujarnya pendek.
Mereka mengaku baru mendengar nama Laskar Khos dari media massa. Ini menyusul pernyataan Kapolri Da'i Bachtiar yang mengumumkan nama Asmar Latin Sani sebagai salah satu anggota pasukan khusus Jamaah Islamiyah. "Laskar Khos itu enggak mungkin ada, karena tidak ada peperangan di sini, kecuali di Palestina sana. Saya yakin bahwa itu hanya rekayasa," Ibrahim menukas.
Pengorbanan nyawa menjadi indikasi tingginya tingkat militansi pelaku. Menurut kriminolog Tb. Ronny Nitibaskara, bila tragedi itu benar sebagai hasil suicide bomber, berarti kondisi keamanan di Indonesia memasuki tahap paling berbahaya. "Kekerasan yang dirancang dengan sengaja menyertakan pelakunya untuk luluh-lantak bersama korban merupakan puncak kenekatan terorisme yang mungkin akan terjadi berulang," ujar Ronny. Gawat.
Cahyo Junaedy, Imron Rosyid (Solo), Syaipul Bakhori (Bengkulu), dan Jalil Hakim (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo