Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Richard Cahadi sempat berkeinginan menghapus label halal di kemasan produk biskuitnya ketika hendak meluaskan pasar ke mancanegara. Tapi untungnya hal tersebut urung dilakukan. Sebab, ternyata berkat label halal itulah ekspornya kini mulus.
"Ini cukup mengejutkan. Awalnya kami pikir untuk negara tertentu yang muslim bukan mayoritas, label halal tidak disertakan dalam kemasan," kata dia, Kamis lalu. Tapi, kata pria kelahiran 1975 ini, mitra bisnisnya justru menghendaki hal yang berbeda. Mereka meminta label halal tetap menempel di kemasan biskuit Kokola.
Dengan label halalnya itu, biskuit Kokola sudah menguasai pasar di empat benua. Sebanyak 60 persen produknya diserap pasar ekspor. Pasar Australia, Eropa, Amerika, Arab Saudi, dan Cina sudah dijajaki.
Biskuit Kokola bahkan sudah bertengger di rak-rak peretail modern dunia seperti Carrefour, BigW, Kmart, dan Woolworths. Biskuit Kokola merupakan produk unggulan PT Mega Global Food Industry yang sudah puluhan tahun beroperasi di Surabaya, Jawa Timur.
Richard mengungkapkan ada banyak negara yang mensyaratkan label halal saat ini. "Tentunya negara dengan penduduk mayoritas muslim seperti di Timur Tengah akan lebih memilih produk pangan olahan dari Indonesia ketimbang produk Cina," kata dia. Di samping itu, beberapa negara juga sedang mengembangkan produk berlabel halal seperti Hong Kong dan Taiwan.
Pria yang kini menjabat chief executive officer ini merasakan ada peningkatan permintaan produk halal di dunia. "Karena keyakinan akan produk yang bersertifikat halal pasti baik secara universal. Produk pangan yang berlabel halal pasti terjamin kebaikan dan keamanan pangannya," kata dia.
Dia berujar, label halal menjadi semacam jaminan tambahan bahwa produk yang dihasilkan betul-betul baik, dari segi bahan maupun prosesnya. Jadi, meskipun sudah mengantongi berbagai sertifikat yang menunjukkan produk pangan higienis dan aman seperti ISO 22000 Food Safety, Hazard Analysis & Critical Control Points (HACCP), dan Sertifikat BRC version 6, ia berkeras menambahkan sertifikat halal guna mendapatkan proteksi tambahan.
Proteksi inilah yang menjadi strategi utamanya dalam memasarkan produk. Kokola tidak seperti perusahaan kebanyakan yang dibesarkan lewat iklan. Bisa dibilang, Mega Global cukup pelit soal belanja iklan. "Kami yakin kualitas yang lahir dari komitmen melaksanakan total food safety dalam seluruh proses produksi adalah strategi bisnis yang paling baik," kata dia.
Menurut dia, komitmen itulah yang menjadi senjata rahasianya untuk melebarkan sayap ke pasar dunia. Dia merasa tak perlu lagi mengedukasi masyarakat internasional soal produk halal. Dengan naiknya permintaan setiap tahun, dia sangat yakin masyarakat internasional sudah paham soal pangan halal dari kualitasnya.
Richard berujar, Kokola juga mengusung konsep open kitchen. "Mitra bisnis dan masyarakat dipersilakan meninjau proses produksi kami melalui Kokola House," kata dia. Pria yang mengenyam pendidikan Biscuit Making di Biscuit Institute, Singapura, ini mengatakan open kitchen merupakan salah satu cara melaksanakan komitmen tersebut.
Kini, Kokola mengincar pasar Afrika dan Timur Tengah yang lebih luas lagi. Plus, dengan label halal itu pula dia merasa lebih optimistis menggenjot pasar domestik. "Dengan mengkomunikasikan produk kami halal, permintaan domestik pun meningkat," kata dia. Hanya, dia percaya label halal Indonesia sudah diterima secara luas di seluruh dunia.
Sebab, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sangat ketat dalam menyeleksi halal atau tidaknya suatu produk. Ini juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah. "Presisi halal kita paling baik, ada satu saja item yang tidak terpenuhi, tidak bisa mendapatkan sertifikat itu," kata dia.
Ikhsan bertutur, kesadaran industri global soal produk halal sudah meningkat. Dia memberi contoh forum dagang Uni Eropa yang dianggapnya peduli soal sertifikasi halal. Dalam sebuah forum, dia diminta menjelaskan langkah demi langkah dalam melakukan registrasi halal di Indonesia. "Belanda bahkan sudah punya pelabuhan halal sendiri," kata dia.
Menurut Ikhsan, ada persepsi yang keliru selama ini mengenai kehalalan. "Halal bukan cuma milik dan untuk umat Islam saja karena dapat dirasakan manfaatnya juga oleh yang bukan beragama Islam," kata dia. Dia mencontohkan, pangan halal yang sudah pasti dijamin higienis, aman, sehingga mendatangkan manfaat yang baik bagi tubuh.
Ikhsan mengungkapkan, gaya hidup halal menjadi tren global karena masyarakat internasional menyadari halal bukan cuma soal aspek religiositas. "Mereka mengerti ada aspek kesehatan yang dijaga," kata dia. Indikator halal sudah menjadi gaya hidup adalah munculnya kesadaran menyediakan produk halal di sektor nonpangan, seperti di sektor wisata, hiburan, dan jasa keuangan.
Selain Kokola, menurut Ikhsan, juara produk pangan halal lainnya adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Dia mengatakan Indofood berhasil menembus pasar yang lebih luas, terutama ke negara muslim, karena label halal. "Ibaratnya, label halal menjadi lencana tambahan bagi produk yang sudah ada sertifikat keamanan pangan untuk meluaskan pasar ke negara muslim," kata dia.
Produk mi instan yang menjadi andalan Indofood sudah menjejak mantap di 80 negara di seluruh dunia. Pasarnya terbentang dari Asia, Eropa, Afrika, hingga Amerika. Bahkan, produk mi instan jagoannya menjadi sangat populer di Nigeria. Pada 2014 lalu, Indofood membangun pabrik Indomie di Turki untuk memantapkan pasar di Eropa. "Kalau Korea punya K-Pop, Indonesia punya Indomie," kata pemilik Indofood, Anthoni Salim.
Di luar sektor pangan, Indonesia punya Wardah yang sukses karena konsisten mengusung kosmetik halal. Dalam beberapa acara, Wardah kerap dijadikan percontohan dalam membangun bisnis halal. Wardah bernaung di PT Paragon Technology and Innovation-yang sebetulnya sudah ada sejak 1985.
Perusahaan yang didirikan oleh Nurhayati Subakat dan Subakat Hadi ini mulai mengembangkan kosmetik halal pada 1995. Berbagai jatuh-bangun dialami perusahaan hingga 2005 perusahaan bangkit total menjadi perusahaan yang melaksanakan "cara pembuatan kosmetik yang baik". Kini, pasarnya sudah merambah ke Malaysia.
Pasar kosmetik global diprediksi akan tumbuh menjadi US$ 77,7 miliar dan pasar kosmetik halal global US$ 81 miliar pada 2021. Untuk mengoptimalkan ceruk ini, Direktur Pemasaran Paragon Technology Salman Subakat mengatakan Wardah akan terus memperbaiki diri.
"Teknologi Wardah sudah setara dengan kosmetik global seperti di Korea, Jepang, dan Eropa. Tinggal bagaimana menjaga kepercayaan konsumen," kata dia.
Soal inovasi, Wardah termasuk dalam kategori perusahaan yang rajin berinovasi. Selain sangat pintar membaca tren, Wardah sangat bersinar dengan berbagai peragaan busana. Perusahaan ini juga kerap menjadi make-up pendukung sebuah film.
Penetrasi pasar seperti ini sukses meningkatkan brand awareness dan citra Wardah sebagai kosmetik halal. Penetrasi ini juga yang membuat jaringan distribusinya meluas ke Malaysia.
Tapi soal menembus pasar global yang lebih luas lagi merupakan tantangan yang besar bagi Wardah. Sebab, menurut Salman, pengetahuan masyarakat internasional mengenai kosmetik halal masih minim. Untuk memberi edukasi, ada banyak cara yang dilakukan. Salah satunya seperti yang dilakukan dalam New York Fashion Week, pada September lalu.
Saat itu, Wardah mengadakan beauty workshop di Chicago untuk make up artist New York. Selain berbagi inspirasi rias wajah, acara ini juga menjadi salah satu bentuk promosi dan edukasi produk halal Wardah. "Edukasi dimasukkan ke dalam strategi pemasaran yang terpadu," kata dia.
Selain pasar yang belum paham soal kosmetik halal, menurut Salman, ada tantangan lainnya. "Di banyak negara, industri kosmetiknya diproteksi. Kami harus belajar dari perusahaan global lain soal cara mengelola risiko dan tentu saja mencari talent yang tepat."
Yang paling membuat Salman deg-degan adalah makin banyaknya kosmetik global yang sedang mengurus sertifikat halal. "Dalam hal ini, Wardah dan Indonesia boleh bangga jadi pionir," kata dia.
Indonesia juga boleh berbangga lantaran memenangi 12 penghargaan dari 16 kategori dalam World Halal Tourism Awards 2016. Garuda Indonesia, The Trans Luxury Hotel Bandung, dan Sembalun Valley Region adalah beberapa nama pemenang asal Indonesia. Para pemenang diumumkan secara resmi pada Desember kemarin.
Ikhsan mengatakan, meski Indonesia dikenal sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, tak menjamin Indonesia menjadi tujuan utama pelancong yang mencari destinasi halal. "Soal wisata halal, kita di urutan keempat. Kalah dari Malaysia, Singapura, dan Thailand," kata dia.
Di luar sektor wisata, menurut Ikhsan, masih ada banyak hambatan yang dialami oleh produsen produk halal. "Contoh kecil saja, sudah ada UU JPH (Undang-Undang Jaminan Produk Halal), tapi sampai sekarang peraturan pemerintahannya belum ada," kata dia.
Adapun Salman menilai Indonesia hanya belum memiliki infrastruktur dan industri pendukung seperti pengemasan dan bahan baku. "Untuk membangun global brand butuh sinergi dengan pemerintah dan masyarakat," kata dia,
Adapun mengenai regulasi halal, Salman mengatakan, cukup kondusif. Sementara itu, Richard mengatakan, regulasi halal di Indonesia adalah yang paling ketat dan menjadi acuan bagi banyak negara.
Posisi Indonesia dan Potensi Pasar Halal Internasional
Belanja produk pangan dan lifestyle halal global 2015 : US$ 1,9 triliun
Potensi pertumbuhan 2018 : US$ 3 triliun
Produk Pangan Halal
Konsumsi 2015 : US$ 1,17 triliun
Potensi pertumbuhan 2021 : US$ 1,9 triliun
5 Pengimpor Produk Pangan Halal Terbesar
1.Indonesia : US$ 154,9 miliar
2.Turki : US$ 115,5 miliar
3.Pakistan : US$ 106,3 miliar
4.Mesir : US$ 77,5 miliar
5.Bangladesh : US$ 68,5 miliar
5 Negara Terbaik di Sektor Pangan Halal
(Regulasi, volume ekspor, tingkat kesadaran)
1.Uni Emirat Arab
2.Australia
3.Pakistan
4.Brasil
5.Malaysia
Produk Jasa Keuangan Syariah
Finansial
Jumlah aset 2015 : US$ 2 miliar
Potensi pertumbuhan : US$ 3,4 miliar
Perbankan
Aset perbankan 2015 : US$ 1,4 miliar
Potensi pertumbuhan : US$ 2,7 miliar
5 Negara dengan Ekosistem Jasa Keuangan Syariah Terbaik
1.Malaysia
2.Uni Emirates Arab
3.Bahrain
4.Arab Saudi
5.Oman
Wisata Halal
Konsumsi 2015 : US$ 151 miliar
Potensi pertumbuhan 2021 : US$ 243 miliar
5 Negara Penyedia Jasa Wisata Halal Terbaik
1.Uni Emirates Arab
2.Malaysia
3.Turki
4.Singapura
5.Yordania
Busana dan Barang Gunaan
Konsumsi 2015 : US$ 245 miliar
Potensi pertumbuhan 2021 : U$D 368 miliar
5 Negara dengan Ekosistem Industri Modest Fashion Terbaik
1.Uni Emirates Arab
2.Turki
3.Cina
4.India
5.Italia
5 Negara Pengekspor Terbesar
1.Cina : US$ 21,926 juta
2.India : US$ 5,589 juta
3.Turki : US$ 2,643 juta
4.Bangladesh : US$ 1,345 juta
5.Italia : US$ 1,137 juta
Farmasi dan Kosmetik
Konsumsi 2015 : US$ 133 miliar
Potensi pertumbuhan 2021 : US$ 213 miliar
Farmasi : US$ 132 miliar
Kosmetik : US$ 81 miliar
5 Negara Terbaik
1.Uni Emirates Arab
2.Malaysia
3.Singapura
4.Mesir
5.Pakistan
5 Konsumen Muslim Farmasi Terbesar
1.Turki : US$ 9,1 miliar
2.Arab Saudi: US$ 6,7 miliar
3.Amerika Serikat : US$ 6,3 miliar
4.Indonesia : US$ 5 miliar
5.Aljazair : US$ 3,6 miliar
5 Konsumen Muslim Kosmetik Terbesar
1.India : US$ 4,7 miliar
2.Russia : US$ 3,5 miliar
3.Indonesia : US$ 3,3 miliar
4.Turki : US$ 3,1 miliar
5.Malaysia : US$ 2,8 miliarSUMBER: LAPORAN STATE OF THE GLOBAL ISLAMIC ECONOMY 2016-2017. KERJA SAMA THOMSON REUTERS, DINARSTANDARD, DAN IEDC DUBAI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo