Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua berawal dari rasa bosan. Suatu ketika, dua personel kelompok trio Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud (vokal, gitar) dan Akbar Bagus Sudibyo (drum, vokal latar), dihinggapi kejenuhan lantaran memainkan lagu-lagu itu saja dari panggung ke panggung—semuanya ada 24 lagu dari dua album Efek Rumah Kaca, Efek Rumah Kaca (2007) dan Kamar Gelap (2008). "Main sudah seperti pencet tombol autopilot. Di panggung saya bermain, tapi pikiran tidak ada di atas sana," kata Cholil, melukiskan puncak kebosanannya.
Keadaan itu masih ditambah dengan ketidakpastian proses pengerjaan album Efek Rumah Kaca berikutnya. Cholil dan Akbar pun mengambil jalan keluar: membuat proyek musik. Dalam menggarap proyek itu, keduanya menggandeng sejumlah musikus, di antaranya Agustinus Panji Mahardhika (trompet, flute), Airil "Poppie" Nur Abadiansyah (bas), Andi "Hans" Sabarudin (gitar), Muhammad Asranur (keyboard), serta Irma Hidayana, Monica Hapsari, dan Nastasha Abigail (vokal latar). Formasi yang terbentuk pada pertengahan 2012 ini lantas mengukuhkan diri dengan nama Pandai Besi.
Boleh dibilang, Pandai Besi, entitas baru hasil mutasi dua personel Efek Rumah Kaca dan beberapa musikus, telah melontarkan Cholil-Akbar ke ranah aransemen yang lebih baru lewat album yang mereka rilis, Daur, Baur. Ada pemain gitar tambahan, pemain keyboard, pemain alat tiup, serta yang paling belakangan hadir beberapa penyanyi latar.
Di album Daur, Baur, Pandai Besi membawakan lagu-lagu Efek Rumah Kaca, yang aslinya beraransemen relatif telanjang khas grup trio, menuju petualangan adonan musik baru yang lebih liar. Ada semacam kesadaran baru yang ternyata dapat membawa makna yang baru pula pada lagu-lagu di album itu. Inilah, antara lain, poin yang menjadi alasan Tempo memilih Daur, Baur sebagai album terbaik 2013 dan menabalkan Pandai Besi sebagai tokoh seni bidang musik.
Rasanya memang sulit memungkiri energi yang dipompakan Pandai Besi. Mereka mengobrak-abrik aransemen lagu-lagu Efek Rumah Kaca hingga tak terdengar lagi warna aslinya. Yang dipertahankan hanya lirik. Di luar itu sepenuhnya baru. Kendati mereka mendaur ulang, hasilnya sungguh dahsyat. Kelompok musik ini membawa lagu-lagu Efek Rumah Kaca ke tataran yang belum pernah mereka gapai: gelap, satir, penuh emosi, dan liar.
Sejak awal Pandai Besi memutuskan mendaur ulang sembilan lagu milik Efek Rumah Kaca: Hujan Jangan Marah, Menjadi Indonesia, Debu-debu Berterbangan, Desember, Melankolia, Laki-laki Pemalu, Jalang, Di Udara, dan Jangan Bakar Buku. "Kami memang sengaja memilih lagu-lagu yang bernuansa gelap," ujar Muhammad Asranur, pemain keyboard Pandai Besi.
Di studio latihan, mereka membiarkan ide berlari seliar mungkin. Semua berkontribusi. Mereka merekam setiap detik latihan. Rekaman itu kemudian dibawa pulang untuk didengar dan dicermati kembali. "Rekaman itulah yang kami gunakan untuk menetapkan aransemen akhir. Setiap ada bagian yang bagus, kami ambil. Yang lain dibuang," Asranur menjelaskan.
Hasilnya luar biasa. Lewat Daur, Baur, Pandai Besi membius pendengar dengan keberaniannya menjelajahi ranah instrumental yang lebih liar. Bagian demi bagian diulang tanpa ada vokal. Yang ada hanya repetisi instrumen, digiring hingga akhirnya meletup di penghabisan tembang.
Coba simak Jalang, lagu yang pertama kali dirilis Efek Rumah Kaca pada 2007. Andi "Hans" Sabarudin mengulang-ulang melodi gitar hingga tiga menit. Vokal Cholil Mahmud baru masuk pada menit 1 lewat 20 detik. Suara falsetto Cholil mengiris-iris perasaan. Semakin lama semakin tajam, padahal liriknya hanya empat kalimat yang diulang-ulang selama tiga menit: Siapa yang berani bernyanyi akan dikebiri. Siapa yang berani menari kan dieksekusi. Karena mereka beda misi mereka paling suci. Lalu mereka bilang, bilang kami jalang.
Tembang lain yang juga menarik adalah Di Udara. Vokal Cholil yang disokong Irma dan Natasha membuat lagu ini terasa bernyawa. Alunan trompet memberi aksentuasi sehingga tembang ini lebih berjiwa. Di Udara adalah lagu Efek Rumah Kaca yang paling diingat berbagai kalangan, bukan hanya karena nadanya yang suram, melainkan lantaran liriknya yang jelas merupakan sebuah persembahan bagi aktivis hak asasi manusia, Munir. Aransemen yang benar-benar baru bisa disimak pula dalam Menjadi Indonesia dan Hujan Jangan Marah, yang menjadi lagu pembuka album Daur, Baur.
Pengamat musik David Tarigan mengatakan Pandai Besi berhasil membuat karya baru yang begitu kompak. Bahkan mereka bisa membuat pendengar yang akrab dengan lagu-lagu aslinya mendapat pengalaman dan nilai yang benar-benar berbeda. "Seperti menikmati sebuah album debut brilian dari sebuah grup musik baru yang amat menjanjikan," katanya.
Hal senada disampaikan pengamat musik Denny Sakrie. Menurut Denny, Pandai Besi mengimbuhkan banyak hal dalam tafsir ulang atas karya Efek Rumah Kaca, terutama dalam aransemen hingga pola ekspresi, sehingga jauh lebih dalam dibandingkan dengan karya orisinalnya. "Album Daur, Baur terasa memiliki jiwa yang lain dengan 'baju baru'-nya itu," ujarnya.
Yang juga menarik, rekaman Daur, Baur dilakukan Pandai Besi secara live di studio rekaman legendaris milik pemerintah, Lokananta, di Surakarta, Jawa Tengah. Untuk biaya produksinya, mereka menerapkan konsep crowdfunding atau menggalang dana dari para penggemar. "Sepertinya ini kelompok musik pertama (di Indonesia) yang mencari dana lewat crowdfunding dan berhasil," kata David Tarigan. "Pandai Besi pintar membaca zaman. Mereka mengoptimalkan media sosial untuk mendukung produksi rekaman."
Begitulah. Apa yang dilakukan Pandai Besi bisa jadi contoh bagi kelompok musik lain yang bergerak di jalur indie. "Membentuk komunitas untuk mendukung kegiatan produksi juga menjadi salah satu solusi yang bagus di tengah-tengah kelesuan industri musik," ujar Denny Sakrie.
Nomine Album Terbaik 2013 Pilihan Tempo
Sepanjang 2013, lebih dari seratus album dirilis musikus Indonesia. Dari ratusan album itu, kami kemudian menyeleksinya untuk dinobatkan sebagai album terbaik pilihan Tempo. Selain album Daur, Baur milik Pandai Besi, berikut ini nominenya.
Tigapagi
Roekmana's Repertoire
Demajors & Helat Tubruk
Adrian Adioetomo
Karat & Arang
Demajors & My Seeds
Morfem
Hey, Makan Tuh Gitar
MRFM Records
Down for Life
Hymne Perang Akhir Pekan
Sepsis Records
Zoo
Prasasti
Yes No Wave Music
Gustu Brahmanta Trio
Putri Cening Ayu
Demajors
((Auman))
Suar Marabahaya
Rimauman Music
Simak Dialog
The 6th Story
MusikRiza Publishing, Ragadi Music, Demajors
Semakbelukar
Semakbelukar
Elevation Records
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo