Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menenangkan Diri dengan Meditasi

Masa pandemi membuat banyak orang melirik meditasi sebagai cara untuk menenangkan diri. Para pegiat dan komunitas meditasi menangkap peningkatan minat itu dengan mengadakan sesi daring bagi pemula.

18 Juli 2021 | 00.00 WIB

Ilustrasi meditasi. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi meditasi. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Kegiatan-kegiatan meditasi gratis secara daring terus bertumbuhan pada masa pandemi ini.

  • Peminatnya terus bertambah dan angkanya naik drastis ketika situasi sedang ada tekanan.

  • Setelah mencoba meditasi, peserta mengaku optimistis menjalani keseharian dan tak mudah merasa stres.

Bak sebuah mantra, perintah untuk menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan diucapkan berkali-kali oleh Bentara Bumi kepada sekitar 70 peserta yang mengikuti sesi Meditasi Melepas Stres, Selasa malam lalu. “Tarik napas panjang dan dalam, lalu embuskan lewat mulut perlahan-lahan.” Tak lama, Bumi meminta para peserta mengenang peristiwa masa lalu yang tak menyenangkan. "Pilihlah satu peristiwa yang kalian anggap sangat menyakitkan, hidupkan lagi peristiwanya, rasakan Anda berada di tempat itu lagi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ia terus membangkitkan emosi para peserta yang malam itu mengikuti meditasi daring yang digelar Rumah Remedi Indonesia. Bumi lalu mengucapkan "mantra lain". Kali ini berupa sejumlah pertanyaan, “Apakah Anda mau melepas emosi kenangan buruk itu? Bisakah Anda melepasnya? Kapan Anda mau melepasnya?” Ia meminta peserta menjawab pertanyaan itu dalam hati sembari mengembuskan napas. Tiga puluh menit berlalu, giliran fasilitator lain, Agustinus Gibran, mengajak beralih ke meditasi visualisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Para peserta tetap diminta mengatur ritme napas, tapi kali ini Tinus—demikian Agustinus biasa disapa—mengucapkan sejumlah kalimat sugestif bernada positif. Ia mengajak peserta membayangkan sebuah cahaya hijau keluar dari dada dan merambati tubuh. “Ini adalah cahaya cinta kasih yang menyelimuti tubuh Anda. Rasakan bagaimana Anda mencintai diri sendiri,” ujar Tinus.

Meditasi melepas stres rutin digelar Remedi Indonesia setiap Selasa. Sesi gratis ini sebetulnya sudah digelar sejak 2011. Setahunan ini peminatnya terus bertambah karena digelar daring dan bisa diakses siapa saja. “Kalau dulu sesi ini diadakan di studio meditasi Remedi Indonesia (di Kemang, Jakarta Selatan), pesertanya juga terbatas,” kata Bentara Bumi kepada Tempo, kemarin.

Peningkatan jumlah peserta Kelas Selasa Remedi Indonesia terutama ketika situasi sedang penuh tekanan. “Seperti ketika ada penerapan PPKM kemarin, jumlah peserta naik hingga hampir 70 orang. Bahkan pernah sampai seratusan.” Tapi ketika situasi sudah agak "santai" seperti pada awal 2021, jumlah peserta kelas gratis ini konsisten di angka 30-40 orang.

Di luar kelas-kelas daring, Remedi Indonesia menyediakan sejumlah layanan berbayar, seperti P3K Jiwa, yang dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan berbeda setiap individu. “Ada juga program Mulih. Ini semacam asesmen dan konseling gratis untuk menilai kondisi dan kebutuhan klien. Nanti dari sana diarahkan program apa yang cocok.”

Sejumlah layanan yang disediakan Rumah Remedi Indonesia. Dok Rumah Remedi Indonesia

Meditasi melepas stres ala Remedi Indonesia menggunakan teknik sedona yang diciptakan Lester Levanson. Sebetulnya teknik ini lebih panjang, tapi dimodifikasi menjadi lebih efektif. Metode pelepas stres ini dianggap mudah dilakukan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Caranya diawali dengan mengenang kembali peristiwa-peristiwa menyakitkan dan emosi-emosi yang ditimbulkannya dari masa lalu.

Metodenya berbeda dengan teknik meditasi pada umumnya di mana pelakunya "diharuskan" mengosongkan pikiran dan berfokus pada pernapasan. Hal inilah yang biasanya menjadi hambatan bagi para pemula. “Karena duduk diam sambil mengosongkan pikiran itu susah.” Teknik melepas stres justru sebaliknya, pikiran diajak bekerja mengingat sekaligus berfokus pada pernapasan.

Bumi mengibaratkan meditasi melepas stres ini seperti mencuci gelas kotor. Gelas diartikan sebagai benak di mana emosi-emosi yang muncul setiap hari berkumpul dan terus menumpuk. “Ketika emosi negatif terus menumpuk dan berlebih, kita cenderung memanifestasikannya ke hal-hal negatif, seperti kemarahan atau bahkan sensasi hilangnya perasaan (numb).” Hal ini bisa merembet pada masalah kesehatan fisik, dari kesulitan tidur, kesulitan melakukan aktivitas rutin, hingga gangguan lainnya.

Agar proses melepaskan emosi itu bisa efektif, peserta meditasi diajak untuk mengamplifikasi aneka perasaan negatif yang ada dalam benak masing-masing. Ibarat membiarkan gelas kotor tadi terisi penuh oleh berbagai kotoran sebelum akhirnya dicuci hingga bersih. “Karena untuk mengeluarkannya, kita perlu merasakan dulu emosinya. Emosi itu berbentuk energi di dalam tubuh. Karena energi tak bisa dimusnahkan, kita mengubahnya menjadi energi kalori alias panas yang dikeluarkan tubuh.”

Karena itulah, Bumi menjelaskan, hal wajar jika peserta merasakan sensasi tak nyaman pada tubuhnya. Reaksinya beragam, ada peserta yang merasa mual, pusing, kebas di bagian tubuh tertentu, bahkan lapar. Usai sesi pelepasan itu, fasilitator mengajak peserta membingkai ulang emosi yang dirasakan, alias melihatnya dari sudut pandang lain. Proses yang disebut reframing ini dilakukan melalui sesi diskusi, dan bisa efektif jika emosi yang dipendam sudah dilepaskan.

Nah, untuk menetralkan efek tak nyaman dari proses pelepasan, Remedi Indonesia menyertakan meditasi visualisasi atau meditasi relaksasi yang dilakukan di akhir sesi. Di sini, peserta dilatih mengucapkan afirmasi positif kepada dirinya sendiri. “Setelah gelas tadi kosong dan bersih, kita mengisinya dengan doa atau emosi-emosi baik seperti rasa cinta dan apresiasi terhadap diri sendiri.”

Meski bisa dilakukan oleh siapa saja, metode ini bisa jadi kurang cocok bagi mereka yang telah didiagnosis klinis mengalami gangguan bipolar atau depresi berat. “Karena metodenya mengajak peserta menggali lagi memori buruk. Dalam kondisi gangguan kejiwaan tertentu, hal ini malah bisa memperburuk keadaan.”

Latihan mengenali emosi, mengolah dan memilahnya, lalu membuang emosi-emosi negatif yang sudah tak lagi diperlukan merupakan salah satu manfaat kegiatan meditasi. Kemampuan itu, bagi para praktisi meditasi, menjadi semacam life skill yang bermanfaat untuk membantu meningkatkan ketahanan jiwa (resiliensi) dalam menghadapi berbagai tekanan. “Terutama di masa-masa menantang seperti pandemi,” ujar Bumi.

Memang bukan berarti mereka yang sudah mahir bermeditasi akan terbebas dari gangguan perasaan. Tapi, Bumi menjelaskan, dengan berlatih mengenali emosi melalui meditasi, kita akan mampu memproses aneka perasaan itu dan mencari solusinya sendiri. Sehingga, ketika kita sedang marah, kita bukannya mengamuk, melainkan mengakui kemarahan itu, lalu mengalihkan energinya ke hal lain yang lebih positif.

Atau, ketika sedang bersedih, kita akan membiarkan tubuh menangis, bukan malah memendamnya. “Mengenali emosi itu menjadi jembatan untuk mengenal diri sendiri.”

Fasilitator meditasi Rumah Remedi Indonesia, Bentara Bumi. Dok.Pribadi

Manfaat belajar meditasi pada masa pandemi dirasakan betul oleh Marina Eliana, seorang wiraswasta asal Bandung. Sejak 2019, perempuan berusia 35 tahun ini sudah punya keinginan belajar meditasi karena mendengar cerita sejumlah temannya yang sudah mencoba. Namun ia tak pernah sempat karena kesibukan usaha dan perannya sebagai ibu dua anak.

Pada masa pandemi, waktu luangnya lebih banyak, sehingga ia bisa memulainya. Apalagi ada dorongan untuk mencari ketenangan di tengah situasi yang serba tak pasti. “Sebelum masa pandemi, kalau stres, aku bisa tinggal pergi ketemu teman atau jalan-jalan untuk refreshing. Sejak 2020, hal itu tak bisa dilakukan karena takut tertular Covid-19.”

Pada pertengahan 2020, ia menghubungi salah satu guru meditasi temannya untuk dipandu belajar bermeditasi secara pribadi. “Awal-awal mencoba di sesi meditasi daring, aku merasa kikuk dan ragu apakah cara bermeditasi yang kulakukan sudah benar atau belum.”

Makanya ia rela keluar bujet tambahan ratusan ribu rupiah per bulan demi "kursus" meditasi secara privat. Tiga bulan belajar meditasi dengan panduan guru, Marina mengaku kini sudah bisa mempraktikkan sendiri. Setiap hari ia rutin bermeditasi dua kali, pagi dan malam hari dengan durasi 30 menit.

Marina bercerita, dengan punya kebiasaan ini, kini ia bisa lebih optimistis menjalani keseharian dan tak mudah merasa stres. Ia mampu menyalurkan aneka emosi dan kepenatan yang dirasakan akibat terkungkung di rumah.

Sesi meditasi ruang terbuka yang digelar Jakarta Mindfulness People di taman kota Gelora Bung Karno, Jakarta, Mei 2021. Dok Jakarta Mindfulness People

Meditasi tak hanya bermanfaat bagi orang sehat. Justru pada masa di mana banyak orang sakit seperti sekarang, meditasi dianggap mampu membantu proses pemulihan tubuh. Hal ini yang diinisiasi para pegiat meditasi di komunitas Jakarta Mindfulness People (JMP) dan rumah budaya Omah Wulangreh.

Program bernama Hening Online Bersama ini, menurut fasilitator JMP, Aria Widiyanto, dirancang bagi mereka yang sedang menjalani isolasi mandiri karena Covid-19. “Meski sebetulnya untuk masyarakat umum juga bisa,” kata Aria, Jumat lalu. Selain itu, JMP punya program rutin gratis lainnya, Kamis Hening, berupa meditasi kolektif secara daring yang dipandu oleh para fasilitator secara bergantian.

Aria menjelaskan, program Hening Online Bersama biasa digelar setiap hari, selama 30 menit, menggunakan aplikasi Zoom. Program ini dibuat untuk membantu pemulihan dengan cara mengajak para peserta menenangkan pikiran dan membuat tubuh lebih rileks. “Dengan tubuh yang rileks dan cinta kasih yang kita limpahkan ke tubuh, apa pun yang terjadi dalam tubuh dapat kita sadari secara utuh, apa adanya, tanpa judgement.

Meditasi yang dijalankan juga mendorong peserta menumbuhkan kesadaran dan kebijaksanaan. “Dengan kebijaksanaan, kita belajar memahami bahwa segala sesuatu berubah, tidak kekal, termasuk rasa sakit dan hidup itu sendiri. Sehingga kita dapat terbebas dari penderitaan, ketakutan, kekesalan, atau kemarahan.”

Aria, yang merupakan praktisi meditasi Tapa Brata, menjelaskan bahwa peserta tidak perlu berusaha keras untuk konsentrasi ketika bermeditasi. “Konsentrasi bukan tujuan maupun tolok ukur kesuksesan meditasi.” Dalam meditasi ini, ujarnya, justru seseorang belajar menyadari apa pun yang muncul di pikiran maupun tubuh. “Meski banyak pikiran tapi kita menyadari hal itu, maka meditasi bisa disebut berhasil.”

Demikian pula ketika kita merasa ada bagian tubuh yang sakit. “Kita tidak berusaha menghilangkan rasa sakit itu, tetapi hanya menyadari kehadirannya dan tersenyum pada rasa tersebut dengan penuh cinta kasih.” Aria menyebut meditasi pemulihan ini cocok bagi siapa saja dan tanpa syarat. Karena para praktisi akan memberikan bimbingan secara step by step. “Peminatnya banyak, mereka antusias sekali.”

Siapa pun yang berminat mengikuti sesi ini, Aria menjelaskan, dapat mengakses tautan untuk sesi daring melalui akun Instagram JMP maupun Omah Wulangreh. Biasanya Hening Online Bersama digelar setiap pukul 20.00 hingga selesai. “Pemula yang belum pernah meditasi juga bisa ikut bergabung.”

PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Praga Utama

Praga Utama

Lulusan Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada 2011. Bergabung dengan Tempo di tahun yang sama sebagai periset foto. Pada 2013 beralih menjadi reporter dan saat ini bertugas di desk Wawancara dan Investigasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus