Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERTEMU dengan Anies Baswedan pada Selasa, 18 Oktober lalu, sejumlah kader Partai Golkar menanyakan kesediaannya menghadiri acara relawan pendukungnya. Salah satu tamu dalam pertemuan di rumah Anies di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, itu, Sirajuddin Abdul Wahab, bercerita bahwa sahibulbait berkenan datang dalam acara yang dihelat lima hari kemudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami mencocokkan tanggal karena jadwal beliau sangat padat,” kata Sirajuddin, yang menjabat Koordinator Nasional Go-Anies, kelompok relawan itu. Nama Go-Anies memadukan asma Golkar dan bekas Gubernur DKI Jakarta itu. Sirajuddin datang bersama sejumlah inisiator Go-Anies, seperti Sekretaris Koordinator Nasional Mirwan Vauly.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam persamuhan tersebut, Anies—dideklarasikan sebagai calon presiden oleh Partai NasDem pada 3 Oktober lalu—sempat menyinggung tentang kedekatannya dengan Golkar. Menurut Sirajuddin, keluarga mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu adalah salah satu pendiri Sekretariat Bersama Golongan Karya atau Sekber Golkar.
Kepada Tempo pada Sabtu, 5 November lalu, Anies menyatakan kerap menghadiri acara relawan. “Bukan cuma Go-Anies,” katanya. Ia membenarkan bila disebut bercerita tentang neneknya, Barkah, aktivis perempuan yang ikut mendirikan Sekber Golkar di Yogyakarta. Namun, setelah Golkar menjadi partai, Barkah tak bergabung dan tetap aktif di pergerakan perempuan.
Sirajuddin dan Mirwan tergabung dalam Generasi Muda Partai Golkar (GMPG), organisasi di luar struktur yang kerap mengkritik petinggi partai beringin. Belakangan, GMPG juga mengkritik Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto karena elektabilitasnya tak kunjung naik. Sigi Lembaga Survei Indonesia pada pertengahan Agustus lalu menunjukkan elektabilitas Airlangga hanya 1,1 persen.
Sedangkan hasil survei Charta Politika pada 10-17 April lalu menunjukkan hanya 7,1 persen pendukung Golkar memilih Airlangga. Kebanyakan justru memilih Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto; politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ganjar Pranowo; dan Anies. “Lebih menguntungkan bagi Golkar mengusung Anies,” ujar Sirajuddin.
Go-Anies dideklarasikan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Ahad, 23 Oktober lalu. Deklarasi itu menjadi tamparan bagi pengurus partai. Sehari sebelumnya, Golkar memperingati hari ulang tahun ke-58 di JIExpo, Jakarta Pusat. Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo memuji kepemimpinan Airlangga, yang juga Menteri Koordinator Perekonomian.
Seorang inisiator Go-Anies bercerita, sejumlah pengurus Golkar menghubunginya dan mempertanyakan maksud pendirian relawan itu. Menunjukkan sejumlah percakapan WhatsApp dengan pengurus pusat Golkar, narasumber itu menyebutkan ada juga petinggi partai yang memberikan dukungan.
Lima pengurus Golkar yang ditemui Tempo bercerita, para petinggi dan kader partai kuning sesungguhnya terbelah ihwal nama calon presiden. Sebagian mendukung Airlangga, tapi ada juga yang menjagokan Anies. Namun dukungan untuk Anies tidak disampaikan secara terbuka. Mereka masih menunggu momentum yang tepat untuk menunjukkan dukungan.
Airlangga tak merespons pertanyaan yang diajukan Tempo melalui WhatsApp. Ketua Golkar Dave Laksono menyatakan kehadiran Go-Anies tak berpengaruh pada partainya. “Calon presiden dari Golkar masih Airlangga Hartarto,” ucapnya. Airlangga telah ditetapkan sebagai calon presiden dalam Musyawarah Nasional 2019 dan Rapat Pimpinan Nasional Golkar 2021.
Bersama Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan, Golkar membentuk Koalisi Indonesia Bersatu. Koalisi ini disebut-sebut direstui oleh Presiden Jokowi untuk memberikan tiket calon presiden kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Sejauh ini, PDI Perjuangan, partai asal Ganjar, belum mendeklarasikan nama calon presiden.
Seperti Golkar, Partai Persatuan Pembangunan pun terbelah soal nama calon presiden. Ketua PPP Achmad Baidowi menyatakan sebagian kader partainya ada yang mendukung Ganjar, Prabowo, dan Anies. “Hasilnya akan ditentukan dalam musyawarah kerja nasional,” kata Baidowi.
Dua politikus PPP bercerita, hasil survei internal menunjukkan pemilih partai itu cenderung menjagokan Anies ketimbang Ganjar. Sebagian pengurus pun khawatir elektabilitas partai merosot jika mendukung Ganjar. Mereka berkaca pada pemilihan Gubernur DKI 2017. Pada putaran kedua, PPP mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang kalah oleh Anies.
Dampaknya terlihat saat Pemilihan Umum 2019. Perolehan kursi PPP di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta merosot dari sepuluh menjadi satu saja. Pada 25 September lalu, Dewan Pimpinan Cabang PPP se-Jakarta menyatakan mendukung Anies.
Achmad Baidowi membenarkan kekhawatiran tersebut. Tapi ia menyebut Ganjar Pranowo berbeda bila dibandingkan dengan Basuki. Ganjar beragama Islam dan keluarga istrinya menjadi pengurus PPP di daerah. “Kalau PPP mendukung Ganjar, ya tidak jadi masalah,” ujarnya. Ia mengatakan partainya akan mengusulkan posisi calon wakil presiden untuk Ganjar berasal dari kalangan religius.
Dukungan untuk Ganjar muncul di berbagai daerah, seperti Kalimantan Selatan. Pada 24 Oktober lalu, pengurus partai di wilayah itu menyatakan mendukung Ganjar dalam Rapat Koordinasi Wilayah PPP Kalimantan Selatan. Acara itu dihadiri Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono.
Ketua PPP Kalimantan Selatan Aditya Mufti Arifin menilai Ganjar bisa melanjutkan program kerja Jokowi, seperti pembangunan ibu kota negara di Kabupaten Penajam Paser Utara. Namun seorang politikus PPP bercerita, mayoritas dari 13 pengurus kabupaten dan kota di provinsi itu lebih mendukung Anies ketimbang Ganjar.
Aditya mengatakan setiap daerah memang diminta mengusulkan calon presiden yang akan diusung. “Setelah melalui berbagai diskusi, akhirnya kami mengusulkan Ganjar,” ujarnya.
Di Partai Amanat Nasional, situasinya pun mirip dengan keadaan di PPP dan Golkar. Hasil sigi Charta Politika pada 10-17 April lalu menunjukkan mayoritas pemilih PAN, yaitu 38,9 persen, mendukung Anies sebagai calon presiden. Sebanyak 33,3 persen memilih Prabowo Subianto. Adapun pemilih PAN yang mendukung Ganjar hanya 16,7 persen.
Namun sejumlah pengurus PAN di daerah, seperti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Selatan, memilih tetap mendeklarasikan nama Ganjar. Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengklaim deklarasi itu merupakan aspirasi konstituen setempat. “Karena permintaan dari akar rumput,” tuturnya.
Eddy belum bisa memastikan partainya akan memilih Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan. Masih ada nama lain yang telah disampaikan ke publik, seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. “Semua masih dinamis, menunggu keputusan Dewan Pengurus Pusat,” ucapnya.
HENDRY SIHALOHO (LAMPUNG), JOHN SEO (NTT), DIDIT (MAKASSAR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo