Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lock-up period saham GoTo akan berakhir pada 30 November 2022.
Pemodal besar seperti KKR dan Alibaba mungkin melepas saham seri A GoTo.
Telkomsel disebut-sebut akan membeli saham seri A GoTo dari investor lain.
MANAJEMEN PT GoTo Gojek Tokopedia kini punya kesibukan baru. Ibarat makcomblang, mereka tengah menjodoh-jodohkan sejumlah pihak: investor lama dengan calon pemodal baru. Upaya ini berlangsung di tengah momen penting, yaitu berakhirnya lock-up period atau masa larangan bagi investor lama GoTo untuk melego saham setelah perusahaan teknologi itu go public. “Seperti orang yang taaruf, bisa saja berujung ke pernikahan, bisa juga tidak,” kata Chief of Corporate Affairs GoTo Nila Marita kepada Tempo, Jumat, 4 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lock-up period adalah aturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan bagi perusahaan teknologi yang hendak menggelar penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Dalam aturan ini, para pendiri dan pemegang saham utama seperti saham seri A dan seri B dilarang melepas kepemilikannya selama jangka waktu tertentu setelah IPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pendiri dan investor yang memiliki saham dengan hak suara multipel (SDHSM) dilarang menjual sahamnya selama dua tahun dari tanggal pernyataan efektif IPO. Sedangkan pemegang saham seri A non-SDHSM menjalani periode penguncian hak penjualan delapan bulan dari tanggal pernyataan efektif IPO. Aturan main ini ditetapkan untuk menjaga likuiditas saham di bursa sekaligus melindungi para investor publik dari kejatuhan harga jika para investor utama perusahaan ini melepas sahamnya dalam jumlah besar.
Masa penguncian hak penjualan investor GoTo bakal berakhir pada 30 November mendatang atau delapan bulan setelah pernyataan efektif IPO GoTo yang diterbitkan OJK. Ketika kunci dibuka, investor yang memegang 1,061 triliun lembar saham seri A atau 89,6 persen kepemilikan saham GoTo boleh melego portofolio tersebut. Walhasil, saham GoTo bakal membanjiri pasar dan harganya pun anjlok. Ini yang hendak dicegah oleh manajemen GoTo melalui “perjodohan” pemegang saham seri A dengan calon pemodal baru melalui skema penawaran sekunder atau secondary offering.
Pengemudi Gojek membuka aplikasi Tokopedia saat istirahat di Jakarta, April 2021. TEMPO/Tony Hartawan
Para pemegang saham seri A GoTo ini bukan sembarang investor. Ada nama besar seperti Taobao China Holding Limited, anak usaha raksasa e-commerce Cina, Alibaba. Taobao memegang 8,84 persen saham GoTo. Ada pula perusahaan investasi asal Jepang, SoftBank, yang memegang 8,71 persen saham Seri A GoTo melalui SoftBank Vision Fund Subco Pte Ltd.
Investor lain adalah Sequoia Capital India (4,21 persen), Radiant (3,28 persen), GIC (3 persen), dan KKR (1,93 persen). Mereka ada dalam daftar pemodal yang mengoleksi saham GoTo di atas 1 persen. Ada kemungkinan perusahaan-perusahaan ini melepas saham GoTo dalam kesempatan pertama. Lego saham ini wajar demi meraup cuan alias capital gain atau mencegah kerugian yang lebih besar mengingat GoTo sampai saat ini belum bisa mencetak laba. Apa pun alasannya, manuver mereka bakal berpengaruh besar pada harga saham GoTo.
Manajemen GoTo sudah menyadari risiko ini. Itu sebabnya mereka mengumumkan rencana secondary offering pada 24 Oktober lalu. Dalam aksi korporasi ini, investor baru akan membeli saham yang dikoleksi pemodal lama di pasar negosiasi. Namun GoTo tak bakal memperoleh keuntungan dari transaksi mereka, kecuali ada investor baru yang mau memegang saham yang dilepas. “Langkah ini merupakan salah satu upaya kami memelihara shareholder value bagi para pemegang saham,” ucap Nila.
Jatuhnya harga saham GoTo seusai lock-up period mungkin menjadi gejala jangka pendek. Tapi penurunan harga saham bisa mengacaukan target GoTo mengais modal tambahan. Karena itu, mekanisme perjodohan antarinvestor lewat secondary offering harus sukses.
Saat ditanyai tentang hal ini, Nila enggan mengungkap siapa saja investor yang akan dijodohkan. “Untuk menghindari kebingungan atau opini publik yang salah, pihak-pihak yang terlibat tidak akan diinformasikan sampai transaksi ini selesai,” tuturnya. Tapi rumor sudah merebak. Salah satu yang ditawari mengambil alih saham seri A GoTo adalah PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel, anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.
•••
EMPAT hari sebelum GoTo mengumumkan rencana secondary offering, sejumlah berita, salah satunya dari Bloomberg, menyebutkan ada pembicaraan antara Alibaba dan SoftBank untuk mengatur penjualan sebagian saham mereka secara terstruktur. Nilai saham ini mencapai US$ 1 miliar atau Rp 15,6 triliun. Penjualan terkoordinasi juga menjadi opsi untuk menghindari anjloknya harga saham GoTo jika dilepas ke publik secara terbuka.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan, salah satunya adalah GoTo, di layar Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 28 April 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Porsi kepemilikan saham Alibaba dan SoftBank di GoTo mencapai 16 persen. Alibaba punya 104,731 miliar lembar saham atau setara dengan 8,76 persen, sementara SoftBank memegang 103,120 miliar atau 8,62 persen dari total saham. Jika mengacu pada harga saham GoTo pada penutupan perdagangan, Jumat, 4 November lalu, nilai semua saham Alibaba di GoTo Rp 20,946 triliun atau US$ 1,339 miliar dan SoftBank Rp 20,624 triliun atau US$ 1,317 miliar.
Kabar SoftBank bakal melego saham tak mengejutkan jika melihat gelagat mereka dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan pengelola dana investor ini telah menarik dana dari beberapa perusahaan teknologi. Pada Agustus lalu, SoftBank tiba-tiba melego 9,1 persen sahamnya di Alibaba hingga tersisa 14,6 persen. Dari penjualan tersebut, SoftBank mengantongi dana US$ 34,1 miliar atau Rp 533 triliun.
Kepada Financial Times, Direktur SoftBank Yoshimitsu Goto mengatakan penjualan saham di Alibaba bertujuan meyakinkan salah satu investor mereka yang paling berpengaruh. “Di saat-saat seperti ini, sangat penting sebagai grup investasi untuk segera menunjukkan bahwa kekuatan finansial kami sangat kokoh,” kata Goto.
SoftBank melego sebagian besar sahamnya di Alibaba tak lama setelah mengumumkan kerugian sampai US$ 50 miliar pada semester pertama 2022. Kerugian ini muncul antara lain dari SoftBank Vision Fund (SVF).
SVF adalah salah satu pemodal GoTo. Pada 31 Maret 2022, investasi SoftBank di SVF1 mencapai 17 persen dari seluruh dana kelolaan mereka. Laporan keuangan perusahaan periode 31 Maret 2022 sebetulnya sudah mencatatkan investasi di GoTo sebagai keuntungan. Saat itu SoftBank mencatatkan keuntungan dari investasi SVF1 sebesar 1,226 triliun yen atau US$ 8,298 miliar—setara dengan Rp 130 triliun.
Keuntungan tersebut rupanya mencakup nilai saham SVF1 di GoTo yang berasal dari hasil tukar saham SoftBank di Tokopedia. Bersama Alibaba, SoftBank adalah investor terbesar Tokopedia sebelum e-commerce itu melakukan merger dengan Gojek dan membentuk GoTo.
Investasi di Tokopedia tak lepas dari status SoftBank sebagai salah satu pemegang saham terbesar Alibaba. Keduanya punya komitmen akan berinvestasi bersama-sama, antara lain di Tokopedia. Namun Alibaba tidak menargetkan Tokopedia sebagai investasi utamanya. Raksasa e-commerce Cina itu memilih Lazada sebagai “lengan bisnis” mereka di Asia Tenggara. Kini, ketika SoftBank akan keluar dari GoTo, tampaknya tak ada pilihan bagi Alibaba selain ikut hengkang.
Bukan hanya Alibaba dan SoftBank, sejumlah pemegang saham lain juga disebut ingin melego sahamnya di GoTo. Seorang pengusaha yang dekat dengan para investor menyebutkan KKR, perusahaan pengelola dana asal Amerika Serikat, ingin menjual sahamnya.
KKR lewat KKR Go Investments Pte Ltd adalah salah satu pemegang saham seri A terbesar di GoTo dengan kepemilikan 23,070 miliar lembar atau 1,93 persen. Perusahaan ini, menurut sumber Tempo, disebut ingin melepas saham itu sampai separuhnya. Itu artinya dibutuhkan duit Rp 2,307 triliun buat menebus setengah dari total saham KKR di GoTo. Namun, hingga tulisan ini diturunkan, Partner KKR Asia Tenggara, Jaka Prasetya, tidak menjawab pertanyaan Tempo tentang rencana itu.
•••
KABAR Telkomsel ditawari saham seri A GoTo terdengar di Telkom Landmark Tower, kantor pusat Telkom, sejak beberapa pekan lalu. Seorang pejabat di perusahaan itu menyebutkan tawaran ini dinilai wajar karena Telkomsel adalah salah satu investor strategis GoTo.
Di antara 14 pemegang saham GoTo, Telkomsel berada di peringkat kesepuluh dengan kepemilikan 23,7 miliar lembar atau 1,93 persen. Dalam kategori investor strategis, Telkomsel hanya kalah oleh Google yang memegang 39 miliar saham atau 3,32 persen serta Tencent yang memiliki 29 miliar saham atau 2,47 persen.
Saham Telkomsel di GoTo masih lebih besar daripada saham PT Astra International Tbk yang punya 18 miliar lembar atau 1,55 persen. Sebagai salah satu investor strategis, Telkomsel sudah menikmati keuntungan dari GoTo, seperti kerja sama bisnis. “Tampaknya ini alasan kenapa Telkomsel ditawari beli saham lagi. Telkomsel kan sudah menikmati keuntungan, tambah saham lagi, dong,” ujar pejabat itu.
Telkomsel menjadi pemegang saham Gojek pertama kali melalui obligasi konversi senilai US$ 150 juta atau Rp 2,116 triliun pada November 2020. Telkomsel mengeksekusi perubahan obligasi menjadi saham pada Mei tahun lalu, ketika Gojek dan Tokopedia bergabung. Telkomsel juga mengeksekusi penambahan saham senilai US$ 300 juta atau Rp 4,29 triliun. Walhasil, Telkomsel mendapat 89.125 lembar saham. Ketika GoTo melakukan stock split atau pecah nilai saham sebagai persiapan IPO, jumlah saham Telkomsel berubah jadi 23.722.133.875 lembar dengan harga perolehan Rp 270 per lembar sehingga nilai totalnya Rp 6,406 triliun.
Naik-turunnya harga saham GoTo kemudian mempengaruhi keuangan Telkomsel dan Telkom selaku induknya. Pada 2021, Telkom sempat mencatatkan keuntungan dari saham ini. Tapi, pada 30 September lalu, saat harga saham GoTo merosot menjadi Rp 246 per lembar, Telkom membukukan potensi kerugian Rp 3,064 triliun.
Kepemilikan Telkomsel atas saham GoTo sempat menjadi polemik. Sebab, selain berpotensi merugikan, diduga ada konflik kepentingan. Penyebabnya adalah hubungan kakak-adik antara Komisaris Utama GoTo Garibaldi “Boy” Thohir dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir yang menjadi wakil negara di jajaran pemegang saham Telkom. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi industri, investasi, dan persaingan usaha, kemudian membentuk panitia kerja untuk menelisik dugaan konflik kepentingan ini.
Demi menepis dugaan itu, manajemen Telkom dan Telkomsel bolak-balik meyakinkan publik bahwa investasi mereka di GoTo bersifat jangka panjang dan didasarkan pada penghitungan komersial. Dalam rapat bersama Panitia Kerja Komisi VI DPR pada 14 Juni lalu, Telkomsel menyatakan sinergi dengan ekosistem GoTo telah mendatangkan pendapatan hingga Rp 473,8 miliar sepanjang 2021. Pada kuartal pertama 2022, kegiatan itu mencetak pendapatan Rp 153,7 miliar.
Telkomsel juga menyebutkan pendapatan mereka dari bisnis GoTo berasal dari pertumbuhan jumlah pengguna Gojek yang menggunakan jaringan seluler Telkomsel, yang mencapai 25,7 persen (year-on-year). Telkomsel juga membukukan pendapatan dari 92 persen pengemudi Gojek yang menggunakan paket seluler Swadaya. “Hingga kuartal III 2022, synergy value yang dihasilkan masih sesuai dengan peta jalan yang ditetapkan bersama,” kata Vice President Corporate Communications Telkom Saki Hamsat Bramono pada Sabtu, 5 November lalu.
Namun, untuk urusan sinergi operasi ini, Telkomsel masih kalah oleh Google. Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat itu sudah menikmati pendapatan melimpah dari GoTo. Sepanjang semester I tahun ini, Google melalui PT Google Cloud Indonesia dan PT Google Indonesia telah menjual aneka produknya ke GoTo senilai masing-masing Rp 503,355 miliar dan Rp 340,650 miliar.
GoTo juga masih punya utang usaha kepada Google Asia Pacific Pte Ltd, Google Ireland Limited, dan PT Google Indonesia sebesar US$ 834.747 atau Rp 12,394 miliar. Keuntungan dari sinergi operasi inilah yang tak didapatkan investor semacam SoftBank, KKR, dan Sequoia sehingga mereka mungkin melepas saham seri A GoTo.
Menurut Saki, Telkomsel dan GoTo sedang melakoni sejumlah sinergi operasi baru. Di antaranya lewat pendirian Majamojo, penerbit game digital. Namun Saki membantah kabar bahwa Telkomsel telah ditawari saham seri A GoTo yang akan dilepas setelah periode penguncian selesai. “Tidak ada tawaran. Telkomsel juga tidak memiliki rencana menambah investasi atau melepas saham di GoTo,” ujarnya.
Chief of Corporate Affairs GoTo Nila Marita mengatakan skema secondary offering atau perjodohan antarinvestor di pasar negosiasi baru dalam tahap penjajakan. “Kami masih menunggu pernyataan konfirmasi dari para investor yang berminat berpartisipasi,” ucapnya.
Di tengah kondisi ini, pengamat pasar modal Yanuar Rizky menilai rencana investor melepas saham GoTo sebagai kewajaran. Apalagi setelah entitas ini menjadi emiten Bursa Efek dan harga sahamnya naik-turun. Menurut dia, tak jadi soal siapa pun yang membeli saham itu, “Asalkan jangan memaksa atau mengarahkan BUMN, asuransi, atau dana pensiun BUMN membeli saham itu.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo