Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pembiayaan menjadi kendala utama dalam pengembangan bus listrik.
Operator khawatir tarif angkutan turut meningkat.
Perlu komitmen banyak pihak untuk menerapkan transportasi ramah lingkungan.
JAKARTA – Operator bus mengeluhkan rencana elektrifikasi armada bus di jalur Transjakarta. Wakil Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta, Berman Limbong, mengatakan mahalnya biaya menjadi hambatan pembelian bus listrik. "Tingginya nilai investasi masih menjadi kendala utama," kata Berman kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengadaan satu unit bus diesel mencapai Rp 2,5 miliar. Sedangkan harga bus listrik bisa dua hingga tiga kali lipatnya. “Terbatasnya kemampuan operator seharusnya diperhatikan Transjakarta," ujar Berman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berman memaparkan kekhawatiran sejumlah operator ketika harus beralih ke bus listrik. “Semakin besar nilai investasi, tarifnya semakin mahal.” Hal itu, menurut Berman, akan berbanding terbalik dengan tujuan awal adanya transportasi umum. “Transportasi umum harus bisa dinikmati semua kalangan masyarakat," kata dia.
Selain itu, Berman menilai kesiapan infrastruktur bus listrik belum memadai. “Pembangunan charge station memakan biaya yang besar dan diperlukan di sejumlah titik," ujar dia. Berman mengatakan Transjakarta seharusnya berfokus membenahi sistem layanan lebih dulu.
Menurut Berman, elektrifikasi bus diesel terkesan latah dan dipaksakan. Transjakarta, kata Berman, harus berfokus pada tujuan awal. "Tujuannya, sebanyak 60 persen warga Jakarta menggunakan transportasi umum pada 2030. Jangan membahas elektrifikasi. Benahi dulu sistem transportasi Jakarta."
Bus Transjakarta antre di Halte Harmoni Central, Jakarta, 29 Desember 2020. TEMPO/Nita Dian
Berman melihat aspek keterjangkauan masih perlu dibenahi. Ia menyebutkan perolehan pendapatan Transjakarta akan meningkat ketika permintaan meningkat. "Salah satu upaya meningkatkan demand adalah aspek keterjangkauan," ujarnya.
Transjakarta tengah menjajaki penerbitan green bond untuk proyek ramah lingkungan di London Stock Exchange. Obligasi tersebut bertujuan membantu biaya pengadaan bus listrik. Menanggapi hal tersebut, Berman menilai perlu adanya komunikasi dan sosialisasi kepada pihak operator. "Transjakarta ingin mengembangkan bus listrik. Pengoperasian dan skema kerja samanya seperti apa juga belum tahu," kata Berman.
Direktur Institute for Transportation and Development (ITDP), Faela Sufa, mengatakan elektrifikasi bus diesel memang terhambat pembiayaan. “Biayanya tidak murah. Tapi, jika terus menggunakan bus diesel, akan merugikan ekologi," katanya. Di balik biaya yang mahal, ia tetap berharap peremajaan bus dilakukan dengan menggunakan bus listrik.
Faela memproyeksikan terciptanya ekosistem baru jika pengembangan bus listrik dilakukan. “Nanti, ketika jumlah bus listrik sudah banyak, otomatis muncul proyek pembangunan charge station," kata Faela. “Ke depan, penggunaan transportasi berkelanjutan akan menjadi kebiasaan bagi masyarakat."
Tantangan dalam pengembangan bus listrik turut diungkapkan Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Harya Setyaka. “Perlu komitmen untuk berinvestasi di teknologi hijau," kata Harya. Ia menyebutkan reformasi transportasi masih berjalan dan perlu ada integrasi dari berbagai pihak. “Harus ada kerja sama antara dinas perhubungan, kepala daerah, dan operator dalam mewujudkan pelayanan yang lebih baik."
Harya mengatakan perlunya memperbesar ruang fiskal bagi terwujudnya elektrifikasi bus. "Pendanaan di bidang inovasi harus dioptimalkan," kata dia. “Investor juga perlu diyakinkan untuk mencapai penggunaan transportasi berkelanjutan di masa depan."
IMA DINI SHAFIRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo