Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Petani sawit menjual berton-ton TBS ke Malaysia lewat jalur tikus.
Petani menjual hasil panen ke Malaysia setelah ambruknya harga TBS.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menganggap hal tersebut wajar.
JAKARTA – Jalur-jalur tikus menjadi pilihan sejumlah petani sawit di beberapa daerah perbatasan untuk menjual hasil panennya ke Malaysia. Para petani menjual berton-ton tandan buah segar (TBS) ke negeri jiran lantaran beberapa alasan. Dari kesulitan menjual ke pabrik kelapa sawit di dalam negeri hingga harga yang terlampau rendah di Tanah Air.
"Kalau ada orang mengatakan mereka menyelundupkan, itu terlampau berat istilahnya. Mereka berupaya menyelamatkan hidup dan rumah tangganya dengan menjual hasil panen ke Malaysia," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Gulat, beberapa petani menjual hasil panen ke negeri tetangga setelah ambruknya harga TBS di Indonesia beberapa bulan lalu. Ia mengatakan buah sawit di Malaysia bisa dihargai lima kali lipat lebih mahal daripada di dalam negeri. Di samping itu, penjualan ke Malaysia dianggap perlu dilakukan lantaran buah sawit menumpuk tidak terserap pabrik di beberapa daerah.
"Buah yang sudah matang harus dipanen dalam 10 hari. Kalau tidak, akan rusak. Jadi, mereka memilih menjual ke Malaysia," ujar Gulat. Meskipun ada yang menjual melalui jalan-jalan tikus, ia mengatakan asosiasinya mulai mengarahkan para petani untuk meminta izin lebih dulu kepada pemerintah sebelum menjual sawit ke Malaysia.
Ketua Apkasindo Kalimantan Barat, Indra Rustandi, mengatakan penjualan buah sawit ke Malaysia, antara lain, dilakukan para petani di Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu; dan beberapa petani di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Indra menyebutkan warga Jagoi Babang kesulitan menjual hasil panen sawit mereka lantaran jarak pabrik dengan kebun mereka cukup jauh. Harga yang diberikan pengumpul pun tidak menutupi ongkos angkut ke pabrik kelapa sawit.
“Penjualan di Bengkayang ini kecil-kecil. Tidak berkelompok. Jadi, satu per satu. Kalau identitas petaninya diungkap, membahayakan mereka,” kata dia. Satu ton sawit segar dihargai 900 ringgit di Malaysia, atau setara dengan Rp 3,046 juta atau Rp 3.046 per kilogram. Adapun pabrik kelapa sawit setempat hanya menghargai komoditas itu Rp 2.500 per kg. Karena itu, para petani merasa lebih mudah dan menguntungkan menjual ke kilang di Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit di Aceh, 17 Mei 2022. ANTARA/Syifa Yulinnas
Delapan Ton TBS Dijual ke Malaysia
Alasan berbeda disebutkan kelompok tani di Kecamatan Badau, yang berbatasan darat dengan Distrik Lubok Antu, bagian Sri Aman, Malaysia. Mereka menyatakan kesulitan memasarkan hasil panen karena pabrik kelapa sawit yang ada di kawasan tersebut menolak membeli TBS dari petani yang bukan mitra mereka. Padahal, menurut ketentuan, korporasi wajib membeli TBS dari petani yang berada di sekitar kebun mereka.
“Selama ini mereka memang menjual secara sembunyi-sembunyi ke Lubok Antu. Ada 7-8 ton yang dijual, tapi mereka merasa ketakutan akan ditangkap. Makanya beberapa waktu lalu, mereka mengadakan pertemuan (dengan pemerintah),” ucap Indra. Pertemuan itu, kata dia, antara lain dihadiri para kepala desa di daerah perbatasan, Bea-Cukai, dan Badan Karantina. Dari rapat tersebut, disepakati bahwa mulai Senin mendatang akan dilakukan ekspor terbuka untuk TBS ke Malaysia, khusus dari Badau.
Teraju Foundation—lembaga yang mengadvokasi petani sawit di Kalimantan Barat—menduga para petani sawit selama ini menggunakan jalan tikus untuk menjual hasil panennya. “Tidak mungkin jalan resmi atau terang-terangan,” ujar perwakilan Teraju Foundation, Agus Sutomo, yang kebetulan tengah mengadvokasi petani di perbatasan Entikong, Kalimantan Barat; dan Tebedu, Sarawak, Malaysia.
Maraknya praktik ini, menurut dia, menjadi peringatan bagi pemerintah untuk dapat segera memulihkan harga sawit petani dan menginvestigasi pabrik-pabrik yang membeli sawit petani swadaya dengan harga rendah. “Apalagi persoalan petani mitra yang memang sudah lama belum dapat diselesaikan pemerintah,” katanya.
Sumber Tempo di Pos Lintas Batas Negara menyatakan selama ini tidak ada ekspor TBS dari perbatasan Kalimantan Barat. “Hanya ada ekspor sayur dan buah dari Kalbar ke Malaysia. Selain komoditas, tidak ada,” kata dia. Ia pun membantah adanya rapat dan kesepakatan untuk menjual sawit secara terbuka melalui perbatasan mulai Senin pekan depan. “Tidak ada itu. Hanya rumor.”
Tidak hanya dari Kalimantan Barat. Petani dari Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah pun menjual TBS ke Malaysia. Sementara petani di Kalimantan Barat menjual TBS lewat jalur darat, petani di Kalimantan Utara menggunakan jalur laut.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Pasar Ciracas, Jakarta, 5 Juli 2022. Tempo/Tony Hartawan
Menteri Perdagangan Tanggapi Petani Jual TBS ke Malaysia
Menanggapi ramainya kabar petani menjual TBS ke Malaysia, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan angkat bicara. Menurut dia, hal tersebut lazim terjadi. Sebab, di Malaysia, harga beli TBS sawit jauh lebih tinggi daripada di Indonesia. "Wajar, dong. Di sana (dibeli) mahal, Rp 4.500 (per kg), kita cuma Rp 1.000. Itu karena ada kebijakan kemarin enggak tepat berdampak ke sana," ujarnya, Senin lalu.
Masalah rendahnya harga tandan buah segar petani sudah santer sejak beberapa bulan terakhir. Harga sawit petani mulai terjun bebas dari kisaran di atas Rp 3.500 per kilogram sejak pemerintah menutup keran ekspor minyak sawit mentah dan turunannya pada akhir April lalu.
Menumpuknya stok CPO, yang kemudian memenuhi tangki-tangki penimbunan, menjadi alasan pabrik kelapa sawit tidak menyerap TBS petani. Meskipun kemudian keran ekspor itu dibuka kembali pada awal Juni dan pemerintah telah mengambil kebijakan percepatan ekspor, seperti flush-out, harga TBS petani tidak kunjung kembali ke titik sebelum pelarangan ekspor.
Data Apkasindo menunjukkan harga TBS petani swadaya di 22 provinsi berada di harga Rp 500-900 per kg. Sementara itu, harga TBS petani plasma berada di Rp 800-1.250 per kg pada 6 Juli lalu.
Kepala Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit, Marselinus Andry, juga mengatakan harga TBS petani rata-rata masih di bawah Rp 1.000 per kg, meskipun telah ada surat Menteri Pertanian kepada gubernur agar memastikan harga buah sawit petani dihargai minimum Rp 1.600 per kg. "Walaupun harga Rp 1.600 per kg pun petani masih rugi sekali karena biaya produksi, terutama pupuk, yang tinggi," ujar dia.
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit saat panen di Desa Jalin, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, 23 Agustus 2021. ANTARA/Syifa Yulinnas
Harga TBS Sulit Pulih
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Eddy Martono, mengatakan harga TBS sulit kembali tinggi karena harga CPO pun kini sedang anjlok. "Misalnya, ingin kembali ke Rp 2.500 per kg, artinya CPO harus Rp 12-13 ribu per kg, tapi harga CPO Rp 6.700 per kg," ujar dia. Ia mengatakan turunnya harga CPO itu sejalan dengan melesunya harga minyak nabati dunia.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah mencari berbagai cara untuk bisa memulihkan harga tandan buah segar petani. Misalnya, dengan menurunkan pungutan ekspor hingga mengoptimalkan kebijakan flush-out atau mengosongkan tangki sawit dengan cara mempercepat ekspor sawit. "Flush-out makin bagus, cuma memang belum seperti yang kami harapkan. Kenapa? Banyak hal. Tapi salah satunya adalah ketersediaan kapal. Tapi mereka (eksportir) bilang minggu depan kapalnya sudah ada," ujar dia.
Menurut Luhut, memulihkan kembali harga TBS petani tidak mudah. Pasalnya, pada saat yang sama, pasar dunia juga dihadapkan pada membanjirnya pasokan minyak bunga matahari dari Ukraina yang lama tidak terekspor. Kondisi itulah yang kemudian menekan harga sawit.
-
Ihwal rencana tersebut, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (Paspi), Tungkot Sipayung, ragu akan efektivitas kebijakan flush-out melalui percepatan ekspor untuk mengerek harga TBS petani. Pasalnya, membanjirnya ekspor sawit dari Indonesia dikhawatirkan justru menekan harga CPO dunia lantaran pasokan yang ada di Tanah Air sangat besar, yakni sekitar 6,5 juta ton. Walau demikian, pemerintah memang diminta untuk memikirkan cara mengosongkan tangki agar bisa segera menyerap TBS domestik lagi.
"Cara FO yang terbaik dan efektif saat ini adalah menyerap dan mengkonversi stok minyak sawit tersebut menjadi biodiesel untuk kepentingan domestik, seperti B30 atau perluasannya. Kapasitas industri biodiesel kita saat ini sekitar 17 juta kiloliter sehingga masih punya ruang yang cukup untuk menaikkan produksi biodiesel," ujar Tungkot. Ia mengatakan alternatif tersebut bisa menyelesaikan beberapa perkara.
Cara itu diyakini bisa efektif menangani stok yang melimpah dan mengangkat harga TBS domestik. Selain itu, tidak masuknya stok minyak sawit Indonesia ke pasar dunia, diperkirakan akan mengurangi laju penurunan harga CPO dunia. "Ini berpeluang untuk mengangkat kembali harga CPO dunia," tutur dia.
CAESAR AKBAR | ASEANTY PAHLEVY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo