Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Sebuah Ekspedisi Menghidupkan Tradisi

Lebih dari tiga dekade, tradisi menanam padi ladang menghilang dari Kampung Samo, Posi-Posi, dan Gumira, di kaki Pulau Halmahera, Maluku Utara. Masyarakat dari tiga desa tersebut lebih memilih membeli beras sebagai makanan selingan ketimbang bersusah-payah memelihara padi. Ada yang meninggalkannya lantaran bekerja di perusahaan kayu yang menebangi hutan di kampung, sehingga mereka mendapatkan upah sehari-hari untuk dibelikan beras. Ada pula yang awalnya terpaksa berhenti karena mengumpulkan dana untuk membangun surau di kampungnya yang roboh. Perkumpulan PakaTiva dengan dukungan Yayasan EcoNusa berupaya mengembalikan tradisi tersebut untuk membangun kemandirian pangan masyarakat, juga agar mereka menjaga hutan. Tempo mengikuti Ekspedisi Maluku yang digagas EcoNusa, yang antara lain mendatangi tiga kampung itu.

14 November 2020 | 00.00 WIB

Warga Samo menuang air untuk merendam serpihan pohon sagu yang merupakan proses dari bahalo sagu, yakni kegiatan mengolah batang pohon sagu menjadi tepung sagu, Oktober lalu di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. EcoNusa/Kei Miyamoto
Perbesar
Warga Samo menuang air untuk merendam serpihan pohon sagu yang merupakan proses dari bahalo sagu, yakni kegiatan mengolah batang pohon sagu menjadi tepung sagu, Oktober lalu di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. EcoNusa/Kei Miyamoto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SABAN Sabtu pagi, Fahmi Harun bersiap memboyong istrinya, Suhaeba Hasim, dan anak bungsunya yang berusia dua tahun ke ladang. Dari rumah mereka di tengah perkampungan Desa Gumira, di kaki Pulau Halmahera, Maluku Utara, mereka berjalan sekitar 7 kilometer. Mereka menanjak ke atas bukit, lalu turun, kemudian menyeberangi sungai besar, dan masuk hutan.

Ladang mereka terletak di belakang bukit di punggung kampung itu. Dalam huma seluas 3 hektare tersebut, mereka memiliki sedi --sebutan untuk rumah kebun dalam bahasa Makean (Makian). Fahmi dan Suhaeba sudah membawa bekal beras, kopi, gula pasir, minyak goreng kelapa, dan minyak tanah untuk perbekalan sampai Kamis pekan selanjutnya. “Kami biasa tinggal di kebun untuk merawat tanaman. Sekarang ada padi, terung, dan kacang. Semuanya organik,” kata Fahmi, 41 tahun, Kamis, 29 Oktober lalu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus