Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SABAN Sabtu pagi, Fahmi Harun bersiap memboyong istrinya, Suhaeba Hasim, dan anak bungsunya yang berusia dua tahun ke ladang. Dari rumah mereka di tengah perkampungan Desa Gumira, di kaki Pulau Halmahera, Maluku Utara, mereka berjalan sekitar 7 kilometer. Mereka menanjak ke atas bukit, lalu turun, kemudian menyeberangi sungai besar, dan masuk hutan.
Ladang mereka terletak di belakang bukit di punggung kampung itu. Dalam huma seluas 3 hektare tersebut, mereka memiliki sedi --sebutan untuk rumah kebun dalam bahasa Makean (Makian). Fahmi dan Suhaeba sudah membawa bekal beras, kopi, gula pasir, minyak goreng kelapa, dan minyak tanah untuk perbekalan sampai Kamis pekan selanjutnya. “Kami biasa tinggal di kebun untuk merawat tanaman. Sekarang ada padi, terung, dan kacang. Semuanya organik,” kata Fahmi, 41 tahun, Kamis, 29 Oktober lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo