SUKOTJO tak ingat siapa yang mula-mula memunculkan gagasan
karcis berhadiah bagi penumpang bis kota di Jakarta. Sekretaris
Tim Pengendali Angkutan Jabotabek itu hanya mengharapkan agar
dengan sistem baru ini pendapatan bis kota akan meningkat sampai
15%.
Sebab ternyata sistem karcis yang dimulai lagi dalam rangka
penertiban bis kota pertengahan 1979, tak membawa banyak hasil.
Para kondektur lebih banyak yang main akal-akalan agar penumpang
rela menyerahkan ongkos tanpa diberi karcis. Atau kondektur
menanyakan lebih dulu si penumpang akan turun di mana. Jika
ternyata si penumpang turun di halte yang kira-kira bebas dari
pencegatan Polsus (polisi khusus dari perusahaan bis kota
bersangkutan), ia tak akan diberi karcis.
Dengan sistem setoran berdasarkan jumlah karcis yang terjual,
tentu saja pembayaran penumpang tanpa karcis langsung masuk ke
kantung kondektur (dan pengemudi). Dan sebaliknya makin
mengempiskan pendapatan perusahaan bis yang bersangkutan. Dengan
karcis berhadiah, diharapkan para penumpang akan ngotot meminta
karcis dari kondektur. "Banyak penumpang yang belum menyadari,
perusahaan bis itu dibiayai oleh karcis yang terjual," ungkap
Sukotjo.
Sebagai percobaan, karcis berhadiah ini akan berlangsung selama
3 bulan. Setelah itu, kata Sukotjo, akan dilihat. Kalau ternyata
membawa hasil, sistem hadiah akan diteruskan. Dan mungkin juga
akan berlaku untuk semua perusahaan bis kota di Jakarta -- sebab
sistem karcis berhadiah yang dimulai 1 Januari lalu baru berlaku
pada 8 perusahaan bis kota (plus PPD) yang manajemennya telah
diambilalih pemerintah. Undian pemenang dilakukan tiap tanggal
15 dan tanggal 30. Pemenang akan mendapat hadiah televisi hitam
putih yang berasal dari beberapa sponsor. Sistem berhadiah tidak
berlaku bagi karcis langganan pelajar dan mahasiswa.
Hari-hari permulaan berlakunya sistem karcis berhadiah memang
ada yang lucu. Seorang penumpang memberikan lembaran Rp 500
untuk 2 orang. Waktu diberi kembaliannya, ia menolak. "Nggak
usah, minta karcis saja -- siapa tahu dapat TV," kata penumpang
itu. Dan memang pada umumnya penumpang langsung meminta karcis
begitu membayar ongkos. Sehingga penumpang banyak yang kecewa,
ketika suatu ketika kondektur bis Saudaranta jurusan Pasar
Minggu-Manggarai mengumumkan karcis habis. Bahkan pada hari-hari
selanjutnya kondektur bis Saudaranta jurusan ini sama sekali tak
mau memberi karcis, lebih-lebih penumpang jarak dekat. Sikap
kasar masih ditunjukkan kepada penumpang sehingga pihak terakhir
ini akhirnya tak peduli.
Kehabisan karcis serupa itu tak urung membuat penumpang curiga.
Jangan-jangan akal baru dari kondektur untuk mengantungi
pendapatan gelap. Apalagi karena menurut Sukotjo, "tak mungkin
kondektur sampai kehabisan karcis." Setiap bis yang keluar dari
kandangnya (pool) selalu dibekali paling sedikit 450 lembar
karcis umum, ditambah sekitar 150 lembar karcis pelajar -- untuk
8 jam beroperasi. Sebelumnya rata-rata setiap bis membawa 300
lembar karcis umum dan sering dinyatakan tak habis. Seharusnya,
menurut Sukotjo, begitu karcis habis, sang kondektur atau sopir
langsung melapor dan minta tambahan ke kandang masing-masing.
Makin Sempit
Karena itu Sukotjo berharap dengan sistem baru ini, dari 9
perusahaan bis akan terjual sekitar 750.000 lembar karcis setiap
hari dari 1050 bis yang beroperasi. Sehingga ditambah dengan
beberapa kebocoran, Sekretaris Tim Pengendali Angkutan Jabotabek
itu mengharapkan kenaikan pendapatan perusahaan-perusahaan bis
rata-rata akan mencapai 15% dari sebelumnya. Harapan ini agaknya
cukup masuk akal. Sebab pada hari-hari permulaan sistem karcis
berhadiah, bis Solo Bone Agung jurusan Banteng-Tanjung Priok
(termasuk lin gemuk) mengalami kenaikan pendapatan 43% tiap bis
sehari. Bis Medal Sekarwangi secara keseluruhan naik 20%,
Merantama 12% dan PPD 20%.
Bagi kalangan sopir maupun kondektur, sistem karcis berhadiah
itu tentu saja tak begitu menyenangkan. Terutama karena lubang
untuk mendapatkan tambahan tak halal makin sempit, sementara
sebelumnya setiap hari mereka dapat mengantungi paling sedikit
Rp 1.000 sampai Rp 1.500 tiap orang. Seorang sopir bis Merantama
misalnya buru-buru mengeluh. "Kita rakyat kecil malah digencet
terus. Mau ngambil buat makan saja sekarang susah," katanya.
Namun kemudian ia mencoba menghibur diri: "Tapi ini untuk
sementara saja, nanti akan kembali seperti dulu lagi."
Sejak manajemen 8 perusahaan bis (plus PPD) diambil-alih
pemerintah sopir dan kondektur menerima gaji bulanan sebanyak Rp
75.000 untuk sopir dan Rp 37.500 untuk kondektur, semua termasuk
uang makan. Di samping itu mereka juga mendapat premi 75% dari
kelebihan perkiraan penjualan karcis. Apakah sopir tak akan
ngebut untuk mengejar kelebihan itu? Sukotjo yakin tidak. Sebab
katanya, sopir tak usah mati-matian untuk mencapai perkiraan
karcis yang harus habis, berjalan normal saja sudah tercapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini