Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyidik kejaksaan mendalami dugaan penyerahan uang Rp 15 miliar dari terdakwa korupsi BTS 4G Irwan Hermawan kepada Edward Hutahaean.
Nama Edward Hutahaean mencuat dari pengakuan para tersangka. Disebut di antara daftar nama penerima uang pengamanan perkara korupsi BTS.
Pakar hukum dan pegiat antikorupsi menilai kejaksaan dapat menetapkan tersangka tanpa perlu membuka penyelidikan baru. Kejaksaan perlu menggandeng PPATK untuk mengusut aliran dana korupsi BTS.
JAKARTA – Satu per satu nama-nama yang diduga terlibat dalam operasi meredam pengusutan perkara korupsi pembangunan base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Agung. Setelah Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo, giliran Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital, Naek Parulian Washington alias Edward Hutahaean, dipanggil penyidik untuk memberikan keterangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, penyidik memeriksa Edward sebagai saksi terhadap dua orang tersangka korupsi BTS 4G, yaitu Muhammad Yusrizki Muliawan dan Windi Purnama. Yusrizki adalah Direktur Utama PT Basis Utama Prima, pemasok utama semua panel surya dan baterai menara BTS 4G yang 99 persen saham perusahaan dimiliki Hapsoro Sukmonohadi—suami Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani. Adapun Windi adalah tersangka yang diduga menjadi kaki tangan para tersangka dalam menggalang dana dan menyerahkannya ke sejumlah pihak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketut mengatakan, selama tiga jam pemeriksaan kemarin siang, penyidik mengajukan 19 pertanyaan kepada Edward. Di samping untuk memperkuat pembuktian serta melengkapi pemberkasan tersangka Yusrizki dan Windi, penyidik juga mendalami penerimaan uang Rp 15 miliar dari Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitechmedia Synergy, yang lebih dulu didakwa dalam kasus ini. "Jadi, yang dilakukan pemeriksaan itu beberapa isu di luar terkait adanya aliran dana. Aliran dana perkara BTS itu hampir sama-lah kasus dengan Dito Ariotedjo," kata Ketut kepada Tempo, Rabu, 5 Juli 2023.
Terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak (kiri) dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 4 Juli 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Kejaksaan Agung sudah menetapkan delapan tersangka kasus korupsi menara BTS 4G ini. Mereka adalah Yusrizki, Windi Purnama, Irwan Hermawan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate, serta Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi, Anang Achmad Latif. Lalu Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia, Yohan Suryanto; dan Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Kecuali Yusrizki dan Windi, perkara keenam orang lainnya sudah masuk pengadilan. Jaksa penuntut mendakwa para terdakwa secara bersama-sama sudah mengkorupsi proyek senilai Rp 28,4 triliun tersebut. Mereka juga diduga memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp 8,03 triliun.
Bermula dari Nyanyian Irwan dan Windi
Operasi untuk menyetop pengusutan perkara ini tidak muncul dalam dakwaan keenam terdakwa. Operasi itu justru mencuat ketika penyidik mencecar Irwan Hermawan dalam pemeriksaan sebagai tersangka korupsi BTS 4G. Kepada penyidik, Irwan mengungkapkan bahwa operasi mereka untuk meredam pengusutan proyek pembangunan menara BTS 4G di lembaga penegak hukum.
Dalam operasi itu, atas perintah Anang Achmad Latif, Irwan mengumpulkan uang dari para konsorsium dan subkontraktor proyek menara BTS 4G. Dalam keterangan awal, Irwan kepada penyidik mengaku membagikan uang sebesar Rp 119 miliar ke banyak orang, baik di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bakti, maupun sejumlah orang yang disebutkannya sebagai "kluster pengamanan" pada pertengahan hingga akhir 2022.
Baca juga:
- Menyelisik Aliran Suap Pengamanan Kasus BTS
- Perusahaan Suami Puan di Balik Kasus BTS
- Nyanyian Plate tentang Korupsi BTS
Belakangan Irwan mengubah keterangannya setelah Kejaksaan Agung menangkap Windi Purnama dan menetapkannya sebagai tersangka pada 23 Mei lalu. Windi adalah kawan lama Irwan di Institut Teknologi Bandung yang disinyalir menjadi juru pungut dan bayar aliran dana di seputar kasus dugaan korupsi BTS 4G.
Dalam keterangan terbarunya sebagai saksi perkara Windi, Irwan merevisi dana yang dikumpulkan, baik langsung maupun melalui Windi, menjadi Rp 243 miliar. Uang itu, di antaranya, berasal dari Jemy Sutjiawan, Direktur Utama PT Sansaine Exindo—perusahaan subkontraktor proyek menara BTS—sebesar Rp 37 miliar dan Yusrizki sebesar Rp 60 miliar.
Irwan lantas membeberkan beberapa nama penerima uang untuk meredam pengusutan proyek menara BTS ini. Edward diduga menerima Rp 15 miliar. Nistra Yohan, tenaga ahli anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra, Sugiono, diduga menerima Rp 70 miliar. Lalu Sadikin, seseorang yang disebut sebagai penghubung dengan Badan Pemeriksa Keuangan, sebesar Rp 40 miliar.
Selanjutnya, Dito Ariotedjo—saat itu menjabat Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto—diduga menerima Rp 27 miliar. Serta terakhir Windu Aji Sutanto, anggota tim sukses Joko Widodo dalam kampanye pemilihan presiden 2014, sebesar Rp 75 miliar.
Guna mendalami upaya meredam perkara ini, penyidik memeriksa Dito pada Senin lalu. Pada saat yang sama, tim Kejaksaan Agung menggeledah rumah Nistra Yohan, di kawasan Gandul, Depok, Jawa Barat. “Penggeledahannya di rumah Nistra karena di sana diduga sebagai tempat terjadinya penyerahan uang,” kata sumber Tempo yang mengetahui perkara ini.
Nistra belum merespons pertanyaan Tempo soal ini. Adapun Sugiono membantahnya. "Saya tidak tahu aliran dana itu," kata Sugiono.
Dito Ariotedjo juga menepis soal penerimaan uang tersebut. Namun, satu hari setelah pemeriksaan, tiba-tiba seorang swasta mengembalikan uang sebesar Rp 27 miliar ke Irwan Hermawan melalui Maqdir Ismail, kuasa hukum Irwan. Uang dalam bentuk pecahan dolar Amerika Serikat itu diantar ke kantor firma hukum Maqdir, Jalan Latuharhary Nomor 6A, Menteng, Jakarta Pusat, sekitar pukul 09.30 WIB, Selasa lalu.
Meski jumlahnya persis sama dengan yang diterima Dito, Maqdir tak bersedia mengungkap pihak yang mengembalikan uang tersebut. “Dari pihak swasta,” kata Maqdir.
Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo (kiri kedua) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, 3 Juli 2023. TEMPO/Subekti
Perihal pemeriksaan terhadap Edward, Maqdir tidak bisa memastikan nama tersebut adalah orang yang sama dalam berkas pemeriksaan kliennya. "Saya tidak tahu apakah dia yang dimaksudkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP)," kata dia. Namun, Maqdir mengiyakan bahwa kliennya menyatakan telah memberikan uang kepada Edward untuk meredam pengusutan kasus menara Internet BTS 4G.
Kuasa hukum Windi, Handika Honggowongso, belum menjawab konfirmasi Tempo mengenai hal ini. Tempo juga berusaha menghubungi Edward lewat media sosial miliknya. Tapi ia belum menjawab pertanyaan Tempo hingga artikel ini diturunkan.
Akta perusahaan PT Laman Tekno Digital mencatat nama Naek Parulian Washington sebagai komisaris sekaligus pemegang 50 persen saham perseroan. Adapun sisa saham PT Laman Tekno Digital dibagi rata, masing-masing 25 persen, oleh Despen Ompusunggu dan Sonya M.R. Sibarani.
Selama ini Naek Parulian dikenal dengan nama lain Edward Hutahaean. Dia adalah Deputi Chief de Mission Kontingen Indonesia dalam Paralimpiade Tokyo 2020. Belakangan, terhitung sejak 25 Mei 2022, dia didapuk sebagai Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia Niaga, anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) di bidang perdagangan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana (tengah) di Kejaksaan Agung, Jakarta, 15 Maret 2023. TEMPO/Magang/ Muhammad Fahrur Rozi
Tak Perlu Penyelidikan Baru
Ketut Sumedana memastikan lembaganya akan serius mengusut semua orang yang berhubungan dengan kasus korupsi menara BTS tersebut, termasuk mereka yang diduga menerima uang untuk menyetop pengusutan. "Peluang selalu ada, tergantung kebutuhan penyidik," kata dia. Namun Ketut belum memastikan lembaganya akan membuka penyelidikan baru khusus kluster “pengamanan perkara” tersebut.
Ketua Indonesia Memanggil atau IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha, mengatakan bahwa penyidik tidak perlu membuka penyelidikan baru untuk mengungkap kluster “pengamanan perkara” tersebut. Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi ini mengatakan, penyidik kejaksaan dapat langsung menetapkan tersangka baru karena sudah jelas ada aliran dana dan bukti yang cukup.
"Kalau memang kita sudah tetapkan ada praktik korupsi terhadap uang hasil kejahatan dan korupsi, uang mengalir ke mana saja itu langsung saja lakukan penetapan tersangka tambahan. Jadi, enggak perlu lagi mulai dari nol untuk melakukan penyelidikan baru," kata Praswad. "Membuka penyelidikan baru akan membuat proses bertele-tele."
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar, mengatakan, Kejaksaan seharusnya lebih serius mengusut perkara korupsi ini. Ia meminta Kejaksaan membongkar semua nama penerima uang hasil korupsi menara BTS 4G maupun orang yang terlibat dalam operasi meredam pengusutan kasus korupsi tersebut. "Kejaksaan perlu berkoordinasi dengan PPATK untuk mengusut aliran dana dari transaksi mencurigakan dalam pusaran proyek BTS ini," kata Tibiko.
HENDRIK YAPUTRA | AGOENG WIJAYA | ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo