Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menikmati Musik Tanpa Batas

Dunia musik berubah. Sekitar setahun belakangan ini, layanan musik lewat jasa streaming kian marak. Terutama setelah kemunculan Spotify dan Apple Music. Kehadiran layanan musik streaming ini telah mengubah gaya hidup dan cara orang dalam mendengarkan musik. Kini musik tak lagi harus didengarkan lewat format fisik berupa piringan hitam, cakram digital, ataupun unduhan kopi digital.

Layanan jasa musik streaming ini memungkinkan kita mengakses puluhan juta lagu milik musikus dalam negeri dan mancanegara lewat telepon seluler atau gadget lain. Musik pun bisa didengarkan tanpa batasan tempat.

17 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

”Bayangin ya, dulu kalau elu suka Blink 182, Linkin Park, Limp Bizkit, elu bawa deh semua CD mereka ke mana-mana. Belum lagi player-nya,” ujar Gerald Situmorang tentang kebiasaannya dulu mendengarkan musik. ”Sekarang modal headset doang, elu udah bisa denger musik apa saja, di mana saja.”

Pembetot bas band Barasuara itu kemudian menunjukkan koleksi cakram musik di kamarnya. Kotak-kotak CD yang ia koleksi sejak sekolah menengah atas kini tersimpan rapi dalam sebuah kontainer plastik putih di atas lemari. Jelas tak sering lagi disentuh.

Gerald sekarang mengandalkan Apple Music untuk memenuhi kebutuhannya mendengarkan lagu terbaru dari musikus favorit. ”Gila, sekarang cepat banget. Begitu albumnya keluar, gue langsung bisa beli nyaris saat itu juga,” ucap pria 27 tahun itu di rumahnya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Gerald, yang bermain musik sejak remaja, mulai mengoleksi album penyanyi idolanya ketika masih di sekolah dasar. Bentuknya saat itu tentu masih berupa kaset. Koleksi kaset itu kini tak diketahui lagi keberadaannya.

Koleksi kaset juga menghilang dari rumah Pebriansyah Ariefana, 30 tahun, pekerja media. Eby—panggilan akrabnya—terlahir di keluarga pencinta musik. Dulu dia mengoleksi kaset hingga memenuhi dua lemari ukuran 2 x 1 meter. Sepertiga koleksi itu adalah warisan orang tuanya, sisanya ia beli dengan menyisihkan uang jajan sejak SD. ”Tapi cuma sampai 2004, setelah itu kaset dihibahkan,” ujarnya.

Eby kini beralih menggunakan layanan musik streaming. Baginya, alasan beralih pilihan menikmati musik dengan streaming tak lain karena kepraktisan. Apalagi teknologi sudah sangat mendukung dengan sajian yang lebih komplet. Perubahan peta industri musik dari analog ke digital dapat dirunut hingga 2003, saat iTunes Music Store diluncurkan. Toko musik online yang kini bernama iTunes Store itu memelopori penjualan musik berupa album dan single digital.

Setelah itu tinggal menunggu waktu hingga kelahiran layanan pengaliran musik tempat lagu-lagu berformat digital dapat dengan mudah didengarkan tanpa repot mengunduh lebih dulu. Beberapa pemain awal di tingkat global pada ranah ini antara lain Deezer, Spotify, dan Guvera, yang masing-masing diluncurkan pada 2007, 2008, dan 2010. Apple tak mau ketinggalan. Pada pertengahan 2015, layanan Apple Music pun lahir.

l l l

Di Indonesia, portal musik streaming muncul sejak awal 2010 dengan diluncurkannya LangitMusik. Ini adalah layanan hasil kerja sama Telkomsel dengan PT MelOn Indonesia. Perusahaan yang disebut belakangan adalah gabungan perusahaan induk Telkom Indonesia dengan perusahaan telekomunikasi asal Korea Selatan, SK Telecom. Sembilan bulan setelah diluncurkan, layanan ini telah memiliki 400 ribu pengguna.

Deezer, portal asal Prancis, kemudian melakukan penetrasi ke pasar Tanah Air pada Januari 2014. Slank digandeng untuk mempromosikan layanan ini. Sebulan kemudian, Guvera asal Australia pun masuk Indonesia. Dalam setahun, Guvera menggaet hampir sejuta pengguna.

Pada awal kuartal tahun ini, Spotify, yang telah lama digadang-gadang akan mengubah persaingan pasar musik streaming, akhirnya diluncurkan di Indonesia. Layanan musik streaming asal Swedia yang mengklaim memiliki koleksi puluhan juta lagu itu masuk Tanah Air dengan menggandeng Indosat Ooredo. Pengguna Indosat memiliki keuntungan dapat dengan gratis menikmati layanan Spotify. Hanya dalam waktu enam bulan pengguna Spotify Indonesia tercatat telah melakukan streaming lebih dari 1.165 menit musik.

Layanan pengaliran musik dapat diakses baik melalui komputer maupun telepon seluler pintar berbasis Android, iOS, Windows, hingga BlackBerry. Masing-masing menawarkan berbagai fitur untuk memaksimalkan pengalaman mendengarkan musik penggunanya. Misalnya kualitas musik streaming yang mencapai 320 kbps. Ada pula fitur mendengarkan lagu sambil sekalian liriknya muncul, seperti ditawarkan Spotify, Joox, dan Deezer. Sebagian besar juga menyediakan daftar putar yang sudah dikurasi. Pengguna bisa langsung memilih kelompok lagu menurut kategori, semisal Top 40 Global, Top 40 Indonesia, musik pengantar tidur, musik teman minum kopi, dan seterusnya.

Rata-rata layanan ini menyediakan kesempatan free trial selama satu bulan pertama. Ada yang sama sekali tak menyediakan layanan cuma-cuma seperti Apple Music. Ada pula yang menyediakan opsi gratisan tapi membatasi fitur yang dapat diakses. Bila ingin mendapatkan fitur premium, pengguna harus membayar biaya berlangganan Rp 49-73 ribu per bulan. Spotify dan Apple Music bahkan menyediakan fitur family plan, cukup sekali bayar bisa dipakai ramai-ramai sekeluarga atau berbagi dengan teman.

l l l

Banyaknya pilihan membuat pengguna bebas memilih. Eby, misalnya, pernah mencoba-coba beberapa aplikasi musik streaming. Dia pernah mencicipi Joox, Pandora, Deezer, Scrobbeler, Radium, hingga Spotify. ”Tapi, dari beberapa aplikasi itu, yang lebih enak Spotify,” ujar Eby. Dia mengaku tak mengunduh aplikasi dari operator telekomunikasi karena ribet dan banyak syarat.

Keunggulan Spotify, menurut Eby, adalah karena tak ada batasan waktu untuk penggunaan gratis. Layanan ini tetap dapat dinikmati secara cuma-cuma sampai kapan pun walaupun memang fitur yang disediakan terbatas. Bila memanfaatkan layanan ini secara gratis, pengguna tak bisa memilih lagu, hanya albumnya. Lagu-lagu dalam album itu akan diputar secara acak. Lagu yang tak disukai tak bisa dilompati begitu saja.

Eby juga pernah mencoba Radium, yang menurut dia membidik pasar perempuan modern. Ia dapat mengakses lagu-lagu bergenre swing atau jazz modern dan ada aplikasi pengubah latar layar. Sedangkan Scrobbler, kata Eby, seperti radio. ”Seperti beberapa radio dikumpulkan di sana. Lagu-lagunya juga selera Amerika,” ujar pencinta musik jazz dan blues ini.

Selain Spotify, Eby cukup menyenangi SoundCloud. Walau begitu, ia menilai daftar putar SoundCloud tidak rapi. ”Modelnya kayak YouTube, random. Yang kita dengar musik yang diunggah orang lain,” katanya.

Penyuka The Beatles dan Queen ini menyukai musik streaming untuk hiburan di sela-sela pekerjaannya. Dia menggunakan ponsel iPhone 4S dengan kapasitas memori 16 giga, yang tak mencukupi untuk mengunduh iTunes. Adapun streaming, kata Eby, tak memakan kapasitas memori ponselnya dan hanya makan kuota pulsa, tapi bukan masalah. Dengan langganan Bolt berkuota 8 giga seharga Rp 100 ribu, cukup untuk semuanya. Kemudahan mengakses lagu-lagu terbaru juga jadi alasan Farid Fatahillah memilih layanan streaming. ”Koleksi lagu update-nya sangat banyak, tidak perlu beli satu-satu atau download. Kalau bingung mau mendengarkan apa, bisa pilih playlist,” ucap analis di sebuah perusahaan konsultan itu.

Farid biasanya memilih daftar putar Top 40 yang disediakan Spotify. Dia menggunakan layanan berbayar agar mendapat fitur lengkap. Namun ia hanya mendengarkan musik lewat aplikasi tersebut bila sedang di kantor. ”Biar bisa nebeng Wi-Fi. Kalau sendiri, boros kuota,” ujarnya sambil tertawa. Lain lagi dengan Riza Firliansah. Karyawan swasta di kawasan Tanah Abang, Jakarta, ini justru menggunakan Spotify karena bukan hanya grup musik atau musikus yang sudah kondang yang ada di sana. Grup musik indie temannya pun bisa masuk daftar pilihan. Pemuda yang gemar musik Spanyol ini dengan mudah mencari daftar lagu musik kesukaannya di aplikasi asal Swedia itu.

”Padahal referensi musik Spanyol agak susah dan tak begitu banyak di situs online. Di sana lengkap sealbum-albumnya,” ujar penggemar grup musik Incognito dan Mocca ini. Selain itu, dia memilih aplikasi ini karena bisa berlangganan dengan patungan bersama teman-temannya.

Satu-satunya efek buruk dari layanan streaming online, menurut Gerard, selain boros kuota adalah apresiasi pada musik justru mengabur dengan makin mudahnya akses pada puluhan judul lagu. Dulu, kata Gerald, ada masa ketika orang begitu menghargai dan mengapresiasi album fisik yang dimiliki. ”Misalnya lu cuma punya satu vinyl, lu bakal hafal mati dan cinta mati sama itu album,” ucap Gerald. Sementara itu, saat ini orang dapat dengan mudah mendengar musik apa saja sehingga, ”Tidak benar-benar into it pada albumnya,” ujar Gerald.

Bila memiliki album bentuk fisik, pendengar musik biasanya dapat membaca nama siapa saja yang terlibat di baliknya dalam booklet yang disertakan di dalam album. Layanan musik streaming belum sepenuhnya menyediakan itu.

MOYANG KASIH DEWIMERDEKA, DIAN YULIASTUTI

Aplikasi Musik Streaming di Indonesia

Spotify

Aplikasi asal Swedia ini bisa dipasang di ponsel, komputer, PlayStation, dan tablet berbasis iOS ataupun Android. Resmi masuk Indonesia pada 30 Maret 2016, Spotify menyediakan 30 juta lagu dan terintegrasi dengan Nike+ Running, Runkeeper, Pyro, Pacemaker DJ, Djay Free, dan Musixmatch.

JOOX

Hadir di Indonesia sejak Oktober 2015, layanan ini bisa didengarkan secara gratis ataupun berbayar. Joox menawarkan lagu-lagu pilihan hasil kurasi orang-orang di industri musik. Isinya secara periodik berganti dan terdapat daftar lagu yang disesuaikan dengan momen, contohnya #prayforparis.

Apple Music

Apple Music mengklaim memiliki koleksi lagu 30 juta lebih. Layanan ini bisa dimanfaatkan di jaringan offline dan online. Hanya, Apple Music tidak menawarkan aplikasi versi gratis. Kualitas musik yang ditawarkan 256 kbps dan berjalan dengan sistem operasi OS X, Windows, iOS, dan Android.

DEEZER

Layanan musik ini berasal dari Prancis. Deezer menggunakan format AAC dengan kualitas 320 kbps dan kualitas 1.411 kbps dengan format FLAC. Deezer mengklaim memiliki 40 juta koleksi lagu. Deezer juga terintegrasi dengan radio FM. Pengguna bisa menghidupkan radio tanpa perlu keluar dari aplikasi ini.

Guvera

Guvera merupakan layanan musik streaming dari Australia yang bisa dinikmati secara online dan offline. Hadir di Indonesia sejak Februari 2014, Guvera mengklaim memiliki koleksi musik 30 juta. Musik streaming dengan kualitas 66-96 kbps ini berformat AAC.

Langit Musik

Ini adalah layanan musik dari Telkomsel, bekerja sama dengan MelOn. Bedanya, layanan berlangganan Langit Musik hanya tersedia bagi pengguna operator Telkomsel. Jika tidak berlangganan, pengguna hanya bisa menikmati beberapa musik tertentu. Aplikasi ini tersedia di Android, iOS, dan BlackBerry.

Ohdio

Ohdio adalah situs radio online yang memutar 100 persen lagu-lagu Indonesia. Layanan ini tersedia secara gratis. Sayangnya, tak ada fitur untuk memilih lagu yang ingin didengar. Semua lagu sudah disajikan oleh Ohdio. Aplikasi ini tersedia untuk PC. Adapun aplikasi versi beta tersedia di Android.

Melon

Ini adalah aplikasi musik streaming buatan perusahaan gabungan PT Telekomunikasi Indonesia dan SK Telecom Korea. Tak diketahui secara pasti berapa jumlah lagu yang tersedia. Tapi koleksi yang ada berasal dari Indonesia dan mancanegara dan bisa diakses lewat PC, Android, iOS, dan BlackBerry.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus