Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria Eropa itu sebentar mematung di atas reruntuhan rumah yang hancur. Bersama lima temannya, mereka mencoba menangkap sayup-sayup suara dari bawah reruntuhan. Setelah terdengar suara lirih, mereka memastikan sepetak lokasi.
Jari-jari kekar itu mengupas satu per satu reruntuhan bangunan. Mereka menyingkirkan bongkahan, dari yang sebesar bola tenis hingga selebar meja makan. Semua dilakukan tanpa bantuan alat, dengan hati-hati agar reruntuhan itu tak ambrol dan malah menjepit orang di bawahnya. Setelah enam jam bekerja hingga lewat tengah malam, tampak sepasang lengan melambai di antara bongkahan tembok dan patahan kayu. Para penolong segera merengkuh kedua lengan itu.
Tepuk tangan dan sorak kegirangan segera membahana dari orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu ketika bocah 13 tahun yang tertimbun reruntuhan bangunan tersebut dapat diangkat dengan selamat. Tubuh kurus itu tampak lunglai karena sudah tiga hari terjepit tanpa makan dan minum. "Kalau kami bisa hadir sesaat setelah gempa, mungkin lebih banyak yang bisa kami selamatkan," kata Miguel Roncero, relawan dari Spanyol itu, sambil meneguk teh hangat.
Regu penolong terdiri dari empat anggota pemadam kebakaran Spanyol dengan spesialisasi pertolongan korban, dan dua lainnya dari Norwegia. Sulitnya transportasi membuat mereka baru bisa mendarat di Pulau Nias setelah dua hari pulau di pantai barat Sumatera Utara itu dikocok gempa dengan kekuatan 8,7 pada skala Richter, Senin pekan lalu. Mereka datang setelah menunaikan tugas menolong korban tsunami dan membangun sebuah klinik gratis di Calang, Aceh Jaya, Nanggroe Aceh Darussalam.
Mereka hanya bagian kecil dari 157 relawan asing yang telah masuk melalui Bandara Polonia, Medan, Sumatera Utara, hingga Kamis pekan lalu. Selain relawan sipil, terdapat pula ahli medis dan militer yang berasal dari Jepang, Singapura, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. "Terbanyak relawan Singapura, 50 orang tentara dengan membawa pesawat sendiri," kata seorang petugas imigrasi di Bandara Polonia.
Uluran tangan asing terhitung kilat masuk ke Sumatera Utara. Sebagian besar karena mereka baru saja bertugas di Aceh. Pasukan Spanyol, misalnya, sedianya merencanakan pulang kampung Selasa pekan lalu. Mendengar banyaknya korban di Nias, kapal laut Spanyol, Galicia, yang berada di perairan Aceh, memutar arah dan mendekati perairan Pulau Nias. Kapal Australia yang sudah meninggalkan Aceh menuju Singapura juga berbalik arah menuju Nias. Begitu pula tim dari Prancis dan beberapa organisasi swadaya dan lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Rumah sakit terapung USNS Mercy milik Amerika Serikat ikut berputar arah. Kapal yang menyediakan 1.000 tempat tidur dilengkapi tenaga medis dan peralatan kesehatan itu sebelumnya sudah berada di perairan Alor, Nusa Tenggara Timur. Kapal itu diperkirakan sampai di Nias pekan ini.
Bencana Nias mengubah kebijakan pemerintah dalam membuka pintu bagi relawan asing. Sebelumnya, pemerintah telah menyeleksi lembaga-lembaga asing yang ada di Aceh, apakah izinnya akan diperpanjang atau tidak, sejak pekan lalu. Bagi yang tak lagi diperpanjang, mereka diberi batas waktu 26 April untuk pulang ke negaranya. Ternyata kini sebagian dari mereka merapat kembali ke Sumatera Utara.
"Kita tidak mengkaji ulang yang di Aceh, tapi kita memberlakukan kemudahan untuk Nias," kilah Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda. Tetapi Menteri Hassan belum bisa memastikan apakah kehadiran relawan asing di Sumatera Utara juga akan diberi batas waktu. "Pemerintah akan bersikap fleksibel dan melihat keperluannya," katanya.
Menurut Kepala Unit Imigrasi Bandara Polonia, Medan, Sigit Roesdianto, pemerintah Indonesia memberikan kemudahan bagi relawan asing. Namun, mereka tetap harus membayar visa on arrival (VoA) bagi negara-negara yang masuk daftar VoA, US$ 25 atau sekitar Rp 240 ribu per kepala. "Mereka semua mengambil masa tinggal 4 hingga 30 hari," kata Sigit.
Agung Rulianto, Marta Warta, Mardiyah (Nias), Bambang Soed dan Hambali Batubara (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo