Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Menyambut Balapan di Simbol Negara

Bung Karno membangun Monas sebagai lambang pembangunan bangsa.

13 Februari 2020 | 00.00 WIB

Tugu Monumen Nasional, Jakarta, 1973. Dok TEMPO/D.S. Karma
Perbesar
Tugu Monumen Nasional, Jakarta, 1973. Dok TEMPO/D.S. Karma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Monumen Nasional sedang bersolek. Serombongan pekerja dan tukang bangunan hilir-mudik di sisi selatan kawasan Monas, kemarin. Ada yang menarik gerobak, mencangkul, hingga mengebor situs cagar budaya itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Proyek revitalisasi Monas itu berendeng dengan persiapan balap mobil listrik Formula E, yang akan digelar pada 6 Juni mendatang. Meski dihujani kritik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memperoleh persetujuan Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka untuk membangun sirkuit temporer di sana. Izin itu diberikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno selaku Ketua Komisi Pengarah melalui surat pada Jumat, 7 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta, Mundardjito, menyesalkan keinginan Balai Kota menggelar balapan di kawasan Medan Merdeka. "Monas itu punya sejarah yang penting," kata dia kepada Tempo, kemarin.

Profesor Mundardjito menuturkan kelahiran Monas tidak bisa dilepaskan dari Bung Karno. Pada 19 September 1945, sang proklamator berpidato di depan ribuan orang di Lapangan Ikatan Atletik Djakarta atau Ikada. Lapangan itu yang kini dikenal dengan Monas.

Dalam perjalanannya memimpin negara yang baru merdeka seumur jagung, Sukarno merasa perlu ada lambang pembangunan bangsa untuk menunjukkan bahwa Indonesia bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain. Dia meletakkan batu pertama pembangunan Monas pada 17 Agustus 1961. "Bung Karno berharap Monas jadi simbol nation building," ujar Mundardjito.

Pada 1975, lima tahun setelah Bung Karno tiada, tugu itu rampung dan dibuka untuk umum. Menjulang 132 meter di tengah lapangan seluas 80 hektare, Monas terdiri atas pintu gerbang utama, Ruang Museum Sejarah, Ruang Kemerdekaan, pelataran cawan, api kemerdekaan, serta badan tugu dan puncak tugu. Bagian atas tugu Monas disebut memiliki lapisan emas seberat 35 kilogram.

Menurut Mundardjito, karena sarat nilai sejarah, kawasan Monas menjadi sakral. Pemerintah seharusnya tidak hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya saat menetapkan Monas sebagai sirkuit Formula E. "Seharusnya enggak hanya undang-undang yang dijadikan acuan, ada juga etika yang seharusnya dipertimbangkan," ujar guru besar arkeologi Universitas Indonesia itu.

Danang Priatmodjo, anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta, mengatakan Monas merupakan cagar budaya yang harus dipertahankan keasliannya. Menurut dia, setiap jengkal area itu merupakan situs cagar budaya yang juga merupakan simbol negara. Mengacu pada konsep alun-alun di kota-kota Jawa, dia menunjuk Monas sebagai halaman Istana Negara dan jantung Indonesia. "Tak pantas dipakai balapan," ujar dosen arsitektur Universitas Tarumanegara itu.

Namun keberatan Tim Cagar Budaya tampaknya akan menjadi angin lalu. Sebab, DKI hampir pasti menunjuk Monas menjadi sirkuit Formula E. Nantinya mobil balap listrik beradu kecepatan di lintasan sepanjang 2,6 kilometer, melalui Jalan Medan Merdeka Selatan, Silang Monas Tenggara, Jalan Pelataran Merdeka, Jalan Tugu Monas, Jalan Titian Indah, serta Silang Merdeka Barat Daya.

Bahkan pemerintah DKI telah memiliki dua skenario untuk menjadikan area lingkar Monas sebagai lintasan balap yang halus dan mulus. Alternatif pertama ialah mempertahankan batu alam dan melapisinya dengan aspal. Opsi kedua ialah membongkar semua batu alam dan menggantinya dengan aspal sebagai sirkuit. "Dilapisi ataupun dibongkar, kami sudah punya desainnya," ujar Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho. GANGSAR PARIKESIT


Menyambut Balapan di Simbol Negara

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus