Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada masanya, dia merupakan personifikasi sex, drugs, and rock ‘n’ roll: Bangun Sugito Toekiman alias Gito Rollies. Alkohol dan narkotik menjadi menu regulernya saat bermusik. Begitu juga para perempuan pengagum yang bisa kapan saja dia tiduri. Gito melakoni hidup hedonistis hampir seperempat abad.
Habis gelap terbitlah terang. Memasuki usia 50 tahun, penyanyi dan aktor kelahiran Biak, Papua, 1 November 1947, itu menyadari kekhilafannya dan mendalami Islam. ”Dulu tuhan saya adalah popularitas. Nabi saya para idola saya, rocker-rocker luar negeri,” katanya kepada Tempo, Oktober 2007. “Dulu saya suka Mick Jagger, sekarang saya cinta Nabi Muhammad.”
Gito menghabiskan sepuluh tahun terakhir hidupnya untuk berdakwah. Dia tergabung dalam Jamaah Tabligh, kelompok yang menekankan anggotanya untuk mengamalkan sunah Rasul, terutama menyiarkan agama. Hengky Tornando, aktor yang ngetop pada 1990-an, kerap keluar-masuk pedalaman bersamanya. Orang-orang memanggilnya Ustad Gito, meski dia menolak julukan itu. ”Saya hanya ingin mengajak orang berbuat baik. Materinya dari pengalaman hidup saya sendiri, bukan dari Kitab Suci,” ujar Gito. Dia tutup usia pada 28 Februari 2008, seusai salat magrib.
Sepak terjang Gito Rollies menunjukkan fenomena “hijrah” bukan barang baru. Wahyudi Akmaliah, peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan gejala sosial ini pertama kali merebak pada 1970-an. “Hanya, istilah yang muncul saat itu bukan ‘hijrah’, tapi ‘tobat’,” tuturnya.
Inneke Koesherawati mungkin menjadi contoh yang paling pas. Dari aktris yang dijuluki bom seks, dia memutuskan berjilbab secara paripurna sejak bulan puasa 1421 Hijriah atau Desember 2000. Inneke, waktu itu 25 tahun, tergugah saat mendengar ceramah Ramadan yang mengulas pertobatan seorang pembunuh. “Akhirnya gue mikir, apa sih yang dicari,” ucapnya. Dia pun menjelma menjadi pionir selebritas berjilbab. Meski julukan itu sebenarnya tidak tepat-tepat amat.
Ida Royani telah memulainya pada akhir 1970-an. Saat itu, jilbab merupakan barang langka. Istri para alim ulama saja “cuma” kerudungan, dengan leher terbuka. Gaya busana itu membuatnya kerap dicemooh. “Kayak ninja aja lu,” kata Ida menirukan ejekan itu. Biduan rekan duet Benyamin Sueb itu sebelumnya selalu manggung dengan rok mini dan baju “you can see” rancangan sendiri.
Ida, kini 66 tahun, mendalami Islam lewat pengajian sesama selebritas pada 1978. Saat itu dia baru bercerai dari pangeran Kesultanan Negeri Pahang, Malaysia. Christine Hakim menjadi anggota jemaah tetap di majelis yang dipimpin musikus Keenan Nasution—yang kemudian menjadi suaminya—di Kemayoran, Jakarta Pusat, itu. Ida dan Christine, yang bersahabat sampai sekarang, naik haji bareng pada 1979. Berbeda dengan pengajian artis zaman sekarang yang disanjung-puja, mereka diubek-ubek pemerintah. Rezim Soeharto, yang saat itu sedang keras-kerasnya terhadap gerakan Islam, menghubung-hubungkan mereka dengan kelompok terlarang, Islam Jama’ah. “Dulu saya suka disko enggak diributin. Sekarang ngaji dan salat malah diributin,” ujar Ida, sewot.
REZA MAULANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo